Gempa Lombok Sudah Renggut 515 Jiwa, Korban Luka 7.145 Orang

Gempa Lombok Sudah Renggut 515 Jiwa, Korban Luka 7.145 Orang
Korban gempa Lombok. (liputan6.com)
Selasa, 21 Agustus 2018 22:07 WIB
JAKARTA - Sejak Minggu (29/7/2028) hingga Selasa (21/8), jumlah korban tewas akibat gempa Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB) sudah mencapai 515 orang, sedangkan korban luka 7.445 orang.

''Korban meninggal sampai dengan hari ini, total 515 korban meninggal dunia, dengan rincian 513 di wilayah Nusa Tenggara Barat dan dua di Kota Denpasar, dari (29/7) lalu hingga (19/8) kemarin,'' Kepala Pusat Data, Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho, di Kantor BNPB, Jakarta Timur, Selasa (21/8), seperti dikutip dari merdeka.com.

Sutopo menyebutkan, 7.145 orang mengalami luka-luka akibat reruntuhan puing bahan material. Sedangkan pengungsi, hingga (5/8) kemarin, sebanyak 431.416 orang.

''Sementara sebanyak 73.843 rumah dan 798 fasilitas umum seperti sekolah, puskesmas dan rumah peribadatan mengalami kerusakan,'' sebutnya.

Lalu berdasarkan hitung cepat kerugian terkait bencana di Lombok, BNPB memperkirakan kerugian yang ditaksir itu sampai hari ini sebesar Rp7,7 triliun.

Sebelumnya, masyarakat Lombok masih mengalami gempa susulan sejak gempa pada Minggu (29/7) lalu dengan kekuatan 6,4 SR dan Minggu (5/8) dengan kekuatan 7 SR.

Lalu, hampir dua minggu masyarakat Lombok dan sekitarnya sudah mulai membersihkan puing-puing bahan material dan lainnya akibat gempa tersebut. Tiba-tiba saja pada Minggu (19/8) kemarin, masyarakat kembali diguncang gempa dengan kekuatan 6,4 SR pada siang hari dan 6,9 SR pada malam hari.

Belum Bencana Nasional

Sementara itu polemik peningkatan status bencana nasional pada gempa bumi yang terjadi di Lombok terus bergulir. Apalagi setelah gempa susulan terjadi hingga ratusan kali dan terus menambah jumlah korban jiwa.

Meski begitu, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyebut, status bencana nasional belum perlu disematkan pada serangkaian gempa bumi di Lombok. Sebab, pemerintah daerah dianggap masih mampu mengatasinya.

Kepala Pusat Data Informasi dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, wewenang penetapan status bencana diatur dalam Peraturan Pemerintah No 21 Tahun 2008. Untuk tingkat nasional ditetapkan oleh Presiden, tingkat provinsi oleh Gubernur, dan tingkat kabupaten/kota oleh Bupati/Wali Kota.

Penetapan status dan tingkat bencana didasarkan pada lima variabel, antara lain jumlah korban, kerugian harta benda, kerusakan prasarana dan sarana, cakupan wilayah yang terkena bencana, dan dampak sosial ekonomi yang ditimbulkan.

''Namun indikator itu saja tidak cukup. Ada hal yang mendasar, indikator yang sulit diukur yaitu kondisi keberadaan dan keberfungsian Pemda apakah collaps atau tidak. Kepala daerah beserta jajaran di bawahnya masih ada dan dapat menjalankan pemerintahan atau tidak,'' ujar Sutopo melalui keterangan tertulis, Jakarta, Senin (20/8).

Sutopo menjelaskan, tsunami Aceh pada 2005 ditetapkan sebagai bencana nasional karena Pemda, baik provinsi, kabupaten, dan kota termasuk Kodam dan Polda setempat tak berdaya. Karena kondisi itu maka pemerintah pusat menyatakan tsunami Aceh sebagai bencana nasional.

''Risikonya semua tugas pemerintah daerah diambil alih pusat termasuk pemerintahan umum. Bukan hanya bencana saja,'' jelasnya.

Dengan status tersebut, maka terbuka pintu seluas-luasnya bantuan internasional oleh negara-negara lain. Hal itu merupakan konsekuensi dari Konvensi Geneva.

Namun banyaknya campur tangan masyarakat internasional seringkali menimbulkan permasalahan baru karena menyangkut politik, ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan.

''Jadi ada konsekuensi jika menetapkan status bencana nasional. Sejak tsunami Aceh 2004 hingga saat ini belum ada bencana yang terjadi di Indonesia dinyatakan bencana nasional. Sebab bangsa Indonesia banyak belajar dari pengalaman penanganan tsunami Aceh,'' Sutopo menjelaskan.

Saat ini yang paling utama bukan peningkatan status, melainkan penanganan terhadap dampak Korban bencana. Sutopo menilai, potensi nasional masih mampu mengatasi penanganan darurat bahkan sampai rehabilitasi dan rekonstruksi pascabencana nanti.

''Tanpa ada status bencana nasional pun penanganan bencana saat ini skalanya sudah nasional. Pemerintah pusat terus mendampingi dan memperkuat pemerintah daerah,'' katanya.

Selain itu, BNPB juga siap mengucurkan dana untuk penanggulangan bencana sebesar Rp4 triliun. Dana tersebut diperkirakan masih kurang, mengingat kebutuhan rehabilitasi dan rekonstruksi pascagempa Lombok diperkirakan menelan dana Rp7 triliun. Namun pemerintah pusat siap menambahkan anggaran dengan dibahas bersama DPR terlebih dulu.

''Jadi tidak perlu berpolemik dengan status bencana nasional. Yang penting adalah penanganan dapat dilakukan secara cepat kepada masyarakat yang terdampak,'' ucap Sutopo.

Sebelumnya, Mendagri Tjahjo Kumolo menjelaskan, pertimbangan pertama, bila Pemda tidak berfungsi, dalam hal ini Provinsi masih berfungsi. Pemkab juga masih berfungsi.

''Kedua, bila tidak ada akses terhadap sumber daya nasional. Pemerintah telah mengerahkan sumber daya nasional melalui semua Kementerian dan Lembaga,'' kata Tjahjo dikonfirmasi terpisah.

Terakhir, bila ada regulasi atau peraturan dan perundangan yang menghambat pelaksanaan tanggap darurat.

''Kenyataannya semua regulasi mendukung. Kita juga punya regulasi kedaruratan. Contoh dana DSP (dana siap pakai) dan penggunaannya,'' tutup Tjahjo.***

Editor:hasan b
Sumber:merdeka.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/