Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
Olahraga
24 jam yang lalu
Lewat Permainan Kreatif, Adit Taklukan Uzair di Babak Kelima
2
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
Pemerintahan
24 jam yang lalu
KPU DKI Gelar Sayembara Maskot dan Jingle Pemilihan Gubernur Jakarta
3
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
Hukum
23 jam yang lalu
Jet Pribadi Sandra Dewi Diselidiki Kejagung dalam Kasus Korupsi PT Timah
4
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
Umum
23 jam yang lalu
Johnny Depp Berencana Beli Kastil Tua Bersejarah di Italia
5
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
Umum
23 jam yang lalu
Ditanya Kemungkinan Rujuk dengan Farhat Abbas, Nia Daniaty Pilih Bungkam
6
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Umum
23 jam yang lalu
PJ Gubernur Ribka Haluk Buka UKW Perdana Papua Tengah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Penyatu PMKRI Nilai Komunikasi Politik Lingkaran Istana Perlu Ditata Ulang

Penyatu PMKRI Nilai Komunikasi Politik Lingkaran Istana Perlu Ditata Ulang
Jum'at, 11 Oktober 2019 21:52 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Kegaduhan politik belakangan ini ditengarai akibat buruknya sistem komunikasi politik istana. Istana dianggap tidak mampu mengajak masyarakat untuk memahami dan mendukung berbagai kebijakan pemerintah.

Beberapa orang dalam Istana justru terkesan menciptakan distorsi pemahaman publik yang berdampak pada resistensi dan ketidakpercayaan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah. Parahnya lagi, Presiden Jokowi seolah berjalan sendirian, sementara yang lain sibuk menyelamatkan diri masing-masing untuk sejumlah kepentingan di kabinet dan jabatan lainnya di periode baru ini.

Hal inilah mengemuka dalam diskusi para alumni/penyatu PMKRI pada acara Ngobrol Pintar Sahabat Penyatu (Ngopi Sabtu), Sabtu, pekan lalu.

Dalam perkembangan terakhir, Alumni PMKRI menilai lingkaran istana sering melakukan blunder dalam menanggapi isu-isu yang berkembang. Respons istana atas sebuah masalah di media sering sekali menjadi bola liar yang tidak terkendali di publik.

ALumni PMKRI mencatat, contohnya adalah pernyataan Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko bahwa KPK menghambat masuknya investasi di Indonesia. Selain itu, pernyataan Tenaga Ahli Madya KSP Ali Mochtar Ngabalin soal situasi dan kasus Papua yang penanganannya tampak tidak terorkestrasi dengan baik. Termasuk pernyataan Moeldoko sebagai Kepala KSP soal buzzer politik istana, dan yang terakhir soal statement Menkopolhukam Wiranto bahwa pengungsi gempa Ambon membebani negara ini turut menambah riuh situasi politik.

Hal-hal inilah yang turut dibedah tuntas saat acara Ngopi Sabtu yang dihadiri para tokoh alumni PMKRI lintas generasi dan profesi.

Alumni PMKRI menilai sepertinya memang ada masalah besar di lingkaran istana terkait pengelolaan dinamika politik, terutama tentang pengelolaan komunikasi politik yang dibangun. Tercatat bahwa pada tahun 2017, Jokowi pernah mengeluhkan komunikasi politik ke publik yang belum maksimal dan kurang luas menjangkau publik.

"Jokowi gerah dan sudah beberapa kali mengingatkan namun tidak juga ada perbaikan. Di periode pertama pemerintahannya, Jokowi sangat dirugikan dengan lemahnya komunikasi politik istana,".

Sebagai presiden dua periode, Jokowi perlu sekali dukungan yang maksimal dalam hal komunikasi politik istana. Pengalaman pada periode pertama penting sebagai bahan evaluasi agar pengelolaan komunikasi politik ini ditinjau kembali dan ditata ulang.

Kritik buruknya komunikasi politik istana saat ini harus diperbaiki dalam tataran siapa yang harus bicara apa dan dengan cara bagaimana. Tidak semua hal harus diberikan porsinya kepada presiden yang menyampaikan ke publik. Lalu, pesan yang keluar harus jadi pembuka sumbatan saluran ke dan dari publik, bukan sebaliknya malah terjadi disinformasi.

Di akhir diskusi Ngopi Sabtu, para alumni PMKRI juga merekomendasikan agar Presiden Jokowi serius menata ulang tim dan perangkat komunikasi politiknya. "Harus ada pembantu presiden yang mampu mensinkronkan pemikiran para tokoh, jaringan gerakan rakyat, mahasiswa dan kelompok-kelompok lainnya. Istana harus mampu menghimpun aspirasi masyarakat".

Lagi-lagi tujuan komunikasi politik adalah membentuk persepsi publik yang baik dan juga membentuk opini publik yang positif. Citra politik secara keseluruhan terbentuk berdasarkan informasi yang diterima masyarakat secara langsung maupun melalui media dan media sosial. Pesan politik harus disampaikan dengan lugas, oleh orang-orang yang paham persoalan dan mumpuni.

Rakyat bukan hanya sebagai khalayak saja dalam komunikasi politik melainkan juga komunikator dalam model komunikasi timbal balik yang secara aktif memberikan penilaian. Persepsi dan kesan yang buruk pasti akan sangat merugikan presiden dan dapat berdampak pada berkurangnya dukungan dari rakyat. Presiden tidak boleh hanya mengandalkan media sebagai tempat "curhat" tanpa kejelasan sistem informasi publik yang seharusnya tercermin dalam pengelolaan komunikasi politik istana.

Untuk diketahui peserta yang hadir dalam diskusi tersbut adalah: Tri Agung Kristanto dari KOMPAS, para alumni PMKRI seperti politisi PDIP Restu Hapsari, Yohanes Fransiskus Lema (Anggota DPR RI Fraksi PDIP), Sebastian Salang Pengamat Politik, Antonius Doni Dihen (politisi PKB dan mantan TKN Jokowi-Ma'ruf), dari kalangan profesional Gaudens Wodar, Leonardo J. Renyut, Emanuel Migo, dari kalangan lawyer Monica, Emanuel Herdiyanto, dan bloger Priyo Husodo, penggiat LSM Indro Surono dan Geby Sola.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/