Elviriadi: Menteri Siti Nurbaya Dijepit Dua Gelombang Longitudinal Ekologis
Penulis: Safrizal
Demikian disampaikan Elviriadi saat berbincang-bincang dengan GoRiau, Rabu (6/6=2018). Katanya, kondisi lingkungan hidup di Indonesia memerlukan rekayasa besar-besaran demi memulihkan ekosistem.
Ditambahkannya, Menteri Siti telah membangun kubu-kubu pertahanan (defensive approach) terhadap kemerosotan ekosistem lingkungan itu dengan leadership dan bersikap jelas. Tetapi belum menyentuh gelombang longitudinal industrialisasi yang mengancam keaneka ragaman hayati dan degradasi lahan.
Dipihak lain, kata Elviriadi lagi, gelombang tuntutan masyarakat adat dengan wilayah adat serta pranata ekologisnya juga diakomodir Kementerian LHK.
"Hal itu tampak dalam program tanah objek reformasi agraria (Tora), perhutanan sosial, hutan kemasyarakatan, hutan desa, yang sebagian telah diperoleh Propinsi Riau," ucap Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu.
Dosen UIN Suska ink khawatir Indonesia akan menyusul Afrika Selatan, Zimbabwe, dan India. Dimana hutan dan keanekaragaman hayati punah sebelum negaranya landing ke era industri.
"Saya lihat gejala kemerosotan peradaban itu tidak terbaca oleh para peminpin negara, mungkin juga tidak peduli dan tak hobi dengan yang begituan (prediksi, red)," kata Elv.
Berada diantara kepungan industri kehutanan yang establish (mapan) dan eksploitatif dengan mencipta keadilan ruang hutan tanah pribumi, nampaknya Menteri Siti terjepit di antara dua arus gelombang longitudinal tersebut.
Sampai di situ, diakui Elviriadi, ia melihat Menteri Siti sudah memilih bertahan. Padahal Imam Prasodjo (salah seorang penasehat senior KLHK) bisa diminta desain sosiologis dan politis untuk mengimbangi industri dan gurita kaum kapitalis ekologis.
Sebagai contoh, Sumatera dan Kalimantan ini kaya dengan kearifan lokal menjaga lingkungan. Inilah yang harus diolah tim Penasehat Senior KLHK begitu rupa agar dominan dalam revisi UU Kehutanan, Permen LHK, rekayasa ideologis politis.
Tim Senior Advisors beserta pejabat inti KLHK seyogyanya dapat mengembangkan metode pemikiran pemikiran baru, untuk merinci kriteria nilai-nilai moral dan yuridis baru bagi melestarikan lingkungan dan mengharmoniskannya dengan pembangunan berkelanjutan.
"Tapi sudah lah, siap-siap sajalah negeri kita akan dilanda bencana ekologis dan kerusakan alam akibat benturan dua gelombang kepentingan di atas," ujar Elv.
"Karena para elit negara dan sebagian cendikiawan kita, tidak menangkap gejala halus (advance civilization) dari suara-suara peradaban tanah air yang akan punah bersama krisis kemanusiaan dan lingkungan hidup tak lama lagi," tambah Elv. ***