Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
15 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
13 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
14 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
16 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
13 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
16 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris

Waketum PPP Nilai Pernyataan Ketum PSI Tolak Perda Syariah Berpotensi Memecah-belah dan Meresahkan

Waketum PPP Nilai Pernyataan Ketum PSI Tolak Perda Syariah Berpotensi Memecah-belah dan Meresahkan
Ketua Umum PSI Grace Natalie. (int)
Sabtu, 17 November 2018 07:58 WIB
JAKARTA - Beberapa hari lalu Ketua Umum (Ketum) Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace Natalie menyatakan, bila berhasil menduduki kursi legislatif, PSI akan menolak semua peraturan daerah (Perda) yang berdasarkan agama, baik Perda syariah maupun Injil. Menurut Grace, Perda agama berpotensi membuat Indonesia seperti Suriah.

Dikutip dari republika.co.id, Wakil Ketua Umum (Waketum) PPP M Arwani Thomafi menilai pernyataan Ketum PSI itu mencerminkan ketidaktahuannya tentang sejarah dan hukum di Indonesia.

Menurut Arwani, para pendiri bangsa sudah sepakat bahwa aturan di bawah Undang-Undang Dasar (UUD) NRI Tahun 1945 bisa mengatur atau mengadopsi hukum keagamaan. ''Adopsi hukum agama (syariah), baik pada tingkat UU maupun perda, sesungguhnya merupakan pencerminan negara hukum Pancasila yang dijiwai semangat Ketuhanan Yang Maha Esa,'' kata Arwani dalam keterangan tertulis di Jakarta, Jumat (16/11).

Menurut dia, sepanjang UU dan Perda itu dibentuk berdasarkan prosedur legislasi yang benar sesuai dengan aturan maka harus diterima sebagai bagian hukum nasional atau daerah. ''Bahkan, saat ini sebenarnya sudah banyak UU atau perda bernuansa agama yang sudah dinikmati masyarakat Indonesia,'' kata Arwani.

Ia mencontohkan pemberlakukan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang merupakan bentuk terbaik dari adopsi hukum agama syariah dalam hukum positif negara. Undang-Undang Perkawinan terbukti berjalan baik dan tetap dalam semangat NKRI. UU ini membuat perkawinan bisa dilakukan menurut agama masing-masing, kata Arwani.

''Sikap PSI ini menunjukkan ketidaktahuan terhadap sistem hukum nasional. Dalam titik ini, sikap politik PSI justru lebih ekstrem dibanding kebijakan politik hukum era kolonial yang dalam dinamikanya mengakui eksistensi hukum Islam di Indonesia,'' katanya.

Menurut Arwani, pernyataan politik PSI itu juga berpotensi memecah-belah serta menimbulkan keresahan di masyarakat. Bahkan, pernyataan itu bisa disebut ingin mencerabut akar Indonesia dari genetika negara berketuhanan. 

''PSI ahistoris dalam melihat sejarah berdirinya NKRI melalui rapat BPUPKI, PPKI, serta dinamika politik saat kemerdekaan,'' kata Arwani

Arwani menegaskan PPP selama ini menjadi partai yang memperjuangkan syariah secara konstitusional. Selain UU Perkawinan, PPP juga berada di garda terdepan pada lahirnya UU No. 7/1974 tentang Penertiban Perjudian, UU No. 38/1999 tentang Pengelolaan Zakat, UU No. 44/2008 tentang Pornografi, dan lainnya.***

Editor:hasan b
Sumber:republika
Kategori:Ragam
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/