Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
22 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
2
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
23 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
3
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
21 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
4
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
24 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
5
Vicky Prasetyo Sudah Siapkan Kematian Usai Ultah ke-40
Umum
21 jam yang lalu
Vicky Prasetyo Sudah Siapkan Kematian Usai Ultah ke-40
6
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Olahraga
22 jam yang lalu
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Jelang Pilgubri 2018

Peluang Menang Kalah Petahana

Peluang Menang Kalah Petahana
Bagus Santoso
Senin, 22 Mei 2017 14:18 WIB
Penulis: Bagus Santoso
PEMILIHAN Kepala Daerah (Pilkada) serentak untuk Kabupaten/ Kota Provinsi Riau sudah terpilih 9 pasangan Bupati dan 2 Walikota. Tinggal satu kabupaten Inhil yang akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilgubri 2018.

Dari catatan Pilkada di 11 daerah tersebut diketahui 6 petahana (incumbent)  terpilih kembali, meski diantaranya ada yang bertukar pasangan. Syamsuar Alfedri (Siak) Firdaus Ayat Cahyadi (Pekanbaru) merupakan dua pasang kepala daerah yang berjaya dan langgeng berpasangan sampai dua periode. 

Petahana Yopi Arianto (Inhu), Harris (Pelalawan), Irwan Nasir (Meranti), meski berganti pasangan tetap menang. Begitu juga Suyatno (Rohil) yang pada periode pertamanya mendapat warisan jabatan dari Annas Ma'mun. Suratan takdir berbeda beda,  satu -satunya petahana yang menelan pil pahit kekalahan hanya Herliyan Saleh (Bengkalis). 

Lima daerah lainnya terpilih wajah baru ; Amril Mukminin Muhammad (Bengkalis), Mursini Halim (Kuansing ), Suparman Sukiman (Rohul), Zulkifli Eko Raharjo (Dumai) dan Azis Zainal Catur Sugeng (Kampar). Tiga daerah Rohul, Kuansing, Kampar tidak lagi petahana maju karena masanya sudah habis. Di Dumai Agus Widayat (Petahana) Wakil Walikota yang mencalonkan menjadi Wali Kota sama nasibnya dengan Herliyan Saleh kalah.

Pilkada serentak 2017 sudah usai. Salah satu peristiwa menarik untuk dijadikan i'tibar banyaknya calon incumbent yang gagal terpilih kembali. Menurut data dari litbang kompas dari pilkada serentak tahab pertama 101 daerah ternyata diikuti 65 calon Incumbent untuk kepala daerah dan 20 Incumbent wakil kepala daerah. Hasilnya, Sebanyak 43,53 persen incumbent kalah atau tidak terpilih kembali. Sebut saja seperti  Pilgub Babel, Pilgub Banten, Pilbub Tuba Lampung, Pilbup Bengkalis teranyar pilgub DKI Jakarta.

Bagaimana dengan catatan Pilgub Riau. Rusli Zainal adalah Gubernur Riau yang berhasil mempertahankan tahta kursi Riau Satu, sayang sekali di pertengahan periode kedua Gubernur yang masih dikenang atas keberhasilan membangun Riau terhenti ditengah jalan, tidak sampai masa akir jabatannya.

Pada periode kedua 2008-2013 petahana Rusli Zainal yang bertukar pasangan dari Wan Abu Bakar berganti Mambang Mit, berhasil mengalahkan pasangan Thamsir Rahman Taufan Andoso Yakin, Lukman Edy Suryadi Khusaini. 

Seusai masa Rusli Zainal, tahun 2013 terpilihlah pasangan Anas Ma'mun Arsyadjuliansi Rachman baca Andi Rachman (60,75 persen) mengalahkan Herman Abdullah Agus Widayat (39,25 persen) setelah melalui pemilihan putaran kedua. 

Pada putaran pertama lima pasangan berlaga yaitu Herman Abdullah Agus Widayat (23.00 persen), Achmad Masrul Kasmy (20,73 persen), Jhon Erizal Mambang Mit (13,40 persen), lukman Edy Suryadi Khusaini (14,09 persen). Anas Ma'mun  Andi Rachman (28,83 persen).

Malang Anas Ma'mun hanya sekitar delapan bulan menduduki kursi Gubernur, tersebab proses hukum langkahnya terhenti. Andi Rachman akhirnya naik takhta seperti Suyatno di Rohil,  Andi memperoleh warisan jabatan Anas Ma'mun.

Setahun lagi masa jabatan Andi Rachman akan berakir, ironisnya jabatan kursi Wabup dibiarkan mangkrak terlalu lama, dan belum genap dua minggu baru mendapatkan pasangan Wan Thamrin Hasim. Jika Andi Rachman kembali mencalonkan maka dia sebagai petahana akan di uji untuk mempertahankan jabatannya.

Dari catatan sejarah Pilkada serentak di Indonesia banyak deretan peristiwa yang berulang. Sejak kepala daerh dipilih secara langsung, petahana ada yang berjaya, tetapi juga banyak yang kalah. 

Memang model pemilihan langsung (Pilsung) Kepala Daerah di Indonesia boleh disebut belum lama. Dari, belum lamanya perjalanan model Pilsung itu, sejarah mencatat beratnya petahana jika harus bertempur sampai dua putaran.

Catatan pertama mari kita buka kembali arsip Pemilu Presiden 2004 yang menjadi awal Pilsung di Indonesia. Saat itu, lima pasang calon presiden dan wakil presiden maju. 

Petahana Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan KH Hasyim Muzadi menghadapi 4 pasangan yaitu Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla, Wiranto-Salahuddin Wahid, Amien Rais-Siswono Yudo Husodo, dan Hamzah Haz-Agum Gumelar. Bersaing pada putaran pertama, tiga pasangan calon terakhir gugur. Megawati-Hasyim yang mendapat 26,61 persen suara berhadap-hadapan dengan SBY-JK yang mendapat 33,37 persen suara di putaran kedua.

Pada Pilpres putaran kedua yang digelar 20 September 2004, Megawati Soekarnoputri sebagai petahana tumbang. SBY-JK, unggul telak dengan memperoleh 60,62 persen suara. Megawati-Hasyim hanya meraih 39,38 persen suara.

Catatan kedua tumbangnya petahana di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta 2012. Untuk diketahui, Peraturan KPU sekarang hanya Pilkada DKI Jakarta menuntut digelarnya putaran kedua jika suara calon tidak mencapai 50 persen plus satu.

Di Pilkada DKI Jakarta 2012, Fauzi Bowo sebagai petahana berpasangan dengan Nachrowi Ramli (Foke-Nara). Pasangan ini berlawan dengan Joko Widodo-Basuki Tjahaja Purnama (Jokowi-Ahok), Hidayat Nur Wahid-Didiek J Rachbini, Faisal Basri-Biem Triani Benjamin, dan Alex Noerdin-Nono Sampono.

Karena tidak ada satu pun calon yang meraih suara 50 persen plus satu, dua pasangan calon gubernur dan calon wakil gubernur peraih suara terbanyak maju di putaran kedua. Fauzi Bowo sebagai petahana yang meraih 34,05 persen suara duel dengan Joko Widodo yang meraih 42.60 persen suara. Di putaran kedua, Foke-Nara tumbang. Jokowi-Ahok menang, meraih 53,82 persen suara. Fauzi Bowo-Nacrowi Ramli mendapat 46,18 persen suara. 

Putaran kedua digelar 20 September 2012. Putaran pertama digelar 11 Juli 2012.

Catatan ketiga, paling anyar, secara kebetulan atau tidak kita baru saja menjadi saksi berulangnya tumbangnya petahana Ahok Djarot di putaran kedua Pilkada DKI Jakarta. 

Di putaran pertama, 15 Februari 2017, Ahok-Djarot unggul dengan 42,99 persen disusul Anies Baswedan-Sandiaga Uno (Anies-Sandi) dengan 39,95 persen dan Agus Harimurti Yudhoyono-Syliana Murni dengan 17,06 persen. 

Karena tidak ada pasangan yang meraih suara lebih dari 50 persen, putaran kedua digelar. Ahok-Djarot berhadap-hadapan dengan Anies-Sandi. Hasilnya petahana Ahok DJarot tumbang dengan suara 42.05 persen,pemenangnya Anis Sandi berhasil meraup suara 57.95 persen 

Namun, petahana tidak perlu berkecil hati. Pilkada dan Pemilu Indonesia mencatat hal manis juga terkait petahana yang ingin melanjutkan kekuasaanya di periode kedua.Selain mencatat tumbangnya petahana di putaran kedua, sejarah Pilkada dan Pemilu memberi catatan bagi petahana agar bisa mempertahankan jabatannya. Mencermati tidak terpilihnya kembali petahana alias menggenapi catatan tumbangnya petahana di putaran kedua dapat dijadikan semacam tips bagi petahana untuk menghindari main di putaran kedua. 

Bagi petahana, jika ingin tetap bertahan dan berkuasa, rebut dan menang di putaran pertama adalah keharusan. Jangan pikirkan putaran kedua. Tidak menang di putaran pertama artinya kalah di putaran kedua. Kiat bagaimana petahana di putaran kedua tetap menang sehingga kekuasaannya bisa dipertahankan,  kalau di Riau perlu belajar politik kepada Rusli Zainal. Dengan keberaniannay berhasil membangun infrastruktur Jembatan, gedung dan jembatan. Pada waktu itu dia juga mengganti pasangan Wan Abu Bakar diganti Mambang Mit rerbujti berhasil menangguk kemenangan.

Sedangkan kalau untuk Pilpres 2009, kita perlu melihat teknik SBY yang memilih berpasangan dengan Boediono dan membuang Jusuf Kalla. Di Pilpres 8 Juli 2009, SBY-Boediono meraih 60,80 persen suara menyingkirkan langsung pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto yang meraih 26,79 persen suara dan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto yang meraih 12,41 persen suara.

Mengulang Sejarah

Jika Pilkada level Pekanbaru, Siak, Pelalawan, Inhu dan Rohil dijadikan rujukan untuk pemilihan Gubernur maka peluang menang petahana begitulah adanya. Tetapi jika Pilkada DKI Jakarta adalah cermin untuk Pilgub Riau maka peluang petahana kembali berjaya sangat berat.

Antara Riau dan DKI Jakarta terdapat persamaan pada proses kepemimpinan. Ahok asal muasalnya sebagai wakil gubernur paket Joko Widodo. Tersebab kursi Gubernur ditinggalkan oleh Joko Widodo maka Ahok 'nemu buah durian runtuh' langsung jadi Gubernur. Proses tersebut persis jalan yang dilalui Andi Rachman menjadi Gubernur Riau setelah kursi Riau satu ditinggalkan Anas Ma'mun.

Begitulah catatan dari Pilpres, Pilkada kabupaten/ kota serta Pilkada Gubernur. Seperti sudah terjadi di Pilkada DKI 2012, 2017 dan Pilpres 2014, petahana yang akan maju perlu menapak tilas sejarah pendek Pemilu dan Pilkada.

Sejarah Pemilu dan Pilkada Indonesia sudah mencatat, petahana yang bertarung di putaran kedua tumbang. Maka petahana yang ingin mempertahankan kekuasaannya untuk periode kedua harus menang di putaran pertama.

Belajar dari sejarah pemilu dan pilkada, maka kita mendapatkan kiat sukses meraih kemenangan dan bagaimana memanfaatkan kekuasaan.Terhadap sejarah yang akan kita torehkan, siapapun anda punya peluang untuk merubah jalannya atau mengulanginya. 

Untuk uji atas sejarah itu, Pilgubri 2018, Pilpres 2019 akan jadi momentum terdekatnya. Jokowi sebagai petahana sudah dicalonkan dua partai politik dan tampak mempersiapkan dengan sungguh-sungguh capaian kerja sebagai modal kampanyenya. Begitupun usaha mulai dilakukan oleh Andi Rachman, soal dukungan partai secara politik tidak merisaukannya, karena sampai saat ini dia yang memegang kendali Partai Golkar.

Untuk para penantang yang sudah mulai menggema suaranya, menggetarkan bumi lancang kuning, perlu sedikit meramu siasat. Cara menarik paksa petahana masuk putaran kedua itu dulu bisa menjadi strategi jitu untuk menumbangkan petahana. Sekarang strategi itu tidak berlaku lagi, jadi jangan berharap bermain sampai 'ronde' dua. 

Peraturan KPU sudah menyatakan, pasangan yang memperoleh suara terbanyak otomatis menang . Tak peduli berapapun jumlah suaranya. Syarat 50 plus 1 hanya berlaku di DKI Jakarta.  Mengingat suara terbanyak menjadi pemenang, maka petahana berpeluang menang lebih besar, jika pasangan yang bertarung jumlahnya banyak, misalnya empat hingga lima pasang.

Menapak tilas sejarah, dalam waktu dekat akan terjadi di Riau. Apa hasilnya, kita tunggu saja. Sekali lagi, bahwa sejarah bisa berulang atau berubah. ***

Bagus Santoso adakah Anggota DPRD Provinsi Riau

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/