Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
10 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
2
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
10 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
3
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
8 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
4
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
9 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
5
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
9 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Home  /  Berita  /  GoNews Group

KPBI Sebut Jokowi Semakin Menyerupai Soeharto

KPBI Sebut Jokowi Semakin Menyerupai Soeharto
Selasa, 13 Desember 2016 16:21 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Konfederasi Persatuan Buruh Indonesia (KPBI) mengecam penggunaan pidana makar pada para pengkritik pemerintah. KPBI menganggap Presiden Joko Widodo menggunakan cara otoriter dan tidak demokratis untuk membungkam kelompok oposisi.

KPBI menganggap pemerintahan Joko Widodo semakin menyerupai pemerintahan otoriter Soeharto. Sekretaris Jenderal KPBI Damar Panca Mulya mengatakan presiden ke-5 itu di era reformasi itu telah membawa agenda demokrasi mundur.

"Jelas hal tersebut telah mencedrai iklim Demokrasi Kerakyatan yang selama ini telah kita perjuangkan pasca lengsernya rezim otoriter orde baru," kata Sekretaris Jenderal KPBI Damar Panca Mulya melalui siaran persnya yang diterima GoNews.co, Selasa (13/12/2016).

Menurutnya, Joko Widodo semakin menyerupai Soeharto karena mengganjar para pengkritiknya dengan pidana karet makar. Damar menambahkan pasal makar tidak memiliki ukuran yang jelas. "Demokrasi sudah terancam kalau rapat dan aksi untuk mengkritisi kebijakan pemerintahdianggap makar," tukasnya.

KPBI juga menilai, penggunaan pasal makar untuk membungkam kelompok oposisi itu bertentangan dengan Undang-undang Dasar 1945.

KPBI justru berpendapat yang membajak kedaulatan adalah investor global. Melalui perjanjian-perjanjian dan organisasi internasional, para pemodal memaksakan pemerintahan, terutama di negara dunia ketiga, tunduk pada kepentingan bisnis semata. "Sudah berapa banyak subsidi untuk rakyat yang kemudian dicabut demi kepentingan kaum modal?" ujarnya.

KPBI juga menyerukan kepada seluruh elemen gerakan rakyat untuk terus melawan kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak pro rakyat. Gerakan-gerakan yang berlawan mesti segera mengkonsolidasikan perlawanan dalam kekuatan politik alternatif.

Pada 2 Desember 2016, kepolisian menangkap 11 orang menjelang aksi di lapangan monas. Dari jumlah itu, 8 menjadi tersangka kasus dugaan perencanaan makar. Di antaranya adalah Sri Bintang Pamungkas dan Rachmawati Soekarnoputri.

Tidak hanya itu, Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia Said Iqbal mendapat surat panggilan untuk diperiksa sebagai saksi di Polda Metro Jaya dalam perkara tindak kejahatan terhadap keamanan negara atau makar. Hari ini, presiden buruh itu mendatangi Kepolisian Daerah Metro Jaya untuk menjalani pemeriksaan. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/