Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
10 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
2
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
10 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
3
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
6 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
4
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
4 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
5
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
6 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
6
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Olahraga
4 jam yang lalu
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Karet dan Sawit Murah, Membalak Kayu Jadi Pilihan

Karet dan Sawit Murah, Membalak Kayu Jadi Pilihan
Ilustrasi (Int)
Kamis, 25 Juli 2019 12:22 WIB
Penulis: Syawal Jose
BANGKINANG - Merosotnya harga karet dan sawit membuat banyak warga di Kampar Kiri dan Kampar Kiri Hulu mencari alternatif lain untuk membuat asap dapur tetap mengepul.

Sebagian warga mengaku terpaksa melakoni pekerjaan sebagai pembalak liar.

Seperti  yang diungkapkan  oleh salah seorang warga Desa Ludai, Kecamatan Kampar Kiri Hulu ini kepada wartawan, Rabu (23/7) di Lipatkain.

''Mau bagaimana lagi, kalau tetap kerja menakik getah atau memanen sawit tak akan cukup buat hidup sehari-hari. Harga karet dan sawit murah sekarang. Terpaksa kita main kayu dulu,'' ujar pria yang enggan namanya disebut ini.

Ia menjelaskan, membalak biasanya dilakoni oleh warga secara berkelompok-kelompok. Hal ini dilakukan untuk meringankan biaya logistik selama tinggal di hutan. 

Selain untuk meringankan biaya logistik, cara berkelompok juga dilakukan untuk meminimalisir bahaya yang mungkin ditemui saat bermalam di hutan belantara.

''Kalau berkelompok, orangnya kan banyak, duit hasil jual kayunya juga dibagi-bagi sama rata. Tentu saja, ini pekerjaan bukan untuk mencari kaya, tapi hanya untuk sekedar bertahan hidup dalam situasi sulit,'' ungkapnya.

Masih kata dia, kalau dulu orang yang 'main' kayu kebanyakan untuk mencari kaya. Sebab kayu masih banyak, peraturannya pun tidak seketat sekarang ini. 

'Hutannya pun dulu masih banyak, sekali pergi ke hutan, dapat kayunya banyak. Mencari 30 sampai 50 kubik masih senang. Kalau sekarang pergi 5 hari saja dapat 10 kubik sudah sangat susah,'' 

Masih menurut ayah 1 anak ini, warga menyadari pekerjaan membalak kayu di hutan dilarang. Tapi ia mengaku, tidak punya solusi lain untuk menyiasati melonjaknya kebutuhan hidup saat ini.

''Membalak di hutan itu berat. Kalau tidak karena terpaksa, mana mau kami. Lebih enak kita menakik atau merawat sawit. Tapi kondisinya begini, ya, apa boleh buat,'' ujarnya.

Banyak akibat yang akan mereka hadapi apabila melakoni pekerjaan sebagai pembalak kayu. Kata warga ini, selain terancam oleh binatang buas, kecelakaan kerja semisal tertimpa kayu, tertangkap petugas pun menjadi resiko yang tidak ringan bakal mereka hadapi.

''Jangan dikira kami asik membalak di hutan. Berat bang, bisa mati dimangsa binatang buas atau masuk penjara berpisah dengan anak istri dalam waktu yang lama. Macam lagu Pance bang, demi kau dan si buah hati, terpaksa aku harus begini. Itu judulnya,'' ungkap lelaki berkumis ini sambil menyeruput kopi. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/