Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Ketua FKDM DKI Sebut Kinerja Pj Gubernur Sudah Bagus
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Ketua FKDM DKI Sebut Kinerja Pj Gubernur Sudah Bagus
2
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
Olahraga
16 jam yang lalu
Timnas U 17 Wanita Tatap Laga Perdana Melawan Filipina di Piala Asia U 17 AFC 2024
3
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
Olahraga
16 jam yang lalu
Tampil Trengginas, Korea Utara Bekuk Korea Selatan
4
Ketua Umum Forkabi Nilai Heru Budi Layak Pimpin Jakarta
DKI Jakarta
19 jam yang lalu
Ketua Umum Forkabi Nilai Heru Budi Layak Pimpin Jakarta
5
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
Umum
16 jam yang lalu
Chand Kelvin dan Dea Sahirah Sudah Resmi Bertunangan
6
Pemprov DKI Raih Provinsi Terbaik Tiga Penghargaan Pembangunan Daerah
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Pemprov DKI Raih Provinsi Terbaik Tiga Penghargaan Pembangunan Daerah
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kisah Seorang Pengidap Gangguan Jiwa di Panti Yayasan Tunas Bangsa Pekanbaru, Mayatnya Ditelantarkan di Balai-balai Sampai Dikerubungi Lalat

Kisah Seorang Pengidap Gangguan Jiwa di Panti Yayasan Tunas Bangsa Pekanbaru, Mayatnya Ditelantarkan di Balai-balai Sampai Dikerubungi Lalat
Foto ilustrasi kondisi para penghuni panti pengidap gangguan jiwa yang dikelola Yayasan Tunas Bangsa, di Lintas Timur KM 20 Tenayan Raya (Foto: Chairul Hadi)
Selasa, 31 Januari 2017 07:53 WIB
Penulis: Chairul Hadi
PEKANBARU - Cerita miring soal dugaan ketidakbecusan Yayasan Tunas Bangsa, Kota Pekanbaru Provinsi Riau dalam memperlakukan penghuni panti belum habis. Setelah almarhum M Zikli, balita 18 bulan yang ditenggarai meninggal secara tak wajar, kini muncul satu nama lainnya.

Kali ini kisahnya datang dari salah seorang mantan penghuni panti jompo/Lansia dan pengidap gangguan jiwa yang terletak di Jalan Lintas Timur, KM 20 Tenayan Raya, Kota Pekanbaru Provinsi Riau, yang juga salah satu dari panti di bawah naungan Yayasan Tunas Bangsa.

Mantan penghuni panti itu berinisial AR. Pria kelahiran 1961 tersebut meninggal dunia setelah dititipkan di panti Yayasan Tunas Bangsa. Kasus AR terbilang cukup lama, yakni sekitar tahun 2011-2012 silam. Selama itu pula keluarga memendam kisah kematian pria ini, yang mereka nilai sangat tidak wajar.

"Saya lupa-lupa ingat kapan persisnya, sekitar tahun 2011 kalau nggak salah dititipkan ke sana, waktu itu kondisi fisik dan badanya abang saya bagus (berdaging), cuma mengidap gangguan jiwa," kisah adik kandung AR saat GoRiau.com (GoNews Group) menyambangi rumahnya di daerah Tenayan Raya, Senin (30/1/2017) malam.

Baca Juga: Astagfirullah, Begini Kondisi Penghuni Panti Jompo dan Gangguan Jiwa di KM 20 Tenayan Raya Milik Yayasan Tunas Bangsa

Singkat kata, belum sampai setahun di sana, sekitar Maret atau April tahun 2012, tiba-tiba pengelola mengabarkan kalau AR sudah meninggal dunia. Dengan perasaan yang bercampur aduk, keluarga almarhum lalu mendatangi Panti dengan maksud menjemput jenazah. Tapi apa yang didapat di sana justru membuat perasaan mereka terenyuh pilu.

Ketika itu jasad AR diletakkan begitu saja di bangunan terbuka mirip balai-balai di depan panti. Tak ada seorang pun yang menjaganya. Bahkan kata sang adik, tidak ada proses administrasi serah terima jenazah. Pihak pengelola juga tidak ada. "Satu pun orang yayasan tidak ada, tak ada yang jagain jenazah ini," bebernya.

Perasaan keluarga lebih hancur lagi saat melihat dari dekat kondisi jasad AR. Badannya sangat kurus dan tubuhnya dikerubungi lalat. "Itu abang saya badannya tinggal tulang, bukan kurus lagi tapi kayak tengkorak, cuma bedanya masih ada terbalut kulit. Saat diangkat ringan macam kapas, lalat banyak," sesal dia.

"Menangis saya tengoknya, menggigil, ngilu. Yang nguburkan kami (keluarga), orang itu (yayasan) nggak mau tahu. Pas itu jasad abang belum dikafani, cuma ditutup kain. Ibaratnya kayak mayat ketemu di jalan, ditaruh di situ, nggak ada harganya. Jangankan moto (Foto), nengok kondisinya pun nggak sanggup," sambungnya.

Baca Juga: Sering Dipukuli, Cerita Pilu Penghuni Panti KM 20 Milik Yayasan Tunas Bangsa Ini Bikin Orang Terbelalak

Ketika itu keluarga AR enggan berpikiran macam-macam. Niat mereka adalah bagaimana secepatnya memakamkan almarhum secara layak. "Kayak nggak dikasih makan, disiksa gitu. Kalau dibilang karena sakit, selama di sana pihak yayasan tidak pernah cerita. Saat nelpon itu lah dikasih tahu sudah meninggal," ucapnya.

Pihak yayasan diakui keluarga AR juga tidak menyebutkan sebab meninggal dunianya almarhum. "Nggak ada dibilang kenapa (meninggal). Katanya meninggalnya malam, cuma kok baru pagi kami dikasih tahu, itu pun pakai telepon. Apa salahnya malam itu dikabari kan," ucapnya.

Adik almarhum memang tidak begitu setuju dengan rencana dititipkannya AR ke panti, salah satu alasannya lantaran pihak pengelola bergelagat aneh sejak awal. "Kita waktu itu (saat dititipkan pertama) sudah janjian menjemput abang saya ini siang, namun mereka (pengelola) itu bisa itu sekitar jam 02.00 WIB," sebut adik kandung AR.

Pengelola yayasan juga menolak saat keluarga AR menawarkan untuk mengantarkan langsung AR ketika dititipkan di panti tersebut. "Nggak mau mereka, biar mereka yang jemput. Saya ingat, jam 02.00 WIB itu pas hujan deras. Kenapa harus jam segitu, padahal sejak siang sudah berencana, di sana saya awalnya sudah curiga," bebernya lagi.

Kisah ini pun terkubur dalam-dalam, sampai akhirnya nama Yayasan Tunas Bangsa mencuat pasca kasus M Zikli, balita 18 bulan yang meninggal dunia diduga secara tidak wajar. Bedanya, keluarga almarhum AR memang tidak ingin membawa kasus kematian abang kandungnya ini ke ranah hukum.

"Pas saya baca berita di internet, saya kaget ada nama Yayasan Tunas Bangsa. Apalagi ada berita soal kondisi Panti di KM 20, ternyata ini tempat abang saya dirawat dulu, hati saya langsung nggak tenang," tandas adik almarhum AR bercerita kepada GoRiau.com (GoNews Group) didampingi suaminya malam itu.

Untuk merawat mendiang AR di sana diakui keluarga bukannya tanpa biaya. Pada waktu itu (Tahun 2011-2012), mereka mesti mengeluarkan uang awal sebesar Rp10,5 juta, ditambah dengan iuran bulanan Rp250 ribu. "Ada bayar uang muka dan uang perbulannya, uang peratawan mungkin ya," lanjutnya.

"Pas sudah di sana abang saya itu tidak pernah dan tidak boleh dibawa ke luar, misalnya dibawa pulang atau diajak jalan-jalan sehari pun nggak boleh, kalau sudah ke luar, pas masuknya hitungan baru, bayar Rp10,5 juta lagi, begitu aturannya," pungkas dia. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/