Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
20 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
20 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
21 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
21 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
5
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
22 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
20 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  GoNews Group
Jelang Pertarungan Menuju DKI 1

Survei Terbaru LSI Januari 2017, Denny JA: Akankah Anies Baswedan Tersingkir di Putaran Pertama?

Survei Terbaru LSI Januari 2017, Denny JA: Akankah Anies Baswedan Tersingkir di Putaran Pertama?
Ilustrasi.
Selasa, 17 Januari 2017 18:46 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Berita mendung untuk kubu Anies. Jika pilkada hari ini, data menunjukkan pasangan Anies Baswedan-Sandiaga Uno tersingkir di putaran pertama. Sejak tengah November 2016, enam kali survei oleh enam lembaga menunjukkan hasil yang konsisten. Anies selalu di nomor buncit.

Kini kurang sebulan hari pencoblosan, Anies bukan saja tetap nomor buncit. Namun selisih dukungannya dibanding Ahok, apalagi Agus, semakin jauh. Selisih Anies sudah double digit, di atas 10 persen. Pasangan Anies di angka 21.4 persen. Pasangan Ahok di angka 32.6 persen. Pasangan Agus di angka 36.7 persen.

Dibandingkan Ahok, Anies tertinggal 11,2 persen. Dibandingkan Agus, Anies tertinggal 15,7 persen. Yang belum menentukan pilihan sebanyak 9,3 persen. Seandainyapun seluruh suara yang belum menentukan pilihan diambil Anies, ia masih tak bisa mengejar ketertinggalannya dari Ahok, apalagi Agus.

Demikianlah ISU PERTAMA kesimpulan survei terbaru dari TIGA ISU penting Lingkaran Survei Indonesia (LSI DENNY JA). Survei dilakukan pada tanggal 5-11 Januari 2017 di Jakarta.

Survei berdasarkan tatap muka dengan 880 responden. Responden dipilih melalui metode multistage random sampling. Margin of Error survei ini plus minus 3.4%. Survei ini dibiayai dengan dana sendiri, dan dilengkapi pula dengan kualitatif riset (FDG/focus group discussion, media analisis, dan indepth interview).

Apa yang salah? Inilah pertanyaan yang didiskusikan team LSI secara intens tentang pasangan Anies Baswedan. Kapabilitas intelektual Anies dan Sandi cukup meyakinkan. Mereka cukup disukai. Banyak program yang bagus.

Prilaku pemilih memiliki hukumnya sendiri. Dari data yang ada setidaknya bisa diidentifikasi tiga penyebab tersingkirnya Anies di putaran pertama jika pilkada hari ini. Sekali lagi dengan catatan: jika pilkada hari ini, di hari survei dilakukan.

Pertama, blunder elektoral. Survei LSI Denny JA dari bulan Oktober hingga Desember menunjukan salah satu basis segmen pemilih pasangan Anies-Sandi pemilih berpendidikan tinggi dan kelas ekonomi menengah atas.

Mereka segmen yang memang sesuai dengan karater dan rekor Anies ataupun Uno sendiri. Yaitu segmen pemilih yang modern, moderat dalam pandangan agama, berwawasan global. Anies dan Uno dalam sepuluh tahun terakhir menunjukkan orientasi, filsafat hidup dan prilaku yang memang sejalan dengan segmen pemilih ini.

Namun Survei LSI Denny JA pada Januari 2017 menunjukan ada penurunan suara pasangan Anies-Sandi justru di segmen pemilih ini. Anies dan Sandi justru menurun di mata pemilih originalnya.

Di segmen berpendidikan tinggi (mereka yang pernah kuliah/diatasnya), pada Desember 2016, dukungan Anies-Sandi mencapai 23.10 %. Pada Januari 2017 turun menjadi 20.32 %. Begitupun pada pemilih kelas ekonomi menengah atas (mereka yang pendapatan rumah tangga sebulan 3.5 juta- ke atas), terjadi penurunan suara pasangan Anies-Sandi. Pada Desember 2016, dukungannya sebesar 26.80 %. Pada Januari 2017, dukungannya turun menjadi 22.91 %.

Turunnnya suara pasangan Anies-Sandi di segmen ini salah satunya disebabkan karena manuver Anies Baswedan sebulan terakhir. Dipahami selaku tokoh bangsa, dan ingin menambah dukungan, Anies bisa berkunjung pada siapa saja. Yang Anies tidak perhitungkan, atau salah perhitungan, manuver itu justru menyebabkan lebih banyak penggemarnya yang pergi darinya, ketimbang penggemar baru yang datang padanya.

Anies berkunjung ke benteng FPI (Habib Rizieq). Habib Riziq figur yang populer di kalangan bawah namun tidak disukai di kalangan kelas menengah kota dan muslim moderat.

Bukan semata kunjungan itu yang bermasalah. Tapi ditambah pidato Anies sendiri. Ia menceritakan berhasil memadamkan "api" di Paramadina ketika menjadi rektor. Ia mengungkapkan dengan penuh kebanggaan dan itu dianggap sebuah pencapaian.

Tak ada masalah dengan persepsi Anies itu. Tapi jelaslah bagi kaum menengah kota, Muslim moderat, dengan pernyataan itu, mereka merasakan Anies ternyata bukan bagian mereka. Apa yang mereka anggap sebagai sikap keagamaan yang moderat ternyata oleh Anies dianggap sebagai api dan dengan bangga ia padamkan.

Aha!! kini terbuka siapa Anies sebenarnya. Itulah kira- kira respon publik dari penggemar original Anies. Video, meme, olok-olok meluas di social media. Ada meme misalnya, menggambarkan Anies membuka topengnya dan nampak Anies dengan jenggot panjang khas ulama konservatif asal Timur Tengah.

Tentu tak ada yang salah dengan sikap agama yang konservatif ataupun moderat. Itu masalah interpretasi internal dan kebebasan kaum muslim sendiri. Namun jelas dua sikap agama itu memilki segmennya sendiri. Dalam banyak kasus mereka tidak harmoni.

Mereka bersifat Trade Off seringkali. Manuver ingin mendapatkan simpati dari pemilih yang konservatif beresiko kehilangan pemilih yang moderat. Begitu pula sebaliknya.

Problemnya, umumnya pemilih konservatif sudah mengenal Anies secara lama sebagai rektor Paramadina. Iapun dikenal sebagai intelektual moderat, dengan gagasan tenun keberagaman dan kebangsaan. Dulu mereka anti Anies sebagaimana mereka anti Paramadina, dan anti Nurcholish Madjid.

Bagi pemilih Muslim konservatif, mereka masih membutuhkan waktu untuk percaya Anies ternyata kini bagian dari mereka. Untuk memberi dukungannya kepada Anies tak semudah itu. Apalagi ini menyangkut masalah agama, iman, dan emosi terdalam.

Sementara bagi pemilih moderat, cukup menonton sekali saja video pidato Anies itu, segera mereka balik badan. Tak hanya balik badan. Celakanya merekapun menyerang karena merasa dikhianati.

Untuk mudahnya kita sebut ini blunder elektoral. Blunder di sini tak berarti manuver Anies ke benteng FPI dan pidato yang menyerang "api" di Paramadina itu salah. Blunder di sini hanya dari sisi elektoral. Ini kalkulasi matematika semata: dukungan lama yang meninggakan Anies lebih banyak dibandingkan dukungan baru yang datang.

Penyebab kedua, Anies punya problem marketing. Tak ada program unggulan yang dikampanyekan secara massif dan segmented. Program unggulan Anies-Sandi kurang terdengar oleh pemilih secara luas. Hanya terdengar di kalangan segelintir pemilih saja.

Jika dibaca mendalam, dan diteliti, memang banyak sekali program kerja yang bagus , yang disiapkan dan disosialisasikan oleh pasangan Anies-Sandi. Programnya untuk menjawab dua isu penting sangat logis; harga sembako mahal dan pengangguran. Programnya soal KJP plus, KJS plus, terasa melampaui program Ahok secara konseptual.

Namun program kerja yang begitu bagus dan banyak tidak berbuah "efek elektoral" yang signifikan.

Sementara Agus-Sylvi marketingnya sangat segmented dan fokus. Sejak awal Agus fokus menyasar pemilih kelas menengah bawah yang memang paling besar populasi pemilihnya. Program Agus-Sylvi soal bantuan tunai sementara, program bantuan 1 Milyar/RW dan program bantuan dana bergulir mampu menarik perhatian kelas menengah bawah. Program ini memang menjadi kontroversi dan dinilai negatif oleh kelas menengah atas, namun sebaliknya disukai oleh pemilih kelas menengah bawah.

Pola kampanye Agus juga populer dengan istilah yang kini menjadi kosa kata baru politik: gerilya lapangan. Lompat dari panggung juga menjadi atraksi original Agus di era kampanye. Aneka hal di atas memang cocok dengan selera dan cara berpikir pemilih kalangan menengah bawah.

Ahok-Djarot secara marketing juga berhasil. Programnya mudah menarik simpati pemilih karena sudah berjalan dan dirasakan langsung manfaatnya oleh publik ketika Ahok menjabat gubernur. Mayoritas publik puas dengan kinerjanya.

Di kalangan pemilih menengah bawah pemilih Ahok memang berhasil dikikis oleh marketing Agus. Tapi Ahok masih jaya di kalangan pemilih menengah atas yang belum berhasil direbut kubu Agus.

Marketing yang massif dan segmented agaknya menjadi problem utama Anies. Ini disamping masalah strategi juga masalah logistik. Apakah logistik Anies yang paling kurang? Atau semata strateginya yang kurang tajam? Team Anies yang paling tahu.

Penyebab ketiga, pasangan Anies-Sandi kalah daya tarik. Di segmen menengah atas, Anies-Sandi kalah daya tarik dibanding pasangan Ahok-Djarot. Sementara di segmen menengah bawah, Anies-Sandi kalah daya tarik dibanding pasangan Agus-Sylvi.

Problem pemenang kompetisi kadang bukan hanya pada sang kandidat. Tapi juga terletak pada persaingannya dengan kandidat lain.

Ini ibarat sepakbola. Luis Suarez seorang pemain komplit yang seharusnya layak menerima piala Ballon D'or. Salahnya Suarez, ia hidup di era Messi dan Ronaldo. Dua pemain itu yang membuat Suarez tak kunjung mendapatkan Ballon D'or. Dalam sembilan tahun terakhir, hanya Messi dan Ronaldo saja yang bergantian mendapatkan piala itu.

Hal yang sama terjadi dengan Anies. Upayanya di kelas menengah atas sudah oke. Tapi ia kalah oke dengan Ahok di segmen itu. Upaya Anies di kalangan menengah bawah juga sudah oke. Tapi ia kalah oke dibandingkan Agus di segmen itu.

Dari breakdown dukungan per segmen menunjukan elektabilitas Anies-Sandi kalah dibandingkan pasangan Ahok Djarot di pemilih berpendidikan atas dan pemilih ekonomi mapan. Sementara di pemilih berpendidikan rendah (hanya tamat SLTA atau dibawahnya) dan pemilih wong cilik (pendapatan rumah tangga dibawah 3.5 juta/sebulan), pasangan Anies-Sandi kalah dari pasangan Agus-Sylvi bahkan kalah juga dari pasangan Ahok-Djarot.

Mungkinkah pasangan Anies mengejar ketertinggalannya agar ia yang masuk putaran kedua? Lalu Anies menyingkirkan Ahok atau Agus?

Dalam politik ada pameo: kecuali mengubah lelaki menjadi pria atau mengubah pria menjadi lelaki, politik bisa mengubah apa saja.

Problemnya waktu kurang dari sebulan. Di samping itu, apakah kubu Anies memiliki sumber logistik yang berlipat untuk marketing yang lebih massif dalam waktu singkat? Hanya mengambil suara mereka yang belum memutuskan pilihan bahkan tak cukup untuk mengejar selisih ketertinggalannya.

Anies bisa lolos jika ia berhasil membuat pemilih pindah dari pendukung Ahok menjadi pendukungnya. Atau ia mampu membuat pemilih pindah dari pendukung Agus menjadi pendukungnya.

Sementara Agus dan Ahok bukan saja sama militan menjaga pendukungnya. Mereka bahkan dapat mengambil pendukung Anies pula di sisa waktu.

LSI Denny JA akan kembali melakukan survei di awal Febuari 2017 dan H-7. Kita akan lihat apakah ketertinggalan Anies berkurang bahkan melampaui calon lain. Atau justru ia semakin tertinggal, dan menjadi penonton di putaran kedua. (rls)

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/