Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
Umum
21 jam yang lalu
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
2
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
Olahraga
20 jam yang lalu
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
3
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film "That '90s Show" Season 2
Umum
22 jam yang lalu
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film That 90s Show Season 2
4
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
Umum
21 jam yang lalu
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
5
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
Pemerintahan
21 jam yang lalu
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
6
Ditanya Lebih Bangga Indonesia atau Korsel Yang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris, Ini Jawaban Shin Tae-yong
Olahraga
18 jam yang lalu
Ditanya Lebih Bangga Indonesia atau Korsel Yang Lolos ke Olimpiade 2024 Paris, Ini Jawaban Shin Tae-yong
Home  /  Berita  /  Lingkungan

Rasulullah SAW Ditegur Allah karena Shalatkan Jenazah Orang Munafik

Rasulullah SAW Ditegur Allah karena Shalatkan Jenazah Orang Munafik
Spanduk menolak shalatkan jenazah pendukung penista agama. (republika.co.id)
Senin, 13 Maret 2017 19:25 WIB
JAKARTA - Munculnya sejumlah spanduk yang berisi penolakan menshalatkan jenazah pendukung penista agama, di beberapa tempat di Jakarta, telah menimbulkan beragam tanggapan.

Para pendukung diterbitkannya imbauan tersebut beralasan bahwa pemilih pemimpin non-Muslim memiliki sifat munafik. Sesuai dengan firman Allah SWT dalam QS at-Taubah ayat ke-84 yang berbunyi, ''Dan, janganlah engkau (Muhammad) melaksanakan shalat untuk seseorang yang mati di antara mereka (orang-orang munafik), selama-lamanya dan janganlah engkau berdiri (mendoakan) di atas kuburnya. Sesungguhnya mereka ingkar kepada Allah dan Rasul-Nya dan mereka mati dalam keadaan fasik.''

Turunnya ayat ini merupakan teguran kepada Rasulullah SAW yang menshalatkan Abdullah bin Ubay bin Salul, salah satu tokoh munafik terkemuka di Madinah.

Imam Ibnu Katsir menukil dari Hadis Riwayat Imam Bukhari. Pada saat matinya Abdullah bin Ubay bin Salul, anak Abdullah yang juga bernama Abdullah menghadap kepada Rasulullah SAW. Dia meminta agar Nabi memberikan gamis nabi untuk dijadikan kain kafan ayahnya. 

Kemudian, Abdullah meminta kepada Rasulullah untuk menshalatkan jenazah ayahnya. Rasulullah pun bangkit untuk menshalatkannya. Namun, Umar bangkit seraya menarik baju Nabi untuk melarang beliau menshalatkannya. Rasulullah SAW pun bersabda: ''Sesungguhnya Allah hanya memberiku pilihan. Dia telah berfirman: Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak kamu mohonkan ampun bagi mereka (adalah sama saja). Kendati kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Allah sekali-kali tidak akan memberi ampun kepada mereka. Dan, aku akan melakukannya lebih dari tujuh puluh kali.''

Umar pun berkata kepada Nabi, ''Dia orang munafik.'' Namun, Rasulullah tetap menshalatkannya. Kemudian turunlah ayat yang berisi larangan untuk menshalatkan orang munafik tersebut. Ayat itu sekaligus teguran terhadap Rasulullah SAW.

Ketua Dewan Pakar Masjid Al Ihsan Ustaz Adi Hidayat menjelaskan, usai turunnya ayat itu, Nabi tidak pernah lagi menshalatkan orang-orang yang terindikasi memiliki karakteristik seperti Abdullah bin Ubay bin Salul.

Hanya, ujar Ustaz Adi, Nabi akan mengonfirmasi terlebih dahulu sebelum bersikap demikian. Bagaimana keadaan dan sikap orang tersebut kepada Islam hingga akhir hayatnya. Jika sudah dipastikan munafik, Nabi tidak menshalatkannya.

''Tapi, perhatikan bagaimana Nabi menolak untuk menyalatkan. Silakan keluarga atau temannya yang menyalatkan. Saya tidak menyalatkan,'' ujar Ustaz Adi saat berbincang dengan Republika di Bekasi, belum lama ini.

Melihat dari praktik yang Nabi perbuat, pendiri Quran and Sunnah Solution ini sembari menukil dari pendapat Imam Ibnu Katsir menjelaskan, hukum tidak menshalatkan orang munafik merupakan hukum umum. Tidak hanya sebatas kepada Abdullah bin Ubay bin Salul.

Hukum ini dikenakan bagi orang yang terindikasi betul bahwa meski Muslim, dia menentang ajaran Islam. Itu pun diketahui oleh kaumnya. Bukan hanya tidak boleh dishalatkan, kuburannya pun tak boleh didoakan.

Merujuk pada kisah Abdullah bin Ubay bin Salul, dia merupakan orang yang paling dekat shalat dengan Nabi. Akan tetapi, ketika shalat sudah selesai, dia kembali mencela Nabi. Dia juga pernah membuat masjid tandingan atau masjid dhirar untuk menyaingi masjid nabi. Dia pun memprovokasi pasukan Muslim untuk meninggalkan medan laga saat terjadi Perang Uhud. 

Ustaz Adi melanjutkan, hukum larangan menshalatkan juga hanya dikenakan kepada orang yang benar-benar mengetahui bahwa jenazah tersebut pun memang munafik.

Untuk orang yang tidak tahu maka tidak dikenakan hukum tersebut. Ini merujuk saat Nabi menolak menshalatkan jenazah orang munafik sambil mempersilakan teman dan keluarganya yang menshalatkan. Artinya, kata Ustaz Adi, shalat jenazah masih terbuka buat orang yang tidak mengetahui kemunafikan jenazah hingga akhir hayatnya.

Syarat lainnya adalah sifat munafiknya dibawa sampai meninggal dunia. Jangan tiba-tiba masyarakat enggan menshalatkan jenazah yang di masa hidupnya menentang Islam padahal di akhir hidupnya dia bertaubat kepada Allah SWT.

Kehati-hatian ini ditunjukkan Umar bin Khattab manakala hendak menyalatkan jenazah. Umar baru berani menyalatkan jenazah seseorang jika dia melihat Hudzaifah al Yamani menshalatkan jenazah itu. Hudzaifah dikenal memiliki ketajaman pengetahuan untuk mengetahui apakah seseorang itu munafik atau tidak. ''Kalau Hudzaifah tidak menshalatkan, baru Umar tidak berani.''

Ustaz Adi pun mencontohkan saat Ir Sukarno wafat pada 21 Juni 1970.  Ketika itu, Buya Hamka yang notabene pernah dipenjara saat rezim Bung Karno, ikhlas menshalatkan jenazah proklamator itu.  Padahal, Bung Karno dikenal represif terhadap aktivis Islam pada masa itu. Meski demikian, Buya Hamka tak ragu menjadi imam jenazah presiden pertama. Menurut Ustaz Adi, ini menjadi indikasi bahwa kemungkinan Buya Hamka melihat Bung Karno sudah bertaubat. 

Kemudian, Ustaz Adi berpendapat hukum ini tidak berlaku bagi orang awam. Dia mencontohkan bagi Muslim yang memilih pemimpin non-Muslim yang menggunakan suaranya karena faktor uang dan tidak mengetahui isi ayat tersebut maka hukum fikih ini tidak berlaku. ''Mungkin arti munafik saja dia tidak tahu,'' kata Ustaz Adi. 

Meski demikian, Ustaz Adi memberi catatan bahwa ada pendekatan  selain fikih ibadah yang dijelaskan di atas. Ustaz lulusan Libia ini menjelaskan, fikih dakwah dijadikan pendekatan preventif untuk memandang suatu masalah. 

Sementara itu, Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Zainut Tauhid Sa'adi mengatakan, wajib bagi orang Islam untuk menyalatkan Muslim yang meninggal meski yang bersangkutan dituduh munafik. "Kita tidak boleh menghukumi seseorang itu munafik atau kafir, yang berhak hanya Allah SWT," kata Zainut. Menurut Zainut, pengurusan jenazah seorang Muslim hukumnya fardhu kifayah. Umat Islam pun bekewajiban memandikan, mengafani, menyalatkan dan menguburkan bagi seorang jenazah Muslim.

Fardhu kifayah, kata dia, bermakna jika tidak ada seorang pun yang melaksanakannya maka semua orang yang mukim atau bertempat tinggal di daerah tersebut berdosa. Menurut dia, sahabat Nabi Muhammad SAW, yaitu Umar bin Khattab RA pernah berkata, ''Dulu ketika Rasulullah masih hidup, untuk menilai apakah orang itu munafik atau tidak itu dijawab dengan turunnya wahyu Allah. Tetapi, setelah Rasulullah wafat maka untuk menghukumi seseorang itu beriman atau tidak, hanya bisa dilihat dari yang tampak lahirnya bukan batinnya.''

Sabda itu, menurut Zainut, menunjukkan tidak bolehnya memvonis keyakinan dan kepercayaan orang lain sepanjang orang tersebut masih memperlihatkan keIslamannya. MUI, kata dia, mengimbau kepada semua umat Islam agar bersikap proporsional. Dia pun mengimbau agar umat Islam harus tetap menjaga persaudaraan.***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:Lingkungan, Umum, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/