Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
Olahraga
17 jam yang lalu
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
2
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
Umum
14 jam yang lalu
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
3
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
Umum
14 jam yang lalu
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
4
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
Pemerintahan
17 jam yang lalu
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
5
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor 'Temurun' Jadi Ajang Fun Run
Umum
13 jam yang lalu
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor Temurun Jadi Ajang Fun Run
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Silima Lombu, Cerita Lobster, Mangga dan Pengabdian di Samosir

Silima Lombu, Cerita Lobster, Mangga dan Pengabdian di Samosir
Desa Silima Lombu, Samosir. (laketoba.net)
Minggu, 04 Desember 2016 17:00 WIB
Penulis: Wie Dya

SAMOSIR - Berkunjung ke kawasan Danau Toba, wilayah mana saja yang sudah Anda jalani? Parapat, Simalungun, barangkali sudah terlalu mainstream untuk wisata Danau Toba. Sekali-sekali, Anda boleh juga mencoba sudut mata angin yang lain dari objek wisata danau terluas di Asia Tenggara ini. 

Silima Lombu. Anda pernah mendengarnya? Desa ini terdapat di Kecamatan Onan Runggu, Kabupaten Samosir. Menuju Silima Lombu, ada dua cara yang bisa dilakukan. Pertama Anda harus menumpang kapal ferry, dari Pelabuhan Ajibata, Parapat, menyeberang ke Tomok dengan waktu tempuh sekitar 45 menit. Dari Tomok, perjalanan darat membutuhkan waktu satu jam untuk sampai di Silima Lombu. Kedua adalah via darat. Anda menyusuri pulau Samosir dari Tele dengan mobil, lalu menuju Silima Lombu sekitar 1 jam.   

Tiba di Desa Silima Lombu Anda akan disambut oleh ratusan pohon mangga yang tinggi dan rindang, usianya lebih kurang 500 tahun. Silima Lombu memang belum menjadi daerah tujuan wisata Danau Toba yang umum, karena desa ini lebih banyak diisi oleh pemukiman penduduk. Namun sejak Ratnauli Gultom kembali ke desanya, Silima Lombu mulai mempunyai tempat untuk orang yang ingin singgah, yaitu Ecovillage.

Bersama suaminya, Thomas Heinle yang berkewarganegaraan Jerman, Ratna membangun sebuah homestay berkonsep lingkungan di tanah milik orang tuanya. Atap rumah berbentuk melengkung, sesuai rumah adat Batak. Dinding bangunan rumah dari kayu, dan ada banyak ventilasi serta bagian terbuka untuk bisa memandang Danau Toba dengan leluasa. Satu malam menginap di Ecovillage, harga kamar sekitar Rp150 ribu - Rp180 ribu.

Para tamu bisa menginap di dalam kamar, atau juga di loteng, yang jendelanya menghadap ke Danau Toba yang luas. Sensasi tidur di loteng, seakan kita berada di sebuah kapal yang sedang mengarungi Danau Toba. Bangun tidur di pagi hari, dari jendela loteng mata akan disuguhi berkas mentari yang perlahan keluar dari peraduan. Semburatnya yang memenuhi langit membuat kita tak ingin segera beranjak dari kasur.

“Tinggal di sini seperti tinggal di rumah sendiri. Kami ingin orang-orang yang berkunjung kemari bisa menyatu dengan kehidupan di Tanah Batak, bisa menyatu dengan Danau Toba,” kata Ratnauli Gultom yang pernah mendapatkan award sebagai perempuan pelestari Danau Toba tahun 2014, kepada GoSumut.

Namun tidak sembarang wisatawan yang tertarik berkunjung ke Silima Lombu, karena lokasi desanya yang sedikit terisolir. Orang yang menetap di Ecovillage biasanya adalah mereka yang ingin mendapatkan pengalaman di sebuah desa yang jauh dari gemerlap dunia pariwisata. Ecovillage diperuntukkan bagi mereka yang ingin berkontribusi melakukan sesuatu untuk perbaikan kawasan Danau Toba.

Ratna mempunyai beberapa program yang ditawarkan kepada para volunteer dari seluruh dunia, untuk merasakan sensasi hidup dan mengabdi di Silima Lombu. Diantaranya adalah program penghijauan, kebersihan dan pelestarian danau toba, membuat kerajinan dari enceng gondok atau dari bahan daur ulang, dan lainnya.

“Kebanyakan yang datang ke sini adalah volunteer dari luar negeri. Mereka tinggal di sini beberapa bulan. Rata-rata anak-anak muda yang sudah selesai high school, sebelum melanjutkan pendidikan di perguruan tinggi, mereka ingin merasakan dulu berpetualang di daerah terpencil,” ungkap Ratna.  

Melalui websitenya, laketoba.net, Ratna menawarkan kehidupan tradisional Batak kepada orang-orang yang ingin mengecap pengalaman hidup di desa Batak. Maka jangan kaget jika di bagian sudut homestay-nya, terdapat peternakan Batak, yang dikelola oleh ibunya yang sudah berusia 85 tahun.  Mereka memang ingin memberikan nuansa kehidupan asli di pedesaan Tanah Batak kepada para pelancong petualang, ataupun volunteer.

“Senang sekali para volunteer ini, pagi dan sore bisa mandi di Danau Toba sepuasnya. Kalau mau masak, saya suka ajak mereka untuk mengutip sayuran di kebun,” kata Ratna.

Lobster di Pinggir Danau

Ecovillage terletak tepat di pinggir Danau Toba. Maka kehidupan sehari-hari pengunjung tempat ini tidak akan berjauhan dari kebutuhan akan sumber air Danau Toba. Ada yang unik jika kita turun ke Danau Toba untuk mencuci piring ataupun mencuci muka. Sejumlah lobster berwarna hijau akan terlihat bermain-main di sekitar tempat kaki kita berdiri.

Ya, lobster memang sudah lama ada di sekitar Silima Lombu. Ratna meletakkan perangkap lobster di sekitar pinggiran danaunya, untuk bisa disantap oleh tamu ataupun keluarga. Meskipun hampir setiap hari dia bisa memakan lobsters, tapi lobster-lobster di sekitar danau di rumahnya ini tak pernah habis.

Editor:Wie Dya
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/