Dewan Pakar ICMI Anton Tabah: Sidang Kasus Ahok Seperti Negara Tanpa Aturan
Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo menilai, proses sidang dalam kasus Ahok kemarin seperti negara tanpa aturan.
''Saya melihat sidang kasus Ahok ini aneh. Kasusnya penistaan atau penodaan Agama Islam, kok lari ke Pilkada. Apalagi yang diperiksa saksi kok lari ke masalah privacy segala, tidak ke pokok perkara,'' kata Anton saat dihubungi Republika, Rabu (1/2).
Jenderal purnawirawan polisi ini menyayangkan sikap jaksa penuntut umum yang menghadirkan saksi terkesan mendiamkan saat melihat sidang lari jauh ke luar perkara. ''Sidang penistaan agama kan jelas unsur-unsurnya,'' katanya.
Anton menuturkan, pada saat melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Permadi yang pernah menjadi tersangka penistaan agama, ketika dirinya menjadi Kepala Polisi di wilayah Yogyakarta, pemeriksaannya tidak lari pada pokok perkara. Sehingga, proses pemeriksaan di persidangannya ditempuh secara cepat, sederhana dan murah.
Namun, kata dia, pada kasus Ahok proses pelimpahan perkara ke JPU dari kepolisian memang cepat. "Akan tetapi pada saat proses di persidangan bertele-tele dan dibuat melebar kemana-mana, jadi lama dan mahal. Tidak sesuai asas peradilan yang mesti cepat murah dan sederhana," ujarnya.
Padahal, kata Anton, semua pelaku kasus penodaan agama dari Arswendo, Permadi, Lia Edden, Musadek bahkan yang terbaru Rusgiyani, semua proses persidangannya berjalan cepat, murah, dan sederhana serta semua pelakunya menyesal tak akan mengulangi lagi perbuatannya.
Akan tetapi, terdakwa Ahok terlihat tidak ada rasa menyesal bahkan terkesan menantang ke mana-mana. "Mungkin, dia telah kliru memaknai kebebasan seperti kebebasan liberal sekuler yang boleh bebas apa saja termasuk bebas atheis agnostis bahkan bebas kawin sejenis?" katanya.
Padahal, menurut Anton, hal demikian sangat bertentangan dengan ideologi NKRI Pancasila dan dasar NKRI, Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai pasal 29 ayat 1 UUD45.
Anton yang juga pengurus KAHMI Pusat mengingatkan bangsa Indonesia jangan sampai tinggal sejarah karena pemahaman dan kebebasan ala liberal. Karena pemahaman itu sangat berbahaya bagi NKRI dan sangat membahayakan bangsa Indonesia.
"Kalau tidak segera dihentikan kebebasan liberal, maka NKRI akan tinggal puing-puing sejarah yang meranggas," katanya. ***
Editor | : | hasan b |
Sumber | : | republika.co.id |
Kategori | : | GoNews Group, Hukum, Lingkungan |