Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
12 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
12 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
3
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
13 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
4
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
11 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
11 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
14 jam yang lalu
Langsung Pantau Persiapan, Menpora Dito Ingin Berikan Kado Terbaik buat Presiden Jokowi dari Olimpiade 2024 Paris
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Refleksi Akhir Tahun, Fahri: Masih Banyak Lingkup Kerja Kesra yang Harus Dievaluasi

Refleksi Akhir Tahun, Fahri: Masih Banyak Lingkup Kerja Kesra yang Harus Dievaluasi
Senin, 31 Desember 2018 22:07 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Diakui bahwa banyak sekali lingkup dari kerja kesejahteraan raakyat (kesra) yang harus dievaluasi. Tetapi waktu itu, DPR memulai dengan semacam evaluasi penggunaan statistik dalam mengukur kinerja sektor kesra yang mencangkup kehidupan berbagai sektor.

Demikian diungkapkan Wakil Ketua DPR RI Koordinator bidang Kesejahteraan Rakyat (Korkesra), Fahri Hamzah saat menyampaikan Refleksi Akir Tahun 2018 Sektor Kesra dalam keterangan tertulisnya yang diterima wartawan, Minggu (31/12/2018).

Statistik yang dimaksud Fahri agar tahun-tahun depan semua pihak perlu secara jujur melihat misalnya, hampir 10 juta rakyat, khususnya anak-anak Indonesia yang gagal tumbuh, pendapatan perkapita masyarakat yang masih rendah.

Ditambah lagi dengan tingkat kesejahteraan buruh yang dihadapkan dengan daya beli yang semakin menurun, juga daya beli petani semakin merosot.

"Kita juga tahu bahwa garis kemiskinan yang masih berpatokan pada konsumsi kalori yang begitu rendah, sehingga dengan kenaikan harga bahan pokok, khususnya beras sedikit saja, itu akan menambah jumlah kemiskinan," ujarnya.

Itu sebabnya, menurut Fahri pemerintah kemudian menggalakan ekspor supaya tidak ada peningkatan harga beras. Sebab, sedikit saja harga beras meningkat maka itu akan menyebabkan pertumbuhan angka kemiskinan yang luar biasa.

Selain bahwa banyak sekali fakta-fakta dalam perekonomian kita yang menadakan bahwa yang terjadi bukan insdustrialisasi, justru terjadi deindustrialisasi dan melempar akatan kerja kita kepada sektor informal, dan sektor itu tidak terekam oleh statustik tenaga kerja kita lari ke sektor pertanian, sektor informal yang sebetulnya sulit di data.

Meningkatnya impor, itu dapat dilihat dari betapa rendahnya kontribusi UKM pada sektor ekspor. Dan lagi-lagi, itu efeknya adalah pada kesejahteraan tenaga kerja yang artinya kesejahteraan rakyat Indonesia karena mayoritas rakyat kita adalah tenaga kerja di sektor informal, bukan tenaga kerja industri," sebutnya.

Karena itu paling tidak, Fahri berharap ditahun 2019 yang sudah didepan mata, baik DPR maupun pemerinah secara jujur mempertanggungjawabkan statistik yang digunakan agar pengukuran kesejahteraan rakyat itu betul-betul berbasis pada kenyataan.

"Bukan pada imajinasi yang tidak sanggup memasuki rumah tangga dan kehidupan masyarakat secara riil, sehingga kita tahu apakah kita sukses atau gagal dalam sektor (kesra) ini," ujarnya.

Karena itu lah kemudian tahun 2018, DPR sendiri telah mencoba untuk membuat standar atau metode mengevaluasi indikator kesejahteraan secara nyata dan insya Allah pekerjaan itu akan coba teruskan di tahun 2019.

"Tentunya sambil juga menantang pejabat pemerintah yang bertugas di sektor itu agar secara riil indikator sektoral diungkapkan kepada publik standar-standar kehidupan sosial kita dan kesejahteraan rakyat kita secara umum," tambah Anggota DPR dari dapil NTB itu lagi.

Kinerja Alakadarnya.

Kedua, kata Fahri Hamzah bahwa yang perlu digaris bawahi adalah bangsa Indonesia ini bersyukur karena ditengah hidup masyarakat yang kurang menuntut, sehingga tidak harus ada kinerja yang luar biasa. Kenapa? Karena masyarakat kita sudah cukup puas dengab kinerja yang alakadarnya.

"Kalau kita ambil satu contoh yang paling baru disektor kesra adalah penanganan bencana. Saya orang dari dapil NTB merasakan betul bagaimana setelah setengah tahun janji pemerintah, sampai hari ini ke masyarakat belum ada yang tertangani. Tetapi relatif masyarakat tidak punya tuntutan. Bayangkan pada hari pertama janji presiden mengangkat buku tabungan yang mau diisi 50 juta sampai hari ini tidak diisi, tapi masyarakat relatif tidak ada masalah," bebernya.

"Itu yang saya katakan. Sebenarnya yang ke dua ini menjadi instrofeksi kita bahwa sesungguhnya masyarakat kita itu sangat tidak kuat tuntutannya, sehingga kadang-kadang kinerja sektor kesra alakadarnya pun tidak dituntut. Nah hal ini yang harus dijadikan dasar untuk memperbaiki kinerja justru," tambahnya lagi.

Harusnya kata Fahri, mestinya malu dengan masyarakat yang tidak punya tuntutan tinggi terhadap kinerja pemerintahan, terutama disektor kesra.

"Ini juga bisa menjadi bahan kita didalam menilai apakah presiden kita kedepan memahami betul isu-isu kesejahteraan rakyat ini isu sektoral yang sangat konrket bagi perbaikan kehidupan masyarakat," pungkasnya. ***

wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/