Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
Umum
16 jam yang lalu
Dengan Tema Mawar Hitam, Pameran Busana Migi Rihasalay Pukau Pengunjung Indonesia Fashion Week 2024
2
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
Olahraga
15 jam yang lalu
Lawan Bali United, Thomas Doll Harapkan Pemain Persija Jakarta Bugar
3
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
Olahraga
16 jam yang lalu
Nova Arianto Panggil 36 Pemain untuk Seleksi Timnas U-16 Tahap Kedua
4
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
Umum
17 jam yang lalu
Cinta Laura Tetap Produktif di Bulan Ramadan
5
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
Olahraga
15 jam yang lalu
Persis Solo Pantau Fisik Pemain Selama Ramadan
6
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Olahraga
15 jam yang lalu
Mahesa Jenar Terlecut Dukungan Panser Biru
Home  /  Berita  /  Riau

Izin Mulai 'Terkunci', Bumi tak Bisa Diperlebar, Asian Agri Fokus Bina Petani Swadaya dan Kembangkan Industri Hilir

Izin Mulai Terkunci, Bumi tak Bisa Diperlebar, Asian Agri Fokus Bina Petani Swadaya dan Kembangkan Industri Hilir
Peninjauan ruang kontrol PT. Asianagro Agung Jaya di kawasan Marunda, Jakarta Utara.
Senin, 07 November 2016 06:55 WIB
Penulis: Hermanto Ansam
PERKEBUNAN sawit dan industri minyak sawit tetap menjadi idola dunia meski sudah mulai muncul berbagai komoditi alternatif sebagai pengganti. Pertimbangannya, secara ekonomi dan produksi, minyak sawit lebih menguntungkan dari komoditi lainnya. Sayangnya, luas lahan sawit yang diperuntukkan sangat terbatas, apalagi sawit diyakini hanya subur di 10 derajat lintang utara dan selatan garis katulistiwa seperti Jambi, Riau, Sumatera Utara, Sumatera Barat beberapa provinsi di Kalimantan.

Jika Jakarta bisa melakukan reklamasi laut untuk memperluas daratan, namun untuk perkebunan sawit, hal itu tak mungkin ditiru. Karena itu, pada bisnis perkebunan berlaku istilah ''bumi tak bisa diperluas'' karena selain areal yang terbatas, izin perluasan juga sudah mulai terkunci dari pemerintah. Namun industri dan perkebunan sawit masih punya ''jalan lain'' yang harus dilakukan seperti peningkatan produksi per hamparan hingga mengembangkan industri hilir agar nilai produk semakin tinggi.

Untuk melihat bagaimana upaya para ''pemain'' perkebunan kelapa sawit menngkatkan produksi dan nilai tambah pada areal yang terbatas, berikut laporan wartawan GoRiau.com (GoNews Grup), Hermanto Ansam, yang ikut melakukan kunjungan pada perusahaan Asian Agri Group (perkebunan) dan Apical Group (industri) baru-baru ini. Paling tidak, perusahaan dan petani sawit, bisa membuat perbandingan guna meningkatkan produksi tanpa menambah lahan.

Kebun Asian Agri berada di tiga provinsi yaitu Sumatera Utara, Riau dan Jambi dengan luas sekitar 100 ribu hektar untuk inti dan sekitar 60 ribu plasma dan mitra. Perusahaan ini sudah menggarap bisnis sawit sekitar 30 tahun lalu, dan kini sudah memiliki 27 kebun kelapa sawit dan 20 PKS (pabrik kelapa sawit).

Dengan luasan tersebut, Asian Agri sudah mampu memproduksi CPO (crude palm oil) sekitar 1 juta ton per tahun. Sebuah angka yang tergolong tinggi untuk areal perkebunan yang hanya 160 ribu hektar. Namun permintaan dunia akan minyak nabati ini terus meningkat, karena itu, perlu penambahan produksi. Bagaimana caranya?

''Kami melakukan upaya peningkatan produksi setiap hektar. Hal ini tentu dimulai dari pemilihan bibit tanaman, baik untuk inti, plasma dan swadaya, perawatan hingga proses panen,'' ujar General Manager Asian Agri Group Freddy Wijaya saat menerima 10 wartawan yang ikut media gathering ke Bogor dan Jakarta.

BACA JUGA:

. Gubri Lepas Bakorluh dan Tim Peduli Api Asian Agri

. Asian Agri Gali Potensi Desa Cegah Karlahut

. Asian Agri akan Bangun 20 PLTBg Hingga Tahun 2020 di Riau, Jambi dan Sumatera Utara

Dikatakan, benih merupakan termasuk faktor utama dan yang awal dalam menentukan kesuksesan investasi di perkebunan kelapa sawit. Kesalahan dalam memilih benih akan berdampak sangat fatal yang akan disesali kemudian dalam jangka lama (20 hingga 25 tahun).

Karena itu, Asian Agri mengembangkan bibit unggul sendiri dibawah bendera Asian Agri R&D Centre yang dikembangkan melalui proses yang sistematis dan berkesinambungan. Dan pada tahun 1996, Asian Agri mendirikan balai (station) yang dikenal dengan Oil Palm Research Station (OPRS) Topaz, untuk melakukan kegiatan seleksi dan pemuliaan serta produksi benih unggul kelapa sawit. Selanjutnya pada tahun 2012 didirikan laboratorium kultur jaringan dengan teknologi terkini (state of the art) untuk mendukung kegiatan produksi benih unggul. Program pengembangan benih unggul ini juga didukung dengan fasilitas Laboratorium Biomolekuler.

OPRS sendiri telah merilis 4 varietas yaitu Topaz 1, Topaz 2, Topaz 3 dan Topaz 4. Sejak itu hingga akhir 2015, juga sudah menyalurkan lebih dari 130 juta benih dalam bentuk kecambah kepada perkebunan besar, petani plasma, petani swadaya di seluruh Indonesia, dan juga telah diekspor.

''Kami mempunyai rencana time-bound RSPO untuk menyertifikasi seluruh pabrik dan kebun kami, termasuk kebun petani plasma hingga tahun 2018. Di Desember 2015, kami sudah menyertifikasi 24 kebun dan 17 pabrik. 3 kebun dan 2 pabrik telah diaudit dan saat ini sedang dalam review. Untuk ISCC, kami sudah berhasil menyertifikasi seluruh pabrik dan kebun kami. Sedangkan untuk ISPO, kami sudah berhasil menyertifikasi 10 kebun dan 10 pabrik. Sisanya sudah diaudit. Petani kami juga ikut serta dalam proses sertifikasi ini. Di Desember 2015, kami sudah menyertifikasi 5 kebun petani untuk RSPO. Kami mempunyai target untuk menyertifikasi seluruh kebun petani kami di tahun 2016. Untuk ISCC kami sudah berhasil menyertifikasi seluruh kebun petani kami,'' ujarnya.

Upaya peningkatan kualitas yang bermuara pada produksi ini bukan hanya dilakukan untuk inti dan plasma, tapi juga untuk petani swadaya yang menjadi mitra. ''Sejak tahun 2011, tim Asian Agri mulai terlibat dengan sejumlah petani swadaya di Negeri Lama, Sumatra Utara. Pada akhir tahun 2014, Asian Agri telah bermitra dengan 3.615 petani swadaya yang mewakili 11.242 hektar lahan. Terhitung sejak Juni 2015 jumlah petani swadaya yang bermitra telah berkembang menjadi 4.924 petani dengan jumlah lahan 16.342 hektar. Dan kita akan terus hinggan hingga 60 ribu hektar dan targetnya tahun 2018 sudah tercapai,'' ujar Freddy.

Kemitraan dengan petani swadaya bukan hanya saat panen, tapi juga sejak awal. Karena itu, tim Asian Agri membina petani swadaya dimulai dari pembentukan koperasi, membangun kebersamaan, pendidikan pengetahuan pertanian, merekomendasikan pupuk, termasuk memberikan bantuan bibit dan pembiayaan seperti perbaikan infrastruktur.

Bukan hanya fokus membina peningkatan produksi, Asian Agri juga berupaya agar petani swadaya juga mendapat sertifikasi, seperti yang diterima Asosiasi Amanah yang merupakan satu-satunya petani swadaya dan pertama di Indonesia yang meraih sertifikasi RSPO atas binaan Asian Agri. Asosiasi yang terletak di Desa Bukit Jaya, Trimulya Jaya dan Air Emas ini beranggotakan 10 kelompok tani (KT) dengan 349 kepala keluarga dan luas lahan 763 hektar dengan tahun tanam tahun 2000.

Dalam mencapai RSPO, Asosiasi Amanah melalui Koperasi Amanah mengadakan sosialisasi dari waktu ke waktu kepada setiap kelompok tani. Mereka juga ditunjang dengan pelatihan tentang Principle & Criteria (P&C) RSPO dan menciptakan rasa kebersamaan.

Saat ini lahan petani swadaya menghasilkan 15% minyak kelapa sawit dengan 2.25 MT CPO per tahunnya. Padahal potensi lahan tersebut apabila dikelola dengan baik dapat menghasilkan 18% atau sebesar 3.6 MT CPO per tahunnya. Hasil kelapa sawit petani swadaya dapat lebih maksimal apabila ditanami dengan bibit baru. Presentasi minyak kelapa sawit yang dihasilkan dapat mencapai 25% dengan total penghasilan CPO sebesat 7.5 MT per tahun.

Dan tentunya, hasil yang diperoleh petani swadaya nantinya akan masuk ke Asian Agri dengan harga yang lebih baik. Dan otomatis akan meningkatkan produksi CPO Asian Agri Group secara keseluruhan. Dan jika target 60 ribu hektar dari petani swadaya berhasil, maka produksi 1 juta ton CPO pertahun, bukan saja bisa dipertahankan, bahkan bisa jauh lebih tinggi.

Kembangkan Industri Hilir

Asian Agri Grup yang didirikan oleh Sukamto Tanoto ternyata juga melengkapi bisnisnya di industri hilir produk sawit. Melalui Apical Grup yang bergerak di bidang pengolahan minyak kelapa sawit, hasil CPO yang diperoleh Asian Agri Grup sebagian besar diolah oleh pabrik-pabrik yang dimiliki Apical di Dumai dan Marunda Jakarta, Tanjung Balai Karimun dan Cina, dan sebagian dijual berita CPO.

https://www.goriau.com/assets/imgbank/07112016/aianjpg-5254.jpgPeserta media gathering dan karyawan PT Asianagro Agungjaya berfoto bersama usai peninjauan.

Apical melakukan proses lanjutan dari proses yang dilakukan di Asian Agri Group yakni mengolah minyak kelapa sawit atau Crude Palm Oil (CPO) menjadi berbagai produk turunan yang salah satunya adalah minyak goreng. Dari 4 perusahaan dibawah Apical, salah satunya adalah PT. Asianagro Agung Jaya di kawasan Marunda, Jakarta Utara.

Sama dengan perusahaan Apical di Dumai lewat PT Sari Dumai Sejati (SDS), produk yang dihasilkan PT. Asianagro Agung Jaya di Marunda juga dipasarkan secara lokal maupun untuk ekspor. "Mayoritas produksi yang dihasilkan perusahaan adalah minyak goreng yang dipasarkan untuk pasar lokal maupun industri," ucapnya.

Untuk industri, pembelinya pada umumnya adalah perusahaan biskuit. Bahkan beberapa supermarket besar juga merupakan pelanggan tetap perusahaan yang memasarkan minyak goreng PT. Asianagro Agung Jaya dengan merk mereka. Sedangkan berbagai produk lain yang dihasilkan juga diekspor keberbagai negara Asia, Eropa. Amerika Latin maupun wilayah lainnya," ujar Head of Production PT. Asianagro Agung Jaya, Saprul Dianto.

Sementara itu SSL-GA (Social Security License- General Affair) PT.Asinagro Agung Jaya, Sugondo pada saat menyambut rombongan media juga menjelaskan sekilas terkait company profile dari PT. Asianagro Agung Jaya.

"PT.Asianagro Agung Jaya berdiri 1993 dan telah mengalami beberapa kali ekspansi, yakni di tahun 2000 dan tahun 2012. Setelah ekspansi, saat ini kapasitas produksi pabrik adalah 2000 to perhari. Dari minyak mentah / CPO yang diolah; 75 persen nya diproses menjadi minyak goreng, sedangkan 25% nya diolah menjadi beragam produk lainnya, seperti margarin, shortening, powder fat dan lain lain," ujarnya menambahkan.

Moratorium Sawit

Seperti diberitakan sebelumnya, pemerintah akan memperpanjang moratorium alih fungsi kawasan hutan alam untuk dikonversi menjadi perkebunan kelapa sawit. Hal itu sesuai dengan amanat Presiden Joko Widodo.

''Kita ingin menata kembali lahan sawit, termasuk meningkatkan produksi lahan yang sudah ada dan replanting,'' kata Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution baru-baru ini.

Darmin mengatakan, forum sudah menyepakati memberlakukan kebijakan moratorium selama 5 tahun ke depan. Dan nantinya juga akan dimasukkan standar-standar seperti yang ada dalam ISPO (Indonesian Sustainable Palm Oil System).

Untuk mengimplementasikan moratorium izin perkebunan kelapa sawit, pemerintah akan mengeluarkan Inpres baru. Penyusunan rancangan Inpres dan norma-norma dalam Inpres tentang moratorium ini akan dituntaskan dalam rakor berikutnya.

Dalam Inpres tersebut, setiap kementerian wajib mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai tugas, fungsi, dan kewenangan masing-masing untuk mendukung moratorium dan evaluasi perizinan perkebunan kelapa sawit. ''Tidak boleh ada lagi izin untuk pelepasan hutan alam dan lahan gambut menjadi perkebunan sawit,'' kata Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya.

Lantas bagaimana perusahaan menyikapinya? ''Upaya perluasan lahan kemitraan dengan petani swadaya merupakan bagian dari upaya intensifikasi kami. Saat ini perusahaan survival-nya dengan peningkatan produktivitas dan efisiensi,'' ungkap General Manager Asian Agri Group Freddy Wijaya.

Karena itu, pihak perusahaan menyusun sejumlah program-program pengembangan petani swadaya seperti akselerasi legalitas lahan dan peningkatan potensi produktivitas CPO per hektare petani swadaya yang lebih rendah dari kebun inti dan kebun plasma.

Selain itu, Freddy mengatakan sepanjang tahun ini Asian Agri pun fokus melakukan pembinaan di desa-desa di sekitar konsesi agar terhindar dari kebakaran hutan seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya.

Nah, dengan langkah intensifikasi terutama peningkatan produksi per hektar tersebut paling tidak akan menyelamatkan sebagian lahan kita, lahan negara, karena kita tentu tak ingin semua lahan diperuntukkan untuk kelapa sawit, karena manusia tidak hanya butuh sawit, tapi juga beras, sayur mayur dan lain-lain.

Penulis yakin, jika peningkatan produksi tidak harus mengorbankan tanah yang ada, seharusnya perusahaan dan para pekebun mulai mengarah ke intensifikasi tersebut. Dan pemerintah diharapkan tidak lagi melakukan alih fungsi hutan dan lahan gambut menjadi kebun sawit, namun memberdayakan kebun yang ada dengan meningkatkan produksi per hektar. Masalahnya, luas bumi kita tidak bisa ditambah, karenanya harus dioptimalkan pemanfaatannya dengan berbagai cara. ***

Kategori:Riau, Ekonomi
wwwwwwhttps://green.radenintan.ac.id/max/https://bkpsdm.tanahlautkab.go.id/galaxy/https://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/