Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
Olahraga
18 jam yang lalu
Hadiah Ramadan Milo Untuk Suporter Persis Solo
2
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
Olahraga
19 jam yang lalu
PSIS Tetap Optimistis Ke Championship Series
3
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
Olahraga
18 jam yang lalu
Indonesia Jadi Tuan Rumah Asia Road Race Championship 2025
4
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
Olahraga
17 jam yang lalu
PERBASI Gelar Seleknas untuk Bentuk Timnas Basket 5on5 Putri U-18 di Bali
5
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
Olahraga
18 jam yang lalu
Jordi, Elkan dan Yance Absen di Laga Lawan Vietnam
6
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan
Umum
15 jam yang lalu
Lala Widy Laris, Sebulan Penuh Main di Pesbukers Ramadan

Berdasarkan Data Grafik Kotak Hitam, Ini Penyebab Jatuhnya Lion Air JT 610

Berdasarkan Data Grafik Kotak Hitam, Ini Penyebab Jatuhnya Lion Air JT 610
Puing badan pesawat Lion Air JT 610. (tribunnews)
Jum'at, 23 November 2018 16:49 WIB
JAKARTA - Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menyimpulkan, penyebab jatuhnya pesawat Lion Air JT 610 yang jatuh di perairan Tanjung Karawang 29 Oktober lalu adalah hilangnya daya angkat dan terjadinya masalah pada penunjuk kecepatan antara kapten pilot dan kopilot.

Dikutip dari republika.co.id, kesimpulan itu berdasarkan data grafik dari kotak hitam atau blackbox flight data recorder (FDR) pesawat naas tersebut.

Kepala Subkomite Kecelakaan Penerbangan KNKT Nurcahyo Utomo mengatakan, saat pesawat Lion Air JT 610 mulai bergerak setelah lepas landas, terjadi perbedaan penunjukan kecepatan angle of attack (AoA) indikator milik kapten dan kopilot.

''Jadi, pada saat pesawat mulai bergerak, mulai terjadi perbedaan penunjukan kecepatan antara kapten dan kopilot. Angle of attack indikator sejak mulai dari pesawat bergerak sudah terlihat ada perbedaan antara kiri dan kanan, di mana indikator yang kanan lebih tinggi dari pada yang kiri,'' kata Nurcahyo dalam rapat kerja Komisi V DPR dengan Kementerian Perhubungan, Basarnas, dan jajaran lainnya di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (22/11).

Pesawat Lion Air JT 610 jatuh di perairan Karawang, Jawa Barat, Senin (29/10), setelah lepas landas dari Jakarta. Hingga saat ini, petugas masih mengidentifikasi 189 penumpang dan awak pesawat yang menjadi korban.

Menurut Nurcahyo, grafik dari FDR mencatat dan menunjukkan pesawat mengalami stall, yaitu keadaan pesawat yang kehilangan daya angkat sehingga tidak sanggup lagi melayang di udara mengakibatkannya jatuh dari ketinggian dan tidak terkendali.

Saat itu, kemudian stick shaker bekerja membuat sisi kemudi kapten pilot bergetar untuk mengingatkan pesawat akan stall atau kehilangan daya angkat.

''Saat menjelang terbang, di sini tercatat bahwa ada garis merah di sini yang menunjukkan pesawat mengalami stall atau stick shaker. Jadi, itu adalah kemudinya di sisi kapten mulai bergetar. Ini adalah indikasi yang menunjukkan pesawat akan alami stall atau kehilangan daya angkat,'' kata Nurcahyo.

Nurcahyo mengatakan, grafik pesawat saat itu tetap terbang, dengan sempat turun sedikit kemudian naik lagi. Saat itu, pesawat berada di ketinggian 5.000 kaki atau 1.524 meter. Akibat pembacaan AoA yang kacau tersebut, mekanisme stabilizer trim atau alat untuk menurunkan hidung pesawat itu secara otomatis bekerja.

''Kemungkinan disebabkan angle of attack di tempatnya kapten yang berwarna merah ini menunjukkan 20 derajat lebih tinggi dan kemudian memacu terjadinya stick shaker mengindikasikan ke pilot bahwa pesawat akan stall kemudian automatic system atau MCAS menggerakkan pesawat untuk turun,'' kata Nurcahyo.

Namun, pergerakan MCAS tersebut dilawan oleh pilot penerbangan berdasakan parameter yang tampak dari grafik, yakni trim down pesawat dilawan pilot dengan trim up pesawat. Hal ini di lakukan pilot hingga akhir penerbangan sebelum jatuh.

''Parameter yang tengah biru tengah ini menunjukkan berapa total trim yang terjadi, setelah trim down angkanya turun dilawan oleh pilotnya trim up, lalu kemudian kira-kira angkanya di angka lima sepertinya ini angka di mana beban kendala pilot nyaman di angka lima. Apabila angkanya makin kecil maka beban semakin berat,'' kata dia.

Dia mengatakan, tercatat dalam grafik, pada akhir-akhir penerbangan, automatic trim terus bertambah. Namun, trim yang dilawan pilot itu durasinya makin pendek. ''Akhirnya jumlah trim-nya makin lama mengecil dan beban di kemudi jadi berat, kemudian pesawat turun,'' ujar Nurcahyo.

Nurcahyo menyatakan, data grafik tidak menunjukkan adanya masalah dalam indikator masalah di penerbangan Lion Air JT-610. Dari data mesin yang diperoleh, hampir semua penunjuk mesin antara mesin kiri, dalam hal ini parameter berwarna biru, dan mesin kanan yang berwarna merah menunjukkan angka yang konsisten. ''Jadi, kami bisa simpulkan mesin tidak menjadi kendala dalam penerbangan ini,'' kata dia.

Nurcahyo mengatakan, hasil pembacaan blackbox FDR juga akan disampaikan ke publik pada 28 November mendatang. Sebab, sesuai dengan ketentuan, 30 hari setelah kejadian, laporan awal harus disampaikan.

Saat ini, KNKT masih terus mencari cockpit voice recorder (CVR) dari kotak hitam atau blackbox pesawat Lion Air JT-610. Ketua KNKT Soerjanto Tjahjono menyebut, CVR yang berisi komunikasi di ruang kokpit penting untuk menunjang data-data penyelidikan kecelakaan pesawat tersebut.

''Komunikasi dan suara-suara yang terjadi di dalam cukup penting menunjang data-data yang kami dapatkan di FDR maupun wawancara atau data-data dari ATC karenanya kami tetap berusaha menemukan CVR,'' ujar Soerjanto. Ia menilai data CVR juga menyangkut kredibilitas negara untuk mencegah kecelakaan kembali terjadi.***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Ragam
wwwwww