Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Usai Operasi Cedera Lutut, Dua Pemain PSIS Jalani Fisioterapis
Olahraga
23 jam yang lalu
Usai Operasi Cedera Lutut, Dua Pemain PSIS Jalani Fisioterapis
2
Alfredo Vera Optimistis Akan Adaptasi Dengan Cepat
Olahraga
24 jam yang lalu
Alfredo Vera Optimistis Akan Adaptasi Dengan Cepat
3
Jelang Lawan Bhayangkara FC, Persib Terkendala Pemain Sakit dan Cedera
Olahraga
24 jam yang lalu
Jelang Lawan Bhayangkara FC, Persib Terkendala Pemain Sakit dan Cedera
4
PSS Sleman Siapkan Kejutan Untuk Laga Lawan Madura United
Olahraga
23 jam yang lalu
PSS Sleman Siapkan Kejutan Untuk Laga Lawan Madura United
5
Teco Jaga Konsistensi Fisik Pemain
Olahraga
24 jam yang lalu
Teco Jaga Konsistensi Fisik Pemain
6
Adelia Pasha Kemalingan di Paris, Tas Istri Pasha Ungu itu Raib
Umum
18 jam yang lalu
Adelia Pasha Kemalingan di Paris, Tas Istri Pasha Ungu itu Raib
Home  /  Berita  /  GoNews Group

DPR Dukung Revisi UU No 5 Tahun 1999 soal Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat

DPR Dukung Revisi UU No 5 Tahun 1999 soal Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat
Acara Diskusi mingguan Press Room DPR. (Muslikhin/GoNews.co)
Selasa, 18 April 2017 20:35 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi VI DPR RI Fraksi Demokrat, Azam Asman Natawijaya mendukung revisi UU No.5 tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat (LPMPUTS).

Azam beralasan, karena UU ini sudah tidak memadai lagi untuk mengantisipasi persaingan usaha kini dan mendatang. Karena itu UU itu harus direvisi dan disempurnakan sesuai dengan tantangan usaha global.

Hal ini disampaikan Azam Asman Natawijaya dalam dialog parlemen dengan tema "Maslahat RUU Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat" bersama pakar ekonomi politik Ichsanuddin Noorsy di Gedung Press Room DPR RI Jakarta, Selasa (18/4/2017).

 "Tantangan persaingan usaha saat ini sulit dijangkau dan bahkan makin canggih, maka UU ini harus segera disempurnakan. Baik untuk nasional, regional maupun menghadapi tantangan global. Komisi VI DPR sudah menyusun revisi tersebut, dan karenanya perlu masukan dari masyarakat termasuk para ekonom, hukum, akademisi, pelaku usaha, dan lain-lain," ujar Azam.

Menurut UU LPMPUTS ini, tidak mengatur masalah persaingan usaha sampai ke hulu dan juga tidak mengatur proses usaha itu sendiri. Seperti kekayaan negara yang strategis yang harus dikuasai oleh negara itu tidak dijelaskan secara rinci dan detil.

"Jadi, harus ada keputusan besar untuk payung hukum masalah hulu dan hilir usaha ini," tambahnya.

Komisi Pengawasa Persaingan Usaha (KPPU) kata Azam juga menjadi lembaga pendidikan yang baik bagi anggotanya, sehingga ke depan DPR RI mendorong agar KPPU menjadi lembaga negara yang profesional, kuat, dan independen. "Kita ingin KPPU menjadi lembaga yang kuat, profesional dan independen untuk mendukung LPMPUTS,” pungkasnya.

Selain Azam, menurut narasumber lainnya yakni Noorsy, sejak era Soeharto sampai sekarang belum ada pemerintahan yang konsisten menjalankan Pasal 33, khususnya ayat  (4) dimana "Perekonomian nasional diselenggarakan berdasar atas demokrasi ekonomi dengan prinsip kebersamaan, efisiensi berkeadilan, berkelanjutan, berwawasan lingkungan, kemandirian, serta dengan menjaga keseimbangan kemajuan dan kesatuan ekonomi nasional'.

"Jadi, sejak pemrintahan Soeharto sampai sekarang tidak ada pemerintahan yang konsisten menjalankan Pasal 33 UUD NRI 1945 ini. KPPU pun bingungan karena yang ada masalah narkoba dan pertahanan keamanan," jelas Noorsy.

Bahkan kata Noorsy, masalah hajat hidup orang banyak tersebut diputuskan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Anehnya, UU itu juga menyinggung masalah geopolitik. Padahal, untuk Indomie saja dari tepung gandum, terigu, olahan, distrubusi dan outlet sudah dikuasai oleh satu perusahaan. "Ini pun disebut alami, sementara semua kebutuhannya tergantung pada Amerika Serikat dan Italia," tukasnya.

Indonesia menurut Noorsy, juga sudah tergantung jasa impor maupun ekspor Singapura. Kasus ini terbongkar setelah pemerintahan Jokowi – JK menerapkan tax amnesty (pengampunan pajak) di mana Indonesia tidak bisa berkutik dengan pajak-pajak warga Indoensia yang ada di Malaysia. "Indonesia tidak berkutik. Mau apa?” ungkapnya kecewa.

Karena itu UU persaingan usaha tidak sehat ini harus meliputi nasional, regional da global. Belum lagi bicara sumber daya manusia (SDM), IT, e-commerse. Maka kata Noorsy, ke depan bagaimana UU ini bisa mengantisipasi persaingan usaha di bidang teknologi. Baik otomatif, penerbangan, dan lain-lain. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77