Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
20 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
20 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
22 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
21 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
23 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
20 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Penebar Berita Hoax, Bukan Hanya Media Alternatif, Yang 'Resmi' Juga Harus Disanksi

Penebar Berita Hoax, Bukan Hanya Media Alternatif, Yang Resmi Juga Harus Disanksi
Ilustrasi. (net)
Minggu, 01 Januari 2017 20:45 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Pakar Hukum Tata Negara, Margarito Kamis meminta Pemerintah dan Dewan Pers harus bertindak adil dalam memberikan sanksi terhadap media, termasuk yang disebut 'resmi', jika sebuah informasi atau berita disajikan tidak benar.

"Jangan ada kesan tebang pilih, sehingga media-media main stream tidak pernah dikenakan sanksi meskipun informasi atau berita yang disampaikan adalah bohong, fitnah dan sebagainya," kata Magarito kepada wartawan di Jakarta, Miggu (1/1/2016).

Pernyataan Margarito ini terkait rencana Pemerintah dan Dewan Pers ingin melakukan pemblokiran terhadap situs-situs atau media online yang dinilai mereka 'abal-abal'. Rencana ini tertuang setelah ada kesepakatan antara Pemerintah dan sejumlah Pemimpin Redaksi, beberapa waktu lalu.

Melanjutkan pernyataannya, menurut Margarito masyarakat sekarang sudah cerdas, terutama dalam menyaring informasi yang diterimanya. Apalagi, tidak semua berita yang disampaikan oleh media-media kelas atas sekalipun adalah berita benar sesuai fakta karena banyak juga berita dan inforamasi yang menyesatkan yang ditulis oleh media-media kelas atas itu.

"Kadang berita yang disajikan diplintir atau ditutupi oleh media-media yang kerap disebut media main stream ini. Masyarakat sekarang ini melihat dan memang sudah ditunjukkan oleh media-media yang dikatakan main stream sekalipun keberpihakannya pada pemerintah," ujarnya.

Karena itu, dia mengingatkan agar jangan sampai situs yang kerap mengkritik pemerintah ditutup hanya karena sikapnya. Sanksi penutupan terhadap situs atau media harus diberikan secara adil baik yang main stream atau yang dikatakan pemerintah 'abal-abal', kalau informasi yang diberikan adalah mengadu domba.

"Bisa saja media-media yang dikatakan abal-abal ini memang diciptakan untuk menyerang lawan politik, tapi cara ini kan digunakan oleh kedua belah pihak untuk saling serang. Selama mereka menyerang dengan informasi yang benar yah sah, tapi kalau tidak benar maka mau dipihak mana tetap harus ditindak," imbuhnya lagi.

Margarito pun menyarankan kepada pemilik situs inforamsi dan berita yang tidak masuk dalam kategori media resmi dan justru dikategorikan media 'abal-abal' untuk mengajukan tuntutan ke pengadilan secara bersama-sama jika situs mereka ditutup sepihak tanpa ada keputusan pengadilan.

"Penutupan sepihak oleh pemerintah hanya karena tidak terdaftar di Dewan Pers adalah salah. Selama kontentnya tidak mengadung unsur SARA, adu domba atau hal-hal lain yang diatur dalam UU, mereka tetap boleh beroperasi. Begitu juga sebaliknya, jika media resmi membuat berbagai hal yang melanggar UU, maka tetap harus dikenakan sanksi," tandasnya. ***

Sumber:beritabuana.co
Kategori:GoNews Group, Umum, Peristiwa, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/