Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
Olahraga
18 jam yang lalu
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
2
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
Olahraga
18 jam yang lalu
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
3
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
17 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
4
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
17 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
5
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
Olahraga
17 jam yang lalu
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
6
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Umum
15 jam yang lalu
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan

Mencari Pemimpin Ideal di Pilkada Serentak

Mencari Pemimpin Ideal di Pilkada Serentak
T Gunawan Fabri
Sabtu, 24 Agustus 2019 12:15 WIB
Penulis: T Gunawan Fabri, SPi MSi
INSYA ALLAH di tahun 2020 mendatang ada sejumlah sembilan kabupaten/kota di Provinsi Riau dan ratusan daerah lain di Indonesia akan melaksanakan pemilihan kepala daerah (Pilkada) serentak. Tujuannya untuk memilih calon pemimpin daerah yang telah diusung koalisi partai politik.

Tak berapa lama lagi kita juga akan menyaksikan semua kandidat akan 'menjual' berbagai produk visi, misi dan program unggulannya masing-masing. Slogan-slogan 'kerakyatan' akan lebih sering muncul nantinya. Sekilas memang diharapkan dapat memperjuangkan aspirasi masyarakat.

Namun berdasarkan pengalaman, kita sering dihadapkan pada realita bahwa terkadang kondisi riil pasca pesta demokrasi akan berbeda dengan janji-janji pada masa kampanye. Namun pada beberapa daerah, tidak dinafikan bahwa banyak juga pemimpin yang mampu memenuhi janji-janji kampanyenya. Semua itu tergantung pada aspek moralitas dan akhlak dari pemimpin tersebut.

Untuk memperoleh pemimpin ideal perlu suatu proses dengan kriteria tertentu. Dalam Islam, sebenarnya konsep kepemimpinan sudah teramat jelas digambarkan. Syarat mendasar yang harus dimiliki seorang pemimpin sesuai dengan yang ditetapkan dalam ajaran Islam adalah melalui empat kriteria yakni; Siddiq (cinta kebenaran), Amanah (dapat dipercaya), Tabliq (memiliki kebijaksanaan) dan Fathanah (cerdas). Nabi Muhammad SAW sendiri sudah menggambarkan dalam kepribadian beliau, bagaimana sifat-sifat kepemimpinan islami tersebut.

Begitu pula halnya dengan para sahabat Rasulullah. Bahkan, ada diantara sahabat beliau, setelah wafatnya Rasulullah, tidak menerima begitu saja amanah kepemimpinan yang diberikan kepadanya. Seringkali kesempatan itu ditolak dengan halus, seperti yang dilakukan oleh Syaidina Abu Bakar Shiddiq r.a. Kenyataan ini sering bertolak belakang dengan kondisi pada masa sekarang. Dimana pada umumnya calon pemimpin ini cenderung 'haus' akan sebuah jabatan.

Sesungguhnya kepemimpinan yang diberikan merupakan amanah dari rakyat yang harus senantiasa di jaga keutuhannya. Ini terpulang panggilan hati nurani kita masing-masing, karena tanggung jawab seorang pemimpin tidaklah dipertangungjawabkan kepada sesama manusia saja, melainkan juga kepada Allah SWT.

Pemimpin yang ideal seperti yang ada pada diri Rasulullah SAW pada saat ini memang suatu pekerjaan yang sangat sukar dan sulit untuk ditemukan, ibarat 'mencari jarum di tumpukan jerami'. Dalam pandangan orang Melayu, seorang pemimpin ideal diibaratkan sebagai suatu pohon besar di tengah padang yang memiliki manfaat dengan dimensi yang luas, ''Tingginya tampak dari jauh, Dekatnya mula bersua, Daunnya rimbun tempat berteduh, Buahnya lebat dapat dimakan, Batangnya besar tempat bersandar, Dahannya kuat tempat bergantung, Uratnya banyak tempat bersila.''

Sesuai dengan tantangan yang dihadapi saat ini, sekedar sumbang saran, ada beberapa kriteria pemimpin ideal menurut pandangan penulis, sebagai bahan pertimbangan bagi kita dalam memilih pemimpin negeri saat Pilkada serentak mendatang.

Kriteria pertama, pilihlah pemimpin yang bijaksana. Masyarakat tentunya memerlukan pemimpin yang tidak hanya sebatas menjalankan tanggungjawab semata melainkan mampu bertindak bijaksana. Orang yang bijaksana dapat menentukan dan memutuskan suatu tindakan yang tegas karena kewibawaannya, ''putih katanya putih dan hitam katanya hitam''.

Kebijaksanaan bukanlah lemah-lembut, tetapi bertindak dan berbuat sehingga menghasilkan yang terbaik dan mempermudah cara penyelesaian masalah, ''yang keruh dijernihkan, yang kasat di asah, yang dungkul di tarah.'' Orang bijaksana dianggap bertuah, karena dia memiliki keutamaan pribadi, ''tak tertikam tuah oleh berani''. Orang bijaksana, dapat menghargai semua orang karena ia tahu setiap sesuatu itu ada gunanya menurut tempatnya.

Kriteria kedua, pilihlah pemimpin yang jujur. Modal kejujuran akan menggambarkan ''bersihnya'' diri. Pemimpin yang jujur akan senantiasa berpihak kepada masyarakat. Kecenderungan untuk berpihak kepada kerabat/golongan dan keinginannya untuk menipu rakyat demi keuntungan diri pribadi akan hilang sama sekali. Kejujuran itu mendasari keadilan. Namun, pemimpin yang jujur pada masa sekarang ibarat mencari jarum ditumpukan jerami, berharap setetes air di padang pasir, sesuatu hal yang amat langka dijumpai. Hal ini akibat realitas sistem kerja yang berlaku dinegara kita yang belum maksimal mengembangkan dan mengutamakan sikap jujur. Dalam pepatah Melayu ada ungkapan ''yang bungkuk juga yang di makan sarung''. Artinya, orang yang tiada jujur akan kena dan menanggung akibat atas perbuatannya sendiri.

Kriteria ketiga, pilihlah pemimpin yang mampu menjaga amanah. Amanah adalah kepercayaan yang diberikan oleh masyarakat kepadanya. Jika mampu menjaga amanah, maka segala janji-janji yang telah diutarakan pada masa kampanye, insya Allah akan direalisasikan sesuai dengan otoritas dan kewenangan yang ada padanya. Kejujuran dan menjaga amanah merupakan kriteria utama dalam melihat tingkatan moralitas seseorang. Terkait janji, kata bijak menyatakan bahwa ''berhati-hatilah dalam berjanji, karena hal itu akan menjadi ukuran di mana keluhuran budi mu''. Ibarat kata pepatah ''Semahal-mahalnya senjata bertuah, kalau sudah patah tak ada harganya lagi''.

Kriteria keempat, pilihlah pemimpin yang cerdas dan berilmu pengetahuan sehingga mampu berfikir konstruktif dalam menyusun, merancang dan mengimplementasikan konsep-konsep pembangunan secara berkualitas agar berpihak kepada kemaslahatan dan kepentingan masyarakat. Kadar kecerdasan dan keilmuan ini dapat tergambar juga dengan kemampuan ia berkomunikasi dan menangkap aspirasi masyarakat. Daya tangkap dalam menyerap keinginan masyarakat juga akan semakin peka. Ibarat kata mutiara ''tidak ada yang lebih mencelakakan daripada bekerja tanpa menggunakan ilmu pengetahuan''. Ilmu harus dijunjung tinggi karena ''tajam pisau karena diasah.'' Seorang pemimpin yang cerdas selain mampu menjadi ikutan, juga mempunyai kesanggupan mendorong orang agar berani berjalan di depan dan menjadi orang yang bertanggungjawab. Pemimpin harus memberikan suri tauladan, ibarat kata pepatah ''seperti memandikan kerbau, pengembalanya harus basah terlebih dahulu''.

Kriteria kelima, pilihlah pemimpin dengan bakat manajerial yang baik. Tugas seorang pemimpin sangat berat walau pemimpin dari kelompok yang terkecil, apalagi memimpin masyarakat, karena mereka tidak hanya berhadapan dengan benda mati melainkan berhadapan dengan manusia. Pemimpin yang baik dapat membina dan membentuk jiwa bawahannya sesuai dengan bakat dan kemampuan yang dimiliki mereka, ''si buta meniup lesung, si pekak memasang lela, si patah menjaga jemuran.'' Pemimpin suatu daerah harus berusaha mempelajari cara-cara memenej bawahan sehingga seluruh sumber daya manusia yang ada diruang lingkup kerjanya mampu bekerja secara optimal dan profesional. Kemampuan manajerial juga semakin diuji jika berada ditengah-tengah masyarakat. Kemampuan memberdayakan potensi masyarakat akan turut menentukan keberhasilan pembangunan di daerahnya.

Kriteria keenam, pilihlah pemimpin yang memiliki ''sense of belonging'' dan ''sense of crisis''. Rasa memiliki akan memupuk kecintaan akan daerah yang dikelolanya, baik terhadap aspek fisik maupun non fisik. Kepekaaan sekaligus empati terhadap penderitaan dan kesulitan masyarakat akan menciptakan hubungan bathin yang lebih erat dan mendalam. Pelaksanaan program pembangunan akan berhasil baik, jika pemimpin memiliki rasa kecintaan dan kepekaan sosial yang tinggi.

Namun, konsep pembangunan humanisme dengan pendekatan sosio kultural dan religi, pada masa sekarang ini sering terabaikan. Untuk itu kepekaan atas rasa ini mutlak harus dipenuhi oleh seorang calon pemimpin, sehingga pemimpin tidak lagi berkeinginan untuk pamer kekayaaan dengan segala kemegahan dan kemewahan harta benda, akan tetapi berusaha hidup dalam kesederhanaan. Jikalau setiap pemimpin menerapkan konsep hidup sederhana ini maka kemungkinan besar akan menjauhkan dia dari sikap korupsi atau memperkaya diri sendiri. Kata bijak menyataan, kekayaan yang paling terjamin adalah rasa puas dengan apa yang kita miliki, jika ingin menghilangkan kekikiran dan kerakusan, maka musnahkan dahulu ibunya, yaitu kemewahan. Pepatah melayu mengatakan, ''terlalu tinggi jatuh, terlalu panjang patah.'' Bermakna kerap kali orang binasa karena terlalu berlebihan, baik terhadap harta benda maupun derajat.

Terakhir, kriteria ketujuh, Pilihlah pemimpin yang taat dalam ibadahnya. Ketaatan dalam beribadah merupakan cerminan bagi kita akan akhlak yang mulia. Kadar keimanan dan ketaqwaan pemimpin, amatlah mutlak diperlukan pada masa sekarang ini, jika kita ingin mempertahankan keberadaban bangsa kita. Namun pada kenyataannya, sering pula kita dikelabui, dimana seseorang yang terlihat baik ibadahnya, memiliki akhlak tersembunyi yang sesungguhnya tercela. Mudah-mudahan kita dijauhi dari pemimpin yang bersifat munafik demikian.

Kriteria di atas terkesan terlalu ideal dan sulit dicari sosoknya. Untuk memenuhi seluruh kriteria, boleh dikatakan hampir mustahil. Manusia tidak ada yang sempurna. ''Bunga yang harum itu juga ada durinya''. Menurut falsafahnya ”pemimpin yang paling baik adalah pemimpin yang mampu mendidik kita untuk memimpin diri sendiri''.

Namun, semua terpulang kepada kita semua, pilihlah pemimpin yang benar-benar patut untuk di jadikan pemimpin di negeri Melayu ini, seperti petuah orang tua kita, ''bertuah ayam ada induknya, bertuah serai ada rumpunnya, bertuah rumah ada tuanya, bertuah negeri ada rajanya, bertuah imam ada jamaahnya.'' Pemimpin yang baik ibarat kayu besar di tengah padang, tempat bernaung jika kepanasan dan tempat berlindung saat kehujanan. Siapapun terpilih nantinya haruslah kita hormati dan hargai. Jangan sampai kita terpecah belah. Tetaplah hidup seperti ''aur dengan tebing''. Umpama, ''seikat bagai sirih, serumpun bagai serai, bersatu kita teguh dan bercerai kita runtuh'', demi tegaknya marwah negeri bumi Melayu Riau yang kita cintai.

Semoga Allah SWT meridhoi kita semua. Aamiin ya rabbal ’alaamiin.***

T Gunawan Fabri, SPi MSi adalah Assessor SDM Aparatur Madya Badan Kepegawaian Daerah (BKD) Provinsi Riau.

Kategori:Ragam
wwwwww