Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
Olahraga
20 jam yang lalu
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
2
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
Umum
17 jam yang lalu
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
3
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
Umum
17 jam yang lalu
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
4
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
Pemerintahan
20 jam yang lalu
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
5
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor 'Temurun' Jadi Ajang Fun Run
Umum
17 jam yang lalu
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor Temurun Jadi Ajang Fun Run
6
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
1 jam yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Home  /  Berita  /  Lingkungan

Dewan Pakar ICMI Anton Tabah: Sidang Kasus Ahok Seperti Negara Tanpa Aturan

Dewan Pakar ICMI Anton Tabah: Sidang Kasus Ahok Seperti Negara Tanpa Aturan
(republika.co.id)
Rabu, 01 Februari 2017 17:38 WIB
JAKARTA Sidang kedelapan kasus penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang berlangsung kemarin. Dalam sidang tersebut Ahok dan kuasa hukumnya menuduh Ketua Umum MUI KH Ma'ruf Amin berbohong dan mengancam melaporkannya ke polisi.

Dewan Pakar ICMI Pusat Anton Tabah Digdoyo menilai, proses sidang dalam kasus Ahok kemarin seperti negara tanpa aturan.

''Saya melihat sidang kasus Ahok ini aneh. Kasusnya penistaan atau penodaan Agama Islam, kok lari ke Pilkada. Apalagi yang diperiksa saksi kok lari ke masalah privacy segala, tidak ke pokok perkara,'' kata Anton saat dihubungi Republika, Rabu (1/2).

Jenderal purnawirawan polisi ini menyayangkan sikap jaksa penuntut umum yang menghadirkan saksi terkesan mendiamkan saat melihat sidang lari jauh ke luar perkara. ''Sidang penistaan agama kan jelas unsur-unsurnya,'' katanya.

Anton menuturkan, pada saat melakukan pemeriksaan terhadap terdakwa Permadi yang pernah menjadi tersangka penistaan agama, ketika dirinya menjadi Kepala Polisi di wilayah Yogyakarta, pemeriksaannya tidak lari pada pokok perkara. Sehingga, proses pemeriksaan di persidangannya ditempuh secara cepat, sederhana dan murah.

Namun, kata dia, pada kasus Ahok proses pelimpahan perkara ke JPU dari kepolisian memang cepat. "Akan tetapi pada saat proses di persidangan bertele-tele dan dibuat melebar kemana-mana, jadi lama dan mahal. Tidak sesuai asas peradilan yang mesti cepat murah dan sederhana," ujarnya.

Padahal, kata Anton, semua pelaku kasus penodaan agama dari Arswendo, Permadi, Lia Edden, Musadek bahkan yang terbaru Rusgiyani, semua proses persidangannya berjalan cepat, murah, dan sederhana serta semua pelakunya menyesal tak akan mengulangi lagi perbuatannya.

Akan tetapi, terdakwa Ahok terlihat tidak ada rasa menyesal bahkan terkesan menantang ke mana-mana. "Mungkin, dia telah kliru memaknai kebebasan seperti kebebasan liberal sekuler yang boleh bebas apa saja termasuk bebas atheis agnostis bahkan bebas kawin sejenis?" katanya.

Padahal, menurut Anton, hal demikian sangat bertentangan dengan ideologi NKRI Pancasila dan dasar NKRI,  Ketuhanan Yang Maha Esa sesuai pasal 29 ayat 1 UUD45.

Anton yang juga pengurus KAHMI Pusat mengingatkan bangsa Indonesia jangan sampai tinggal sejarah karena pemahaman dan kebebasan ala liberal. Karena pemahaman itu sangat berbahaya bagi NKRI dan sangat membahayakan bangsa Indonesia.

"Kalau tidak segera dihentikan kebebasan liberal, maka NKRI akan tinggal puing-puing sejarah yang meranggas," katanya. ***

Editor:hasan b
Sumber:republika.co.id
Kategori:GoNews Group, Hukum, Lingkungan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/