Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
18 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
18 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
17 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
17 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
17 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
17 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah

Negara Kaya Minyak Ini Dilanda Krisis Ekonomi Sangat Parah, Harga Seekor Ayam 14,6 Juta Bolivar

Negara Kaya Minyak Ini Dilanda Krisis Ekonomi Sangat Parah, Harga Seekor Ayam 14,6 Juta Bolivar
Warga Venezuela krisis makanan. (detik.com)
Jum'at, 24 Agustus 2018 14:12 WIB
JAKARTA - Negara kaya minyak Venezuela mengalami krisis ekonomi sangat parah. Pemerintahnya tidak berdaya mengendalikan inflasi, hingga tingkat inflasi meroket mencapai 1.000 persen. Untuk bisa membeli seekor ayam, warganya harus membayar 14,6 juta bolivar.

Dikutip dari detik.com, memiliki cadangan minyak terbesar di dunia. Tetapi kekayaan inilah yang menjadi akar masalah ekonominya.

Keuntungan minyak Venezuela merupakan 95% dari pemasukan ekspor. Ini berarti ketika harga minyak tinggi, banyak uang yang mengalir ke pemasukan pemerintah Venezuela.

Ketika Presiden Hugo Chavez dari kelompok sosialis berkuasa, dari bulan Februari 1999 sampai meninggal dunia di bulan Maret 2013, dia menggunakan sebagian dana tersebut untuk membiayai sejumlah program sosial guna mengurangi ketidaksetaraan dan kemiskinan dengan murah hati.

Dua juta rumah didirikan lewat program pemerintah Misión Vivienda (Misi Perumahan), menurut angka resmi.

Tetapi ketika harga minyak anjlok pada tahun 2014, pemerintah tiba-tiba dihadapkan lubang besar pembiayaan dan harus memotong sejumlah program yang populer.

Banyak kebijakan lain yang diperkenalkan Hugo Chavez juga menjadi negatif.

Untuk membuat kebutuhan pokok terjangkau masyarakat miskin, pemerintah menetapkan harga barang dan jasa, mematok dana yang rakyat keluarkan untuk mendapatkan barang-barang seperti tepung, minyak goreng dan keperluan mandi.

Tetapi ini berarti banyak perusahaan tidak lagi meraup keuntungan saat memproduksi barang-barang ini, sehingga mereka bangkrut.

Hal ini, ditambah kelangkaan mata uang asing untuk mengimpor bahan kebutuhan pokok, menyebabkan kelangkaan.

Pemerintahan Chavez pada tahun 2003 memutuskan untuk mengendalikan pasar mata uang asing.

Sejak saat itu, warga Venezuala yang bermaksud menukar mata uang lokal, bolivar, dengan dolar harus mendaftar ke badan mata uang yang dijalankan pemerintah.

Hanya pihak-pihak yang dipandang memiliki alasan kuat untuk membeli dolar, misalnya untuk mengimpor barang, diizinkan untuk menukar bolivar mereka berdasarkan nilai tukar tetap yang ditentukan pemerintah.

Karena banyak warga Venezuela yang tidak dapat membeli dolar dengan bebas, pasar gelap berkembang dan inflasi meningkat.

Tidak Terkendali

Tingkat inflasi tahunan Venezuela saat ini adalah yang tertinggi di dunia dan sepertinya hal ini tidak akan berubah dalam waktu dekat.

Bank Sentral Venezuela tidak menerbitkan data statistik sejak tahun 2015, tetapi ahli ekonomi dari Johns Hopkins University, Steve Hanke memperkirakan angkanya melonjak sampai hampir 18.000% pada bulan April.

Inflasi tinggi didorong oleh kesediaan pemerintah mencetak uang tambahan dan kesiapannya untuk secara teratur meningkatkan upah minimum guna mendapatkan kembali dukungan warga miskin Venezuela.

Pemerintah juga semakin kesulitan mendapatkan pinjaman setelah kegagalan sejumlah obligasi.

Karena pemberi pinjaman semakin tidak menginginkan mengambil risiko menanam uang di Venezuela, pemerintah kembali mencetak uang, sehingga semakin menurunkan nilainya dan melonjakkan inflasi.

Harga minyak telah meningkat dan seharusnya menyuntikkan dana yang sangat diperlukan pemerintah.

Tetapi kurangnya penanaman modal prasarana umum berarti produksi pemerintah minyak negara PDVSA menurun, sehingga semakin sulit untuk bangkit.

Ditambah lagi ratusan ribu warga Venezuela meninggalkan negaranya, menimbulkan kelangkaan penduduk berkualitas dan masa depan menjadi tidaklah terlalu menggembirakan.

Menyebarnya tuduhan korupsi dan sikap tidak bersahabat pemerintah terhadap bisnis swasta juga mengasingkan calon penanam modal asing.

Sejumlah negara telah mengatakan mereka tidak akan mengakui pemerintahan baru, di antaranya Brasil, Kanada, Chile dan Panama.

Tetapi yang dapat benar-benar menghentikan langkah pemerintah Venezuela kemungkinan besar adalah sanksi Amerika Serikat terhadap industri minyak Venezuela.

AS menyatakan Pemilu Venezuela sebagai sebuah ''penipuan'', sehingga kemungkinan hal ini akan segera terjadi.***

Editor:hasan b
Sumber:detik.com
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/