Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
21 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
2
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
21 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
3
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
23 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
24 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
22 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
6
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Olahraga
21 jam yang lalu
Ilhamsyah Bersyukur Menit Bermain Bertambah
Home  /  Berita  /  Umum

Kisah Mualaf Wilfred Hoffman, Publikasikan Buku Menggegerkan Saat Jadi Dubes Jerman di Maroko

Kisah Mualaf Wilfred Hoffman, Publikasikan Buku Menggegerkan Saat Jadi Dubes Jerman di Maroko
Murad Hoffman. (republika.co.id)
Selasa, 04 Agustus 2020 08:27 WIB
NAMA aslinya Wilfred Hoffman, namun setelah mualaf (memeluk agama Islam) pria kelahiran 6 Juli 1931 ini megganti namanya menjadi Murad Hoffman.

Dikutip dari Republika.co.id, Murad Hoffman lahir dan dibesarkan dalam sebuah keluarga Katholik, di Jerman. Pendidikan Universitasnya dilalui di Union College, New York.

Pada 1957 ia meraih gelar Doktor dalam bidang Undang-undang Jerman dari Universitas Munich. Tahun 1960, ia meraih gelar magister dari Universitas Harvard dalam bidang Undang-undang Amerika. Ia kemudian bekerja di kementerian luar negeri Jerman tahun 1961 hingga 1994.

Ia terutama bertugas dalam masalah pertahanan nuklir. Ia pernah menjadi direktur penerangan NATO di Brussel, Duta Besar Jerman di Aljazair dan terakhir Dubes di Marokko, hingga tahun 1994. Bersama istrinya, seorang Muslimah asal Turki, ia menikmati masa-masa pensiun di Istanbul. Sambil berpikir dan mengarang buku. 

Pengalamannya sebagai duta besar dan tamu beberapa negara Islam mendorongnya mempelajari Islam, terutama Alquran. Dengan tekun ia mempelajari Islam dan belajar mempraktikkan ibadah-ibadahnya. Pada 11 September 1980, di Bonn, setelah lama ia rasakan pergolakan pemikiran dalam dirinya yang makin mendekatkan dirinya kepada keimanan, dengan terharu ia mengungkapkan dalam memoarnya (edisi bahasa Indonesia: Pergolakan Pemikiran): ''Aku harus menjadi seorang Muslim!'' Maka pada tanggal 25 September 1980, di Islamic Center Colonia, ia dengan pasti mengucapkan dua kalimat syahadat. Ia memilih nama barunya: ''Murad''.

Muhammad Asad, seorang Muslim Austria, yang sebelumnya bernama Leopold Weist, dalam pengantarnya terhadap memoar Murad Hoffman, lebih jauh menjelaskan makna filosofis nama tersebut: ''Murad artinya 'yang dicari', dan pengertiannya yang lebih luas adalah 'tujuan', yaitu tujuan tertinggi hidup Willfred Hoffman.''

Yang menarik darinya adalah, ketika ia sedang menjadi Dubes Jerman di Maroko, pada tahun 1992, ia memublikasikan bukunya yang menggegerkan masyarakat Jerman: Der Islam als Alternative (Islam sebagai Alternatif). Dalam buku tersebut, ia tidak saja menjelaskan bahwa Islam adalah alternatif yang paling baik bagi peradaban Barat yang sudah keropos dan kehilangan justifikasinya, namun ia secara eksplisit mengatakan bahwa alternatif Islam bagi masyarakat Barat adalah suatu keniscayaan.

''Islam tidak menawarkan dirinya sebagai alternatif yang lain bagi masyarakat Barat pasca revolusi industri. Karena memang hanya Islamlah satu-satunya alternatif itu!'' Demikian penegasan Profesor Murad Hoffman, suatu ketika. Kalimat yang juga dituangkannya dalam bukunya, Der Islam als Alternative (yang telah di Indonesiakan dan diterbitkan oleh penerbit Gema Insani Pers) ini kontan menimbulkan reaksi keras di Eropa, terutama masyarakat Jerman. Dalam sebuah wawancara televisi Jerman, Hoffman bercerita tentang bukunya tersebut.

Saat wawancara itu disiarkan, seketika gempar seluruh media massa dan masyarakat Jerman. Serentak mereka mencerca dan menggugatnya, sekalipun ada yang belum membaca buku tersebut. Hal ini tidak hanya dilakukan oleh media massa kecil dan murahan, namun juga oleh media besar, semacam Der Spigel.

Malah pada kesempatan yang lain, televisi Jerman men-shooting Murad Hoffman saat ia sedang melaksanakan shalat di atas sejadahnya, di kantor Duta Besar Jerman di Marokko. Sambil sang reporter mengomentari: ''Apakah logis jika Jerman berubah menjadi Negara Islam yang tunduk terhadap hukum Tuhan?''

Hoffman yang gigih membela Islam tergolong pemikir Muslim moderat. Pengalamannya di dinas diplomasi Internasional dan organisasi NATO, ikut berperan besar dalam membimbing pemikiran moderatnya. Ciri pemikiran moderat-analisis feature merupakan khas pembawaan dia dalam kancah pergaulan pemikiran kontemporer.

Belakangan ini Murad Hoffman aktif dalam konferensi-konferensi Islam internasional yang diadakan oleh organisasi-organisasi Islam (termasuk undangan rutin konferensi Islam tahunan di Kairo). Bahkan, ia sudah dikelompokkan sebagai tokoh Islam Internasional. Pada 1999, ia mendapatkan bintang penghargaan dari pemerintah Mesir atas jasa-jasanya dalam pemikiran Islam. Jasa-jasanya sebagai pemikir Muslim moderat akan terus abadi, meski dia tutup usia pada 13 Januari 2020 lalu.***