Home  /  Berita  /  Riau

Jelang Putusan Hakim Besok, Walhi Riau Beberkan 16 Kejanggalan dari Polisi Terkait Putusan SP3

Jelang Putusan Hakim Besok, Walhi Riau Beberkan 16 Kejanggalan dari Polisi Terkait Putusan SP3
Even Sembiring saat di kantor Walhi Riau, Senin sore (Foto: Chairul Hadi/GoRiau.com)
Senin, 21 November 2016 16:46 WIB
Penulis: Chairul Hadi
PEKANBARU - Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Riau, Senin (21/11/2016) sore, membeberkan 16 poin kejanggalan yang dilakukan Polda Riau dalam proses penyelidikan hingga penyidikan terhadap perusahaan yang diduga terjadi kebakaran lahan, 2015 silam.

16 poin tersebut disampaikan oleh Deputi Direktur Walhi, Even Sembiring, di kantor Walhi, Senin sore. Ia berharap, hakim tunggal Sorta Ria Neva yang memegang gugatan SP3 yang dilayangkan pihaknya terhadap PT Sumatera Riang Lestari, diterima hakim, sehingga kasus ini kembali dibuka.

Berikut 16 poin yang dinilai Walhi banyak kejanggalan:

1. Penerbitan SPDP diindikasikan sebagai suatu kebohongan, karena tidak terdapat berkas tanda terima atau bukti pengiriman ekspedisi ke Kejaksaan Negeri Tembilahan, Riau.

2. SPDP yang diterbitkan 9 Juni 2016 baru diberitahukan kepada Kejaksaan Negeri Tembilahan melalui surat tangal 15 September 2016, dan baru dikirimkan melalui ekspedisi pada 22 September 2016, atau lebih dari tiga bulan setelah SP3 dibocorkan oleh Jikalahari melalui siaran persnya.

3. Polda Riau hanya mengajukan empat orang saksi, dimana tiga diantaranya mempunyai hubungan pekerjaan dengan PT Sumatera Riang Lestari.

4. Berdasarkan fakta yang diuraikan, jelas penyidikan yang dilakukan tidak sesuai dengan SOP penyidikan yang menurut ahli, SPDP wajib diberitahukan penyidik kepada penuntut umum untuk menjadi kontrol antara kejaksaan dengan penyidik.

5. Polda Riau patut diduga menutup-nutupi keterangan ahli yang dijadikan dasar penghentian penyidikan, karena tidak satu pun ajli yang menjadi rujukan SP3 dihadrikan dalam sidang gugatan (Praperadilan) di Pengadilan Negeri (PN) Pekanbaru.

6. Alasan Polda Riau menghentikan penyidikan karena PT SRL sudah melakukan pemadaman, merupakan suatu hal yang dipaksakan, karena memperhatikan konsesi seluas 48.635 hektar ini hanya mempunyai tiga unit semprot air, dua menara pemantau. Bahkan pemadaman baru berhasil setelah melibatkan TNI dan Polri.

7. Area konsesi yang terbakar tidak seproduktif areal pada blok lainnya dan tidak secara transparan menyebutkan apakah areal yang terbakar mempunyai asuransi atau tidak.

8. Kebakaran juga tidak bisa dipastikan apakah berasal dari luar atau dari dalam areal konsesi PT SRL.

9. Kondisi kanal PT SRL dalam kondisi kering dan dangkal, yang mana fakta ini telah menyalahi kewajiban dan larangan dari ketentuan Pasal 23, Pasal 26, Pasal 27 ayat 2, peraturan pemerintah nomor 71, tahun 2014, tentang perlindungan dan pengelolaan ekosistem gambut.

10. PT SRL tidak melakukan pencucian kanal guna merawat kanal agar tetap berair dan basah, sesuai kondisi ekologisnya telah menyalahi kewajibannya sebagaimana ditentukan oleh Pasal 5 ayat 3, peraturan menteri lingkungan hidup nomor 10 tahun 2010, tentang mekanisme pencegahan pencemaran dan atau kerusakan lingkungan hidup.

11. Kebakaran di areal konsesi PT SRL pada 2015 bukan yang pertama, menurut pantauan Walhi dan keterangan saksi dari perusahaan (PT SRL), diketahui bahwa tahun-tahun sebelumnya perusahaan ini mengalami kebakaran.

12. Berdasarkan keterangan ahli, Dr Muhammad Arif Setiawan, maka dengan tidak dipenuhinya kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan, maka sebenarnya sudah dapat dikategorikan memenuhi unsur kelalaian, sehingga dalil termohon yang menyebutkan PT SRL telah melaksanakan kewajibannya untuk melakukan upaya pencegahan dan pemadaman api, tidak berdasar dan harus ditolak.

13. Berdasarkan keterangan ahli, Dr Muhammad Arif, maka terhadap keterangan ahli yang dijadikan rujukan penghentian penyidikan bisa diabaikan dengan mencari second opinion dari keterangan ahli lainnya.

14. Polda Riau dalam melakukan penyidikan perkara hanya menerapkan satu ketentuan pidana, pasal 108, UU PPLH tanpa memperhatikan penerapan pasal lainnya, khususnya Pasal 98 dan 99 UU PPLH.

15. Polda Riau mengabaikan ketentuan BAB V ketentuan Keputusan Ketua Mahkamah Agung Nomor: 36/ KMA/ SK/ II/ 2013 tentang Pemberlakuan Pedoman Penanganan Perkara Lingkungan Hidup, padahal ketentuan ini mensyaratkan pembuktian Pasal 98 dan 99 UU PPLH harus terlebih dahulu memperhatikan akibat berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup, pencemaran lingkungan hidup dibuktikan dengan terjadinya pelanggaran baku mutu ambien (udara), dan perusakan lingkungan hidup dibuktikan dengan terjadinya pelanggaran kriteria baku kerusakan lingkungan.

16. Polda Riau belum sama sekali melakukan uji laboratorium untuk memeriksa dampak dari kebakaran yang terjadi di areal konsesi PT SRL, maupun meminta keterangan keterangan ahli Prof Bambang Hero dan Dr Basuki Wasis untuk melihat akibat berupa pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di areal konsesi PT SRL yang terbakar.

"Jika gugatan kita ditolak, kita akan lakukan tiga hal, pertama akan daftarkan kembali Praperadilan atas nama SRL, menunggu hasil Panja, serta masukkan Praperadilan atas nama SRL dengan dua korporasi lainnya, yaitu PT Riau Jaya Utama dan satu lagi Rimba Lazuardi," tegas Even didampingi Fandi Rachman, menjawab GoRiau.com (GoNews Group). ***

Kategori:Hukum, Riau
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/