Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
9 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
9 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
9 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
8 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
9 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
8 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Home  /  Berita  /  Riau
Opini

Bukan Sekedar Stan Pameran, Bagaimana Nasib Pariwisata Riau 2019?

Bukan Sekedar Stan Pameran, Bagaimana Nasib Pariwisata Riau 2019?
Ilustrasi Pariwisata Riau, Gelombang Bono Sungai Kampar, Pelalawan. (dok. Istimewa)
Senin, 31 Desember 2018 18:27 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
PARIWISATA disebut-sebut sebagai sektor andalan era pemerintahan yang dipimpin Jokowi-JK dalam kurun waktu empat tahun selama keduanya berkuasa.

Bahkan sektor perkebunan dan migas diprediksi akan segera tergerus oleh sektor ekonomi kreatif dan pariwisata. Benarkah demikian?

Bisa benar juga bisa tidak, karena menurut hemat saya, sektor apapun akan mampu mengangkat daya saing, mengangkat ekonomi masyarakat dan bisa dikatakan tak akan kalah dengan negara manapun, jika dikelola dengan baik dan benar, serta dikelola oleh ahlinya (orang-orang yang ahli dalam membidanginya).

Meskipun demikian, sektor Pariwisata memang lebih mudah digarap, mudah dikelola, dan lebih mudah untuk mengumpulkan pundi-pundi pemasukan negara, dibanding sektor lain seperti perkebunan yang mulai lesu, maupun sektor Migas yang kini mulai aus.

Berbicara Pariwisata, sepanjang kepemimpinan Menteri Arief Yahya memang sedikit menampakkan hasil. Bahkan melalui program-programnya seperti Wonderful Indonesia, Pesona Indonesia, Masyarakat Sadar Wisata, Deswita bahkan mendirikan ormas-ormas sayap seperti GenPi, Menteri asal Banyuwangi ini setidaknya berhasil menggeliatkan Pariwisata Indonesia.

Meskipun tidak bisa dipungkiri, Kementerian Ini juga tidak sedikit menghabiskan anggaran negara untuk menciptakan brand Pariwisata.

Informasi yang saya baca dan saya peroleh dari berbagai sumber, Kementerian Pariwisata (Kemenpar) bahkan menganggarkan dana sebesar Rp 2,5 triliun untuk promosi pariwisata baik di dalam maupun luar negeri pada tahun 2018.

Tingginya anggaran tersebut diharapkan bisa mendatangkan 17 juta wisatawan mancanegara (wisman) dan 270 wisatawan nusantara (wisnus) tahun depan. Saat itu dengan pedenya Arief Yahya berkata, "Sebanyak Rp 1,5 triliun akan dialokasikan untuk pemasaran luar negeri, dengan jumlah target wisman meningkat dari tahun sebelumnya, dan Rp 1 triliun untuk di dalam negeri,".

Besaran promosi itu menurut Menteri asal Banyuwangi ini, akan disesuaikan dengan tingkat prioritas pasar terbesar. "Nomor satu adalah Tiongkok, karena mereka punya 100 juta turis outbond setiap tahunnya dan hanya 1,5 juta yang ke Indonesia. Jadi potensi untuk menambah hingga 2 juta lagi jauh lebih mudah dibanding pasar yang outbond-nya sedikit,".

Adapun capainya adalah, berhasil mendatangkan wisman Tiongkok mencapai 1.770.098 orang, atau 15,24% dari total 11.617.828 wisman yang masuk ke Indonesia, diikuti Singapura 1.180.291 wisman (10,16%), Australia 1.020.173 wisman (8,78%), Malaysia 989.466 wisman (8,52%), dan Jepang 458.714 wisman (3,95%).

Promosi pariwisata tahun 2018 lalu dilakukan melalui delapan skema, yakni melalui media online, media elektronik, media cetak, media ruang, travel fair, pengelenggaraan festival, sales mission (misi perdagangan), dan famtrip.

Meskipun pada kenyataanya Kementerian Pariwisata masih tebang pilih dengan tidak melibatkan semua media yang ada di Indonesia. Bahkan dari catatan saya, Kemenpar justeru lebih banyak melakukan promosi dengan media-media besar serta luar negeri saja.

Padahal, jika Kementerian Pariwsata jeli, media online di Indonesia sangat beragam, tidak hanya berada di ibukota Jakarta, tapi juga ada di seluruh Provinsi di Indonesia yang bisa menjadi wakil tiap-tiap daerah menjadi corong promosi wisata. Bahkan dengan melibatkan media khusunya online sebagai media berbasis digital, manfaatnya akan jauh lebih besar, kenapa? Karena media online bisa dijangkau siapapun dan dimanapun.

Bahkan berdasarkan penelitian yang dibuat UNWTO pada 2017 mengenai aktivitas wisatawan yang menggunakan platform digital, diketahui sekitar 82% wisatawan lebih suka mencari langsung informasi mengenai suatu destinasi wisata menggunakan platform ini.

Sisanya 53% wisatawan menggunakan platform digital untuk mencari akomodasi, 47% digunakan untuk mengetahui transportasi di destinasi wisata, 36% wisatawan menggunakan platform digital untuk mengetahui rekomendasi restoran/tempat makan, dan 40% menggunakan untuk mencari aktivitas wisata yang dilakukan di destinasi. Platform ini menghubungkan langsung penyedia jasa dengan konsumen, khususnya yang menyediakan akomodasi.

Mudah-mudahan, 2019 mendatang pikiran dan unek-unek saya ini bisa menjadi pertimbangan.

Lalu bagaimana dengan potensi perkembangan wisata di Riau?

Riau bukan Bali atau Lombok yang sudah dikenal dengan ikon Pariwisata sejak Negara ini berdiri. Tapi Riau, sejatinya tidaklah kalah dengan Lombok atau Bali. Selain memiliki sejumlah destinasi alam, Riau juga kaya dengan destinasi wisata buatan, wisata religi, budaya bahkan dengan kulinernya.

Namun tidak bisa dipungkiri, kekayaan destinasi itu belum sepenuhnya tergarap. Bahkan Asosiasi Biro Perjalanan Indonesia (ASITA) Riau menilai banyak potensi pariwisata yang belum dikembangkan. Padahal potensinya sangat besar, karena pendatang di Provinsi Riau rata-rata saat ini hanya berstatus kunjungan kerja ataupun dalam rangka menjalankan bisnis.

Di Kabupaten Siak misalnya, Kabupaten yang dipimpin Syamsuar ini memiliki peninggalan Kesultanan Siak berupa Istana Kesultanan Siak Sri Inderapura. Namun yang berkunjung ke Istana masih dikatakan hanya musiman saja. Itu menandakan belum sepenuhnya tergarap khususnya dibidang promosi.

Kemudian di Kabupaten Kampar terdapat Candi Muara Takus yang dari berbagai literatur disebutkan sebagai candi tertua di Indonesia dan keberadaan candi ini menjadi misterius serta belum ada sejarah pasti kapan dibangun, namun sayang belum dikelola dengan baik.

Lalu ombak Bono di Kabupaten Pelalawan, dimana orang bisa berselancar di Muara Sungai Kampar. Dan perlu diingat, ombak sungai di dunia ini hanya ada beberapa saja, selain Amazon, Brazil, Riau juga punya yang namanya Bono di sungai Kampar.

Meski belum tergarap dengan baik. Beberapa destinasi dan objek wisata Riau, selama 2018 sudah masuk hitungan pusat. Tercatat berbagai iven, destinasi, bahkan kuliner masuk dalam ajang nominasi penghargaan pariwisata, bahkan beberapa iven juga masuk agenda iven nasional seperti, Bakar Tongkang, Pacu Jalur, Bekudo Bono, Gema Muharam dan lain sebagainya.

Berbicara pengembangan pariwisata Riau, sejatinya bisa dilakukan dengan cara sederhana. Yakni kompak dan gotongroyong semua lapisan masyarakat di 12 Kabupaten/Kota. Jangan lagi bicara kelompok, golongan, atau apapun yang berpotensi memecah belah. Tidak bicara 'saya Riau daratan', 'saya Riau pesisir', tapi yang dipatri dan semboyankan dalam hati adalah 'saya orang Riau'. Jika sudah demikian maka tidak adalagi saling irihati dan saling guyup demi majunya Provinsi Riau.

Lalu siapakah yang bertugas untuk menyatukan visi dan misi diatas? Sudah barang tentu adalah kewajiban Pemerintah Provinsi Riau dengan melibatkan langsung Dinas Pariwisata baik Provinsi dan kabupaten/Kota. Tugas Dispar inilah kedepan fokus dengan promosi pengembangan. Sementara Dinas lainya, yakni PUPR diterjunkan untuk fokus membangun insfratuktur menuju destinasinya.

Setelah promo dan akses bisa berjalan, disinilah Dinas Kebudayaan, pelaku ekonomi kreatif bersama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan mengeksekusi potensi apa saja yang bisa dijual ke para wisatawan. Karena sejatinya, pengembangan Pariwisata bukan hanya melulu tugas Dinas Pariwisata.

Untuk promosi wisata, hemat saya saat ini bukanlah hanya sekedar seremonial belaka. Karena pariwisata bukan hanya sekedar stan pameran atau bazar. Tapi promosi wisata tahun 2019 mendatang harus lebih berani 'jualan' dengan menghalalkan segala cara.

Ada sedikit catatan yang saya anggap menarik pada akhir tahun 2018. Dimana pada saat Provinsi Riau mengalami devisit Anggaran, gebrakan 'jualan' tanpa modal bisa mendatangkan wisatawan ke Riau.

Salahsatu contohnya adalah Gebrakan sang Kepala Dinas Pariwisata Riau Fahmizal Usman. Disaat rancangan dan iven tidak bisa dijalankan karena rasionalisasi anggaran, ia bukan hanya berfikir mencari bagaimana bisa mendapatkan sumber dana. Tapi dia berfikir bagaiman tanpa dana bisa tetap jualan.

Dengan semangat dan tekad yang kuat, ia memiliki gagasan sederhana. Yakni keliling Kota Pekanbaru dengan gowes sepeda. Tak disangka, kegiatan ini dilakukan rutin, dan diikuti oleh beberapa anak buahnya. Selang beberapa bulan kemudian dan setelah komunitas sepeda di Riau juga bergabung, acara gowes ini berkembang bukan hanya keliling Kota Pekanbaru.

Namun mulai merambah slot dengan melintasi kota-kota di Kabupaten-kabupaten. Hingga akhirnya, tercetus ide gowes sepeda dari Pekanbaru ke Malaka, Malaysia.

Dengan berbekal seadanya dan iuaran seikhlasnya untuk bekal, rombongan yang berjumlah puluhan orang ini sampai ke negeri Jiran. Tak disangka dan tak dinyana, kegiatan ini ternyata menarik perhatian warga Malaysia. Bahkan Dinas Pariwisata setempat mengaku tersanjung dan menyatakan akan melakukan aksi balasan dengan ratusan pesepeda Malaysia ke Riau 2019 mendatang.

Cerita diatas adalah salahsatu bukti, bahwa menarik wisatawan ke Riau tidak lagi hanya sebatas pamer banner foto di acara pameran. Tapi model promosi wisata 2019 harus langsung bersentuhan dengan pelaku wisata, dan ibarat dalam dunia salesmen, harus berjualan dor to dor, dengan menggandeng seperti agen travel, hotel, jasa transportasi serta jasa kuliner.

Apalagi, anggaran untuk Pariwisata Riau di tahun 2019 jauh dari kata cukup. Dimana anggaran yang sudah disahkan hanya berkisar Rp 52.567.150.478.

Artinya, kekompakan semua elemen pemerintah baik Provinsi, Kabupaten/Kota khususnya Dispar Riau, Dinas PUPR, Disperidag dan Dinas Kebudayaan sangat diperlukan demi suksesnya pengembangan pariwisata Riau di tahun 2019 mendatang. Semoga! (Muslikhin Effendy adalah pemerhati Pariwisata sekaligus jurnalis GoRiau.com dari GoNews Group)

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/