Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
9 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
9 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
3
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
11 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
10 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
8 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
8 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru

MUI Sumbar Tegaskan, Islam Nusantara Tak Dibutuhkan di Ranah Minang

MUI Sumbar Tegaskan, Islam Nusantara Tak Dibutuhkan di Ranah Minang
Ketua MUI Sumbar Buya Gusrizal Gazahar. (prokabar.com)
Jum'at, 27 Juli 2018 00:06 WIB
PADANG - Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sumatera Barat (Sumbar) menegaskan Islam Nusantara tidak dibutuhkan di Ranah Minang. Penolakan terhadap Islam Nusantara tersebut dituangkan MUI Sumbar melalui surat resmi tertanggal 21 Juli 2018.

MUI Pusat sempat merespons penolakan yang dirilis MUI Sumbar tersebut. Wakil Ketua Umum MUI Pusat, Zainut Tauhid, sempat menyatakan bahwa penolakan konsep Islam Nusantara oleh MUI Sumbar justru menyalahi khittah dan jati diri MUI itu sendiri. Zainut mengatakan, MUI seharusnya menjadi wadah musyawarah dan silaturahim para ulama, zuama dan cendekiawan Muslim dari berbagai organisasi.

MUI, lanjut Zainut lagi, harus bisa bertransformasi menjadi tenda besar umat Islam sebagai pemersatu dan perekat ukhuwah Islamiyah, bukan malah sebaliknya. Ia melanjutkan, MUI harus bisa mengedepankan semangat persaudaraan (ukhuwah), toleransi (tasamuh), dan moderasi (tawazun) dalam menyikapi berbagai persoalan khususnya yang berkaitan dengan masalah umat Islam.

Mendapat 'peringatan' dari MUI Pusat, MUI Sumbar tak goyah dengan keputusan awalnya. Ketua MUI Sumbar, Buya Gusrizal Gazahar, kemudian menuangkan pemikirannya melalui akun media sosialnya. Artikel ini ia terbitkan pada Kamis (26/7) dengan judul 'Amanah Kami Tunaikan'.

Melalui tulisan tersebut, Buya Gusrizal menilai bahwa sikap pembiaran terhadap umat yang kebingungan dengan pernyataan orang-orang yang mengusung konsep Islam Nusantara justru mengabaikan tugas keulamaan dalam menjaga kesatuan umat.

Apalagi, bersamaan dengan diusungnya konsep ini muncul kesan tudingan Islam Arab sebagai Islam radikal, Islam penjajah dan lainnya.

Buya Gusrizal juga menganggap, istilah yang dilahirkan oleh sebagian umat, kemudian disebarkan dengan kekuasaan dan mengarah ke berbagai institusi, justru jauh dari 'taswiyyatul manhaj'. ''Bahkan mengabaikan bagian umat Islam lain yang belum tentu bisa menerima konsep yang diusung tersebut,'' tulis Buya, Kamis (26/7).

Buya Gusrizal juga menambahkan, ketika kaum sekuler, liberal, dan pluralis menjadikan Islam Nusantara sebagai payung tumpangan mereka, itu bukan lagi perkara furu' yang bisa didiamkan begitu saja.

''Ketika sikap diambil oleh ulama Sumbar, kami bukan hanya membaca dan mendengar paparan konsep, sehingga dengan enteng dikatakan salah persepsi,'' katanya lagi.

Ia menegaskan, ulama di Sumbar juga melihat dan menyimak perkataan, perbuatan, dan sikap yang dilakukan di bawah konsep Islam Nusantara sudah jauh melenceng.

MUI Sumbar, kata dia, memadukan antara pemahaman konsep dan implementasinya di lapangan. Baginya, suara yang disampaikan adalah langkah berpendapat dalam kasus aktual. ''Kalau tidak demikian, berarti kita membohongi diri sendiri,'' ujar dia.

Buya Gusrizal mengatakan, MUI Sumbar sudah melahirkan sikap dan siap mengajak semua kembali kepada nama agama yang diberikan oleh Zat Yang Maha Menurunkan Syari’at Agama ini yaitu ''Islam'' (QS. Ali ‘Imran 19, 85, al-Maidah 3 dan al-Shaff 7) tanpa ada embel-embel apapun.

''Mudah-mudahan tidak dilupakan bahwa telah dua kali saya juga mengkritik istilah 'Islam Wasathiy' di hadapan pengurus lembagai keulamaan ini di Lombok dan di Bogor,'' jelasnya.

Buya Gusrizal menjelaskan juga bahwa satu mumayyizat (keistimewaan) tidak bisa dilabelkan kepada Islam karena akan memunculkan pemahaman yang rancu di tengah umat. Seluruh mumayyizaat, menurutnya, harus difahami secara utuh dan tidak bisa berdiri sendiri.

Baginya, bila konsep Islam Nusantara hanya kekhususan budaya dan tradisi yang menjadi alasan menambah Islam dengan wilayah dan sifat lainnya, maka itu bukanlah dalil, Karena semua tradisi dan budaya tetap harus disaring dengan konsep ‘uruf dalam dalil hukum.

''Kami tegak menjaga Ranah Minang tempat kami menghirup udaranya, meneguk airnya sehingga kami merasakan detak nadi kehidupannya. Karena kami yang hidup di tengah masyarakatnya, maka kami bertanggung jawab mengatakan bahwa negeri kami tidak membutuhkan istilah Islam Nusantara itu,'' katanya.***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77