Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
Ekonomi
6 jam yang lalu
BPJPH Rilis Indonesia Global Halal Fashion, Targetkan Kejayaan di Pasar Dunia
2
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
5 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
3
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
4 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
4
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
3 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
5
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
5 jam yang lalu
Okto Sebut Sudah 9 Atlet Lolos ke Olimpiade 2024 Paris
6
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
3 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua

PON Bisu

Senin, 03 September 2012 04:24 WIB
Penulis: Dadang Hidayat
PON Bisu
SEJAK era reformasi, dunia olahraga ikut mengalami banyak pergerakan. Mulai dari struktur kepengurusan KONI dan kepengurusan cabang, hingga pelaksanaan Pekan Olahraga Nasional (PON).


Perubahan itu tentunya diharapkan memberikan kemajuan bagi dunia olahraga tanah air dan daerah sebagai perwujudan semangat otonomi.


Kesuksesan Sumsel sebagai tuan rumah PON tahun 2004 telah melahirkan kepercayaan pemerintah yang sempat hilang sejak orde baru, terhadap kesanggupan daerah menanggung beban besar, sekelas PON. Apalagi sejak PON IV di Makassar, Sulawesi Selatan, 27 September - 6 Oktober 1957, sebelas pagelaran PON berikutnya hanya berputar di Jakarta, Jawa Timur dan Jawa Barat.


Keberhasilan Sumatera Selatan menggelar PON yang spektakuler dan tetap menasional, menjadi garansi terhadap kemampuan daerah. Jika dipercaya, daerah juga mampu melaksanakannya dengan lebih baik. PON Sumatera Selatan tak kalah dengan PON yang telah sembilan kali diadakan di Jakarta. Meski digelar di daerah yang baru bangkit kembali dengan berbagai keterbatasannya, namun PON Sumsel telah tetap tercatat dalam sejarah sebagai PON yang mampu menggema ke seluruh tanah air.


Pelaksanaan PON XVI Sumatera Selatan, 2 - 14 September 2004 diikuti oleh 5660 orang atlet, 2830 orang ofisial, 1000 orang wasit dan 75 orang technical delegate, berhasil meyakinkan pusat bahwa luar Jawa juga mampu. Dan itu juga terbukti dengan lahirnya komplek olahraga Jakabaring yang dibangun khusus untuk PON.


Berkat keberhasilan Sumatera Selatan, Kalimantan Timur pun kecipratan jatah sebagai tuan rumah. Dan lagi-lagi, PON Kalimantan Timur atau luar Jawa ini kembali mencatatkan sejarah. PON Kaltim tercatat sebagai PON dengan atlet terbanyak sepanjang sejarah penyelenggaraan, yaitu 7946 atlet.


Bagaimana dengan Riau? Sejauh ini, memang belum bisa dinilai keberhasilannya. Meski awalnya keyakinan muncul dengan pembangunan venue-venue yang spektakuler dengan arsitektur modern minimalis, namun kini harapan untuk menjadi yang terbaik belum bisa didengungkan. Persoalan hukum yang melanda PON justru telah mencoreng wajah Riau di pertengahan tahun 2012, empat bulan sebelum PON.


Jika tak unggul dari venue lantas dari mana? Harapan lain muncul dari keberhasilan kepanitiaan dan prestasi atlet-atlet Riau di gelanggang. Jika kepanitian PON XVIII mampu lebih baik dari tujuh belas kali penyelenggaraan PON sebelumnya, bisa jadi prestasi ini akan menjadi tauladan bagi daerah lain. Dan keberhasilan itu juga diharapkan mampu mengembalikan kepercayaan pusat terhadap daerah luar Jawa. Apalagi setelah PON XIX Jawa Barat mendatang, beberapa daerah di Sumatera dan Sulawesi juga telah menawarkan diri sebagai tuan rumah.


Namun melihat perjalanan kepanitian, langkah tersebut juga belum pasti. Diluar rencana pembukaan yang spektakuler, ada beberapa kegiatan kepanitiaan yang justru perlu dipertanyakan. Salah satunya adalah bidang penyebarluasan informasi. Bidang yang merupakan ujung tombak suksesnya PON justru belum menampakkan perannya. Sepekan jelang PON, gema dan demam PON belum terlihat di seluruh Indonesia dan termasuk di negeri sendiri.


Penyadaran bahwa PON merupakan kegiatan nasional yang perlu disuarakan ke seluruh tanah air, justru hanya berdengung di Riau. Alih-alih mempromosikan Riau ke seluruh Indonesia, justru Riau mengunci diri untuk diketahui orang. Dan ini terlihat dari aktifitas publikasi yang sangat lemah dimana penyebarluasan informasi hanya mengandalkan website resmi PB PON. Tidak ada pengolahan data dan informasi kuat serta tidak ada pengiriman informasi ke seluruh media yang ada di tanah air. Di sisi promosi, pemasangan spanduk di KONI-KONI Provinsi justru tidak intensif.


PON seyogyanya menjadi milik seluruh rakyat Indonesia, termasuk daerah penyelengggara. PON tidak seharusnya hanya menggema di arena pertandingan, tapi jauh hingga ke daerah paling luar Indonesia. Jika yang lain tidak bisa dicatatkan, Kita berharap, PON Riau tetap menasional bahkan mendunia, bukan PON Provinsi Riau, apalagi menjadi "PON Bisu", karena sebenarnya Riau mampu tampil menjadi yang terbaik terutama di bidang informasi karena disinilah media tumbuh dengan subur. ***

Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77