Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
16 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
15 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
16 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
17 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
15 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
15 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Home  /  Berita  /  Internasional

Min Aung Hlaing, Jenderal Pembantai Muslim Rohingya yang Kudeta Aung San Suu Kyi

Min Aung Hlaing, Jenderal Pembantai Muslim Rohingya yang Kudeta Aung San Suu Kyi
Min Aung Hlaing menyalami Aung San Suu Kyi. (detikcom)
Selasa, 02 Februari 2021 15:13 WIB
JAKARTA -- Militer Myanmar di bawah kendali Jenderal Min Aung Hlaing menangkap dan menahan pemimpin Myamnar Aung San Suu Kyi dan para petinggi Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD/partai pemenang Pemilu Myanmar), Senin (1/2/2021) dini hari.

Bagaimana perjalanan karier Min Aung Hlaing, hingga menjadi jenderal sangat berpengaruh di militer Myanmar dan melakukan kudeta terhadap Aung San Suu Kyi?

Dikutip dari detik.com yang melansir Laporan BBC Monitoring, karier Min Aung Hlaing terus menanjak melalui militer Myanmar, tetapi sebagai panglima tertinggi militer selama satu dekade terakhir ia juga memegang pengaruh politik yang signifikan sebelum kudeta Senin (1/2) lalu. Ia berhasil mempertahankan pengaruhnya di Tatmadaw - jajaran militer di Myanmar - bahkan setelah Myanmar bertransisi menjadi negara demokrasi.

Kendati begitu, ia mendapat kecaman dan sanksi internasional atas dugaan perannya dalam serangan militer terhadap etnis minoritas Rohingya.

Ketika Myanmar kembali ke pemerintahan militer di bawah kepemimpinannya, Min Aung Hlaing kini tampaknya akan memperluas kekuasaannya dan membentuk masa depan negara dalam waktu dekat.

Karier Terus Menanjak

Jenderal berusia 64 tahun ini telah menghabiskan seluruh kariernya di militer, di mana ia bergabung sebagai seorang kadet.

Seorang mantan mahasiswa hukum di Universitas Yangoon, ia masuk ke Akademi Layanan Pertahanan setelah upaya ketiganya berhasil pada 1974.

Prajurit yang relatif sederhana ini terus mendapatkan promosi reguler dan kariernya terus menanjak, akhirnya menjadi komandan Biro Operasi Khusus-2 pada tahun 2009.

Dalam perannya ini, ia mengawasi operasi militer di timur laut Myanmar, yang menyebabkan puluhan ribu pengungsi etnis minoritas melarikan diri dari Provinsi Shan bagian timur dan wilayah Kokang, di sepanjang perbatasan Tiongkok.

Terlepas dari tuduhan pembunuhan, pemerkosaan, dan pembakaran yang dilakukan pasukannya, karier Min Aung Hlaing terus naik dan pada Agustus 2010 ia menjadi kepala staf gabungan.

Kurang dari setahun kemudian, ia dipilih untuk jabatan tertinggi militer di depan jenderal yang lebih senior, menggantikan pemimpin lama Than Shwe sebagai panglima tertinggi pada Maret 2011.

Ketika Min Aung Hlaing menjadi panglima militer, blogger dan penulis Hla Oo - yang mengatakan bahwa mereka telah saling kenal di masa kanak-kanak - menggambarkannya sebagai ''pejuang yang tangguh dari Tentara Myanmar yang brutal'', tetapi ia juga memanggilnya ''sarjana dan pria yang serius'' .

Pengaruh politik dan 'genosida' Min Aung Hlaing memulai masa jabatannya sebagai panglima militer saat Myanmar melakukan transisi ke demokrasi pada tahun 2011, setelah beberapa dekade di bawah pemerintahan militer.

Pengaruh politik dan kehadirannya di media sosial meningkat ketika Partai Pembangunan dan Solidaritas Persatuan (USDP) yang didukung militer memimpin pemerintahan.

Kendati ada perubahan dalam peta politik Myanmar, Tatmadaw tetap mempertahankan 25% kursi di parlemen dan jabatan yang penting di kabinet terkait keamanan, seraya menolak upaya NLD untuk mengubah konstitusi dan membatasi kekuatan militer.

Pada 2016 dan 2017, militer mengintensifkan tindakan represif terhadap etnis minoritas Rohingya di negara bagian Rakhine utara, yang menyebabkan banyak Muslim Rohingya melarikan diri dari Myanmar.

Panglima militer Min Aung Hlain dikutuk secara internasional atas tuduhan ''genosida'' dan pada Agustus 2018 Dewan Hak Asasi Manusia PBB mengatakan: ''Para jenderal militer tertinggi Myanmar, termasuk Panglima Tertinggi Jenderal Min Aung Hlaing, harus diselidiki dan dituntut atas genosida di Negara Bagian Rakhine utara, serta kejahatan terhadap kemanusiaan dan kejahatan perang di Negara Bagian Rakhine, Kachin dan Shan.''

Menyusul pernyataan Dewan HAM PBB, Facebook menghapus akunnya, bersama dengan individu dan organisasi lain yang dikatakan telah ''melakukan atau memungkinkan pelanggaran hak asasi manusia yang serius di negara ini''.

AS menjatuhkan sanksi dua kali - pada 2019 atas dugaan perannya dalam "pembersihan etnis" dan pelanggaran hak asasi manusia, dan pada Juli 2020 Inggris juga menjatuhkan sanksi padanya.

Merebut Kekuasaan

Pemilihan umum pada November 2020 mencatat kemenangan besar bagi NLD, menurut data resmi pemerintah, namun di bulan-bulan berikutnya, Tatmadaw dan USDP yang didukung militer berulang kali menolak hasil tersebut.

USDP menuding adanya kecurangan Pemilu yang meluas, namun klaim itu ditampik oleh komisi pemilihan umum sebelum sidang parlemen untuk memastikan pemerintahan baru yang rencananya digelar pada Senin (01/02).

Spekulasi akan adanya kudeta terus berkembang di tengah perseteruan antara pemerintah dan militer.

Pada 27 Januari Min Aung Hlaing memperingatkan bahwa ''konstitusi akan dihapuskan, jika tidak diikuti'', mengutip contoh kudeta militer sebelumnya pada tahun 1962 dan 1988.

Militer tampaknya membalikkan sikap ini pada 30 Januari, dengan mengatakan bahwa media telah salah menafsirkan kata-kata pejabat militer tentang penghapusan konstitusi.

Namun, pada Senin (01/02) dini hari, Tatmadaw menahan Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint dan para pemimpin senior lainnya. Mereka kemudian memberlakukan keadaan darurat selama setahun.

Min Aung Hlaing mengambil alih semua kekuasaan negara untuk periode ini dalam kapasitasnya sebagai panglima tertinggi, dan segera memprioritaskan dugaan kecurangan Pemilu.

Pertemuan Dewan Pertahanan dan Keamanan Nasional yang dipimpinnya mengatakan akan menyelidiki klaim kecurangan Pemilu dan mengadakan pemilihan baru, yang secara efektif membatalkan kemenangan NLD.

Min Aung Hlaing awalnya akan mundur sebagai panglima tertinggi setelah mencapai usia pensiun 65 tahun pada Juli tahun ini, tetapi telah memberikan waktu bagi dirinya setidaknya satu tahun lagi memegang tampuk kekuasaan - dan berpotensi lebih lama - dengan kembalinya Myanmar ke pemerintahan militer.

Saat Myanmar menghadapi masa depan yang tidak pasti dengan keadaan darurat, ia telah memperkuat kekuasaannya dan mengambil alih negara.***

Laporan ini dikumpulkan oleh BBC Monitoring.

Editor:hasan b
Sumber:detik.com
Kategori:Internasional, Politik
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/