Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
21 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
21 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
22 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
23 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
22 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
21 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  Umum

Marconi, Lahirkan Bayi Orangutan Jantan Secara Alami di Aceh Besar

Marconi, Lahirkan Bayi Orangutan Jantan Secara Alami di Aceh Besar
Marconi, orangutan betina yang melahirkan bayi orangutan jantan di Jantho, Aceh Besar. [Ist]
Kamis, 14 September 2017 08:31 WIB
Penulis: Hafiz Erzansyah
BANDA ACEH - Setelah hampir 7 tahun program reintroduksi orangutan berjalan di Cagar Alam Jantho, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, baru-baru ini menemukan kasus pertama adanya bayi orangutan sumatra lahir secara alami dari induknya.

Program ini dilaksanakan oleh Program Konservasi Orangutan Sumatra (SOCP) bersama Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Aceh serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK).
 
Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo saat dikonfirmasi mengatakan, pada 11 September 2017 kemarin, tim SOCP beserta BKSDA Aceh menemukan orangutan betina yang direintroduksi bernama Marconi yang berusia 12 hingga 16 tahun dengan seekor bayi jantan baru, yang kemungkinan berusia sekitar 6 hingga 8 bulan. 

"Induk dan bayi terlihat sangat sehat. Marconi sangat perhatian dan protektif terhadap anaknya yang kita beri nama Masen, nama ini diberikan untuk mengingatkan tanah kelahirannya, di wilayah Ulu Masen, Jantho, Aceh Besar," ujar Sapto Rabu (13/9/2017) sore.
 
Ia menjelaskan, penting memantau dan memiliki indikator keberhasilan dalam program reintroduksi satwa untuk mencapai tujuan dalam membangun populasi satwa liar baru. Salah satu indikator yang tidak terbantahkan adalah adanya kelahiran alami di antara satwa yang direintroduksi kembali, yang mana hal tersebut menandakan bahwa habitatnya sesuai untuk populasi reintroduksi yang baru.
 
"Disamping penting sebagai indikator keberhasilan reintroduksi, cerita Marconi yang saat ini telah melahirkan bayi pertamanya dengan sukses juga menyoroti permasalahan dan kesuksesan terkait dengan konservasi orangutan di Indonesia," katanya.
 
Marconi tiba di Fasilitas Karantina Batumbelin, Sibolangit, Sumatera Utara pada bulan Desember 2009 lalu, yang merupakan hasil sitaan dari aparat negara di Alue Bilie, Nagan Raya. Nagan Raya, ungkap Sapto, dulunya merupakan wilayah dengan populasi orangutan yang tinggi dan berkembang. Namun karena laju konversi hutan yang menjadi habitat orangutan, wilayah tersebut telah menjadi salah satu wilayah dengan populasi orangutan Sumatera yang paling terancam. 
 
"Meskipun dilarang di bawah hukum di Indonesia untuk menyakiti, menangkap atau menyimpan spesies satwa yang dilindungi seperti orangutan, namun masih terdapat kasus menangkap dan menyimpan orangutan dan bahkan menjadikannya komoditas perdagangan hingga saat ini. Penegakan hukum terhadap kasus-kasus seperti itu masih memerlukan perhatian serius. Perlu diketahui, hanya terdapat total 7 kasus pengadilan dari 1993-2016 terhadap pemilikan orangutan ilegal," jelasnya.
 
Saat tiba di Batumbelin, ‎Marconi masih berusia sangat muda yang diperkirakan usianya antara 4 hingga 8 tahun. Marconi harus tetap berada di fasilitas karantina sampai tumbuh sedikit lebih dewasa dan belajar keterampilan yang diperlukan untuk dapat hidup mandiri di alam. 

"Orangutan berkembang sangat lambat dan memerlukan sejumlah besar bimbingan dan dukungan sebelum akhirnya siap untuk hidup sendiri, sekitar usia 10 tahun. Sayangnya, sebagian besar penyitaan adalah orangutan balita yang lebih mudah untuk diatur dan memiliki faktor 'kelucuan' ??tertentu yang menjadi sangat menarik dalam perdagangan satwa ilegal," katanya lagi.

Hal tersebut, sambungnya, akan berarti terdapat sejumlah orangutan yang akan hidup liar sendirian karena telah dipisahkan dari induk mereka sejak dini, sehingga tidak ada waktu untuk belajar dari induk yang kemungkinan besar terbunuh dalam proses pengambilan bayi untuk dijadikan sebagai satwa peliharaan atau perdagangan.

"Marconi menghabiskan hampir 2 tahun di Batumbelin sebelum pindah ke Stasiun Reintroduksi Orangutan di Jantho. Selama masa ini, dia belajar keterampilan yang biasanya diajarkan ibunya dari tim SOCP, termasuk makanan apa yang dapat dimakan dan bagaimana membuat sarang untuk tidur yang aman," ungkap Sapto.
 
Setelah melewati semua persyaratan yang diperlukan, Marconi akhirnya diperkenalkan kembali di Jantho pada bulan Agustus 2011 lalu. Sayangnya, Marconi sempat terjatuh setelah dilepaskan ke rumah hutan barunya dan terpaksa harus dibawa kembali ke karantina untuk operasi di lengan atasnya. Lengan Marconi berhasil dioperasi dan terdapat sebuah disc yang dimasukkan untuk membantu penyembuhan tulang. Setelah 8 bulan, ia pulih dan akhirnya dilepasliarkan kembali ke Jantho.
 
"Kedatangan keduanya selama Mei 2012 lalu, jauh lebih sukses daripada yang pertama dan dapat segera menyesuaikan diri dengan rumah barunya. Selama tiga tahun berikutnya, Marconi diikuti oleh tim pemantau pasca pelepasliaran dari SOCP yang menilai kemajuan reintroduksinya, termasuk mencatat perilaku dan kondisinya untuk memastikan bahwa dia dapat beradaptasi dengan baik. Hal tersebut sangat sulit dan memakan waktu, tetapi sangat penting bagi orangutan yang baru dirilis," tuturnya.
 
Seperti halnya dengan kasus reintroduksi yang sukses, yakni saat individu satwa mulai merasa aman dan menyebar ke seluruh kawasan dan membentuk rentang rumah baru, Marconi mulai terlihat semakin menuju ke arah tersebut dan sebelumnya terakhir terpantau pada bulan September 2015 lalu. 
 
"Sama halnya dengan orangutan liar murni di situs pemantauan dan penelitian jangka panjang dalam banyak kasus orangutan akan muncul secara berkala, sehingga tim pemantau SOCP dapat mengevaluasi kembali kondisinya. Dalam kasus ini, Marconi muncul lagi setelah lebih dari dua tahun dan melahirkan bayi baru," ucap Kepala BKSDA Aceh.
 
Dengan kesuksesan yang luar biasa, Marconi dan kisah bayinya yang baru menyoroti hal positif dan negatif yang terkait dengan konservasi orangutan saat ini. Hal yang sangat menggembirakan adalah mengetahui bahwa seberapa tangguh spesiesnya, karena bayi orangutan yang berhasil bertahan setelah terpisah dari induknya dan melewati kondisi buruk, tetapi dengan waktu dan perhatian mereka dapat direhabilitasi dan diperkenalkan kembali untuk memulai membentuk populasi baru yang layak. 
 
"Walaupun terdengar sederhana, namun tidak dapat diabaikan bahwa upaya luar biasa diperlukan untuk merehabilitasi dan mengenalkan kembali orangutan ke alam liar, yang bukan hanya perjalanan panjang dan penuh tekanan untuk satwa, tetapi juga memerlukan perhatian, intervensi dan pembiayaan yang tinggi secara terus-menerus," kata dia.
 
Tapi dibalik itu, sambungnya, masih banyak orangutan lain yang tidak seberuntung Marconi, dimana masih ada dan banyak ancaman nyata dari pembukaan habitat orangutan yang terus berlanjut yang menyebabkan pemindahan orangutan dari alam liar terus berlanjut, baik kematian maupun perdagangan satwa. Perburuan orangutan juga masih menjadi ancaman yang sangat serius dan memerlukan komitme  semua pihak untuk memeranginya.
 
"Setelah hampir tujuh tahun mengenalkan orangutan ke Stasiun Reintroduksi Orangutan di Cagar Alam Jantho oleh SOCP dan BKSDA Aceh, akhirnya tervalidasi. Orangutan tidak hanya bertahan di habitat berhutan baru mereka, tetapi juga berhasil bereproduksi. Kami merayakan kemenangan kecil ini dengan terus mengingat perjuangan yang akan datang untuk memastikan masa depan bagi bayi baru Marconi dan orangutan lainnya di habitat liar hutan Sumatera yang tersisa," jelasnya.
 
Ia juga menambahkan, bahwa orangutan Sumatera yang sudah dilepasliarkan‎ di Jantho, Aceh Besar sebanyak 100 individu, dengan tingkat keberhasilan hidupnya mencapai 87 persen. "Total orangutan yang sudah dilepasliarkan di Jantho, Aceh Besar sebanyak 100 individu, dengan tingkat keberhasilan hidupnya mencapai 87 persen‎," tambah Kepala BKSDA Aceh, Sapto Aji Prabowo.

Editor:Kamal Usandi
Kategori:Umum
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/