Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
19 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
20 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
14 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
4
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
16 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
5
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
16 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
6
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
14 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Nominal Gaji Naik, tapi Kualitasnya Menurun

Nominal Gaji Naik, tapi Kualitasnya Menurun
Jum'at, 18 Oktober 2019 22:27 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Pemerintah melalui Kementerian Ketenagakerjaan menetapkan UMP 2020 naik 8,51 persen untuk rata-rata nasional. Pengusaha keberatan tapi perwakilan buruh menegaskan bahwa kualitas gaji sebenarnya menurun.

Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Hariyadi Sukamdani mengatakan, angka tersebut terlalu tinggi, karena jika diakumulasikan dalam lima tahun terakhir angka kenaikan UMP sudah melebihi 20 persen.

"Berat, itu berat sekali. Jangan dilihat base line 8,5 persen. Tapi sebelum 2016 kan kenaikannya luar biasa. Average kalau kami menghitung rata-rata naiknya selama kurun waktu lima tahun terakhir lebih dari 20 persen. Bayangkan saja itu UMP rata-rata 20-30 persen. Itu memang berat. Kalau sudah base line-nya tinggi, memang berat. Tapi kalau yang masih di bawahnya upah minimum, itu masih mendingan," kata Hariyadi di kompleks Istana Kepresidenan, Jumat (18/10/2019).

Hariyadi berharap, revisi UU Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah tentang Pengupahan bisa mengubah skema penghitungan upah pekerja dari formulasi Kebutuhan Hidup Layak (KHL) jadi berbasis laju inflasi seperti yang dianut Australia.

Sementara itu, perwakilan Kesatuan Perjuangan Rakyat (KPR), Herman Abdulrohman mengatakan, upah di Indonesia memang masih menggunakan KHL Orde Lama, sehingga "bagaimana upah buruh Indonesia bisa sampai pada taraf yang layak?".

"Kami mencatat, 10 tahun terakhir, kualitas upah buruh Indonesia itu menurun. Kalau angkanya sih naik, Rp300ribu, tapi dalam satu tahun kenaikan harga barang dan jasa itu minimal 4 kali minimal, upah cuma naik satu kali," tegas Herman.

Herman pun berharap, negara lebih terbuka untuk mendengar masukan dan pandangan dari perwakilan-perwakilan buruh dan tidak bermudah-mudah mendasari legitisimasi sebatas dari "kelompok buruh yang memang selama ini, Pemerintah maunya apa, ya ikut aja,".***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Ekonomi, Pemerintahan, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/