Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
Umum
9 jam yang lalu
Soal Berbagi Sembako, Inul Daratista Balas Kritikan Netizen
2
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film "That '90s Show" Season 2
Umum
9 jam yang lalu
Mila Kunis dan Ashton Kutcher Tolak Perankan Kembali Film That 90s Show Season 2
3
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
Umum
9 jam yang lalu
Perjuangan Melawan Penyakit SPS, Celine Dion Berharap Mukjizat
4
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
Pemerintahan
9 jam yang lalu
KPU DKI Jakarta Buka Pendaftaran PPK Untuk Pilkada
5
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
Olahraga
7 jam yang lalu
Susanto Jinakkan Torre Lewat Jebakan Krisis Waktu
6
Dapak Izin SC Heerenveen, Nathan Siap Bela Timnas U 23 Indonesia Hadapi Korsel
Olahraga
9 jam yang lalu
Dapak Izin SC Heerenveen, Nathan Siap Bela Timnas U 23 Indonesia Hadapi Korsel
Home  /  Berita  /  DKI Jakarta

Soal Eksekusi Putusan Hukum Perkara Lingkungan Hidup, Walhi Pertanyakan Koordinasi Pemerintah, Kejaksaan dan MA

Soal Eksekusi Putusan Hukum Perkara Lingkungan Hidup, Walhi Pertanyakan Koordinasi Pemerintah, Kejaksaan dan MA
Ilustrasi pemadaman karhutla. (dok. BNPB)
Selasa, 05 Maret 2019 02:52 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Menejer Kajian Kebijakan Wahana Lingkungan Hidup (Walhi), Even menyoal belum adanya koordinasi dan dasar hukum yang jelas terkait pelaksanaan gugatan Perdata kerusakan lingkungan hidup yang melibatkan koorporasi. Sinergitas antara Pemerintah, Kejaksaan dan Mahkamah Agung pun menjadi sorotan.

"Itu kan ada koordinasi yang baik antara Pemerintah, Kejaksaan dan Mahkamah Agung kan, terkait dengan 'pelaksanaan putusan itu bagaimana skemanya?', itu yang harus dipikirkan agar mengefektifkan penegakan hukumnya," kata Even melalui sambungan telepon kepada GoNews.co, Senin (04/03/2019).

Even mengungkapkan, banyak perusahaan-perusahan mafia lahan dengan putusan hukum yang sudah inkrah tapi belum dieksekusi. Beberapa nama perusahaan pun disebut, ada PT. Kalista Alam di Aceh, ada PT National Sago Prima dan ada PT. Bumi Mekar Hijau di Sumatera Selatan.

"Kalau penegakkan hukum pidanannya, itu beberapa sudah dieksekusi kan. Kan ada skema yang jelas diatur dalam pelaksanaan putusan pidana," kata Even.

Tapi, lanjut Even, hal-hal yang terkait dengan gugatan keperdataan lingkungan hidup dan pemulihannya masih perlu upaya keras. Sehingga jika pun ada putusan yang sudah dieksekusi, belum menyentuh keadilan dari sektor perdata pemulihan lingkungan hidup.

"Seperti PT. National Sago Prima itu kan (dieksekusi, red) pidananya," kata Even.

Kesulitan dalam mengeksekusi putusan perkara perdata terkait dengan kerusakan lingkungan hidup, kata Even, setidaknya disebabkan dua hal:

Pertama, hampir semua gugatan KLHK yang masuk ke Mahkamah Agung, tidak mengajukan adanya jaminan. "Jadi dia tidak melisting, apa saja aset kekayaan perusahaan yang harus dibekukan ketika gugatan berlangsung, gitu. Sehingga (agar aset, red) tidak bisa dialihkan,".

Kedua, lanjut Evan, "memang belum ada skema pelaksanaan putusan perdata di sektor yang saya sebut,".

Adapun perusahaan-perusahaan yang putusannya belum dieksekusi, kata Evan; PT. Kalista Alam di Aceh (pembakaran lahan), PT. National Sagu Prima (pembakaran lahan), PT. Bumi Mekar Hijau di Sumsel (pembakaran lahan), PT. Merbabu Pelalawan Lestari (pembabatan liar), dan beberapa koorporasi lainnya.

"Yang semua saya sebutin itu kan cataatannya KLHK kan, itu yang sudah inkrah," kata Even.

Diberitakan sebelumnya, Calon presiden nomor urut 01, Joko Widodo memaparkan bahwa ada 11 perusahaan yang dijadikan tersangka dan dikenai sanksi sebesar Rp 18,3 triliun dalam tiga tahun terakhir.

"Kebakaran lahan harus diatas dengan penegakan hukum yang tegas. Ada 11 perusahaan yang dikenai sanksi Rp 18,3 triliun," ujar Jokowi dalam debat kedua Pilpres 2019 pada Minggu (17/2/2019).

Berdasarkan data dari Indonesian Center for Environmental Law (ICEL), sejak 2015 hingga saat ini, setidaknya sudah terdapat 171 sanksi administrasi dan 11 gugatan perdata, serta 510 kasus pidana terkait kebakaran hutan.

Namun, belum ada satu pun putusan tersebut yang dieksekusi oleh pengadilan. Dilansir dari Greenpeace, 10 dari 11 kasus gugatan perdata pemerintah terhadap perkebunan kelapa sawit terkait pembakaran, pengadilan memerintahkan ganti rugi dan pemulihan lingkungan senilai Rp 2,7 triliun.

Sementara, perkara perdata kesebelas merupakan kasus terbesar, yakni mencapai Rp 16,2 triliun terkait dengan pembalakan liar dilakukan sejak 2004 oleh Perusahaan Merbau Pelalawan Lestari.

Kesebelas perusahaan tersebut, yakni PT Kalista Alam (PT.KA), PT Bumi Mekar Hijau (PT.BMH), PT Palmina Utama (PT.PU), PT National Sago Prima (PT.NSP), PT Waringin Agro Jaya (PT.WAJ), PT Ricky Kurniawan Kertapersada (PT RKK), PT Jatim Jaya Perkasa (PT.JJP), PT Merbau Pelalawan Lestari (PT.MPL), PT Surya Panen Subur, dan PT Waimusi Agroindah (PT.WA).***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:Peristiwa, Hukum, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/