Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
23 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
2
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
23 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
3
Vicky Prasetyo Sudah Siapkan Kematian Usai Ultah ke-40
Umum
22 jam yang lalu
Vicky Prasetyo Sudah Siapkan Kematian Usai Ultah ke-40
4
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
Olahraga
23 jam yang lalu
Megawati Ungkap Rahasia Kuat Bertahan dan Meraih Sukses di Red Sparks
5
Rihanna Sebut Album Barunya Istimewa
Umum
23 jam yang lalu
Rihanna Sebut Album Barunya Istimewa
6
Meski Terjal, Peluang Persis Ke 4 Besar Masih Terbuka
Olahraga
2 jam yang lalu
Meski Terjal, Peluang Persis Ke 4 Besar Masih Terbuka
Home  /  Berita  /  DPR RI

Program JPS, PKS: Jangan Jadikan Tubuh Warga Miskin sebagai Ladang Pencairan Bansos

Program JPS, PKS: Jangan Jadikan Tubuh Warga Miskin sebagai Ladang Pencairan Bansos
Jum'at, 08 Mei 2020 17:25 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Ketua Tim Covid-19 Fraksi PKS DPR RI Netty Prasetiyani mengungkapkan banyak sengkarut dalam program Jaring Pengaman Sosial (JPS) penanggulangan Covid-19. Dia menilai respons lambat pemerintah itu kemudian menghasilkan banyak dampak sosial di masyarakat seperti kemiskinan, pengangguran, kejahatan, hingga kekerasan.

"Sengkarut data penerima bantuan, bermasalah dalam proses pendistribusiannya, persoalan kebijakan yang berubah-ubah, hingga muncul program aneh Kartu Prakerja serta program listrik gratis yang ternyata tidak bisa dinikmati masyarakat kelas bawah," kata Netty dalam siaran pers yang diterima GoNewes.co, Jumat (8/5/2020).

Dia mengatakan, pemerintah menggunakan Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) sebagai basis data pembagian bantuan. Tetapi, lanjut dia, jajaran RT dan RW diinstruksikan melakukan pendataan pembaharuan.

"Hasilnya ada perbedaan data yang menjadi akar permasalahan baru, yaitu data tidak sinkron dan atau data membengkak karena pertambahan jumlah masyarakat kelas bawah sebagai imbas pandemik. Konflik di masyarakat pun terjadi karena bantuan dinilai tidak tepat sasaran serta jumlah bantuan yang ada tidak mencukupi kebutuhan," papar anggota Komisi IX DPR RI ini.

Berdasarkan penelitian INDEF, dalam triwulan pertama 2020 telah terjadi penurunan konsumsi rumah tangga di kalangan masyarakat bawah hingga 43 persen. Hal tersebut dianggap bukti kemampuan daya beli mereka sudah sangat drop. Berbeda dengan kelompok atas yang tidak terpengaruh dan kelas menengah yang relatif masih bisa makan tabungan.

"Jangan sampai pemerintah menjadikan tubuh orang miskin sebagai legalisasi pencairan anggaran bansos, namun dalam pelaksanaannya mereka justru tidak mendapatkan bantuan tersebut," kata Netty.

Dia berpendapat, anggaran Rp110 triliun gagal melindungi masyarakat. "Banyak ditemukan pelanggaran pada perencanaan dan pelaksanaannya. Sebut saja penentuan vendor Kartu Prakerja yang cacat dan tidak tepat sasaran, pendataan yang buruk, sampai distribusi yang menimbulkan gesekan di masyarakat," tegas Netty.

Sementara itu, Direktur Institute of Development and Financial (INDEF) Enny Sri Hartati, mengungkapkan, Uang senilai Rp110 triliun dialokasikan pemerintah untuk program Jaring Pengaman Sosial dalam penanggulangan Covid-19 agar masyarakat tetap bisa memenuhi kebutuhan pokoknya.

Namun duit yang melimpah itu seakan tak pernah cukup lantaran pengelolaannya carut-marut dan banyak kepentingan para pihak. JPS itu yang diagung-agungkan itu dinilai gagal. "Program ini telah gagal memenuhi tujuannya," lugas Enny Sri Hartati.

"Kegagalan tersebut terjadi karena pemerintah terlambat. Terlambat mengantisipasi, terlambat melawan dan terlambat mitigasi pandemi Covid-19," sesal Enny.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/