Kisah Perempuan-perempuan Perkasa di Samadua
Penulis: Hendrik
TAPAKTUAN - Di pinggiran pantai Gampong Kampung Baru, Kecamatan Samadua, Aceh Selatan ada sekitar 100 orang lebih masyarakat yang menggantungkan hidupnya sebagai pengumpul pasir dan kerikil.
Ironisnya, mayoritas dari pekerja tersebut merupakan kaum perempuan yang terpaksa harus banting tulang di bawah sengatan mata hari demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga.
Salah seorang pekerja, Asmiar, (34), yang ditemui di lokasi, menuturkan, kegiatan mengumpulkan pasir dan kerikil di pantai tersebut telah dilakoninya sejak puluhan tahun silam.
“Saya bekerja seperti ini untuk membantu suami yang juga bekerja di lokasi yang sama demi terpenuhinya kebutuhan hidup keluarga. Tapi ada juga sebagian perempuan lain yang memang benar-benar menggantungkan hidupnya bekerja mengumpulkan pasir dan kerikil karena sudah berstatus janda demi menghidupi anak-anaknya,” ujar Asmiar.
Didampingi rekan-rekannya, Lasmi (35) dan Umi (40), Asmiar menceritakan bahwa rutinitas mereka bekerja mengumpulkan pasir dan kerikil setiap harinya dimulai sejak pagi dan tiba kembali di rumah menjelang Magrib.
Setiap hari, pekerjaan yang seharusnya dikerjakan oleh kalangan laki-laki itu mereka lakoni. Terkadang, ketika sang suami mereka berhalangan datang ke pantai, pekerjaan mengumpulkan pasir dan kerikil itu terpaksa mereka lakukan sendiri.
"Pekerjaan ini kami lakukan, karena tidak ada pekerjaan lain. Sementara anak-anak perlu biaya pendidikan. Saya membantu suami mengumpulkan pasir maupun kerikil, kebetulan hari ini suami saya berhalangan datang, sehingga saya sendiri yang mengumpulkannya," imbuh Asmiar.
Terkait jumlah yang mampu dikumpulkannya, Asmiar mengatakan bergantung pada kesanggupan mereka melangsir pasir atau kerikil dari pinggir laut ke pinggir jalan setapak yang berjarak sekitar 50 meter dari bibir pantai. Sedangkan untuk muatan satu mobil pikap berisi pasir atau kerikil sebanyak 15 lori.
"Jika kondisi fisik sedang fit, kadang-kadang bisa terkumpul 2 – 3 mobil pikap ukuran kecil. Namun jika sedang tidak fit hanya 1 atau 2 mobil per harinya,” jelasnya.
Selain tergantung kondisi fisik, lanjut dia, pengumpulan material pasir dan kerikil juga sangat tergantung dengan permukaan air laut. Sebab jika ombak sedang besar dan air laut sedang pasang, akan menyulitkan pihaknya dalam mengumpulkan material pasir atau kerikil.
“Jika ingin mendapatkan material pasir atau kerikil kualitas super maka para penambang harus mengambilnya dari dalam air laut. Sehingga jika kondisi ombak sedang ganas atau air laut sedang pasang, maka sangat menyulitkan para penambang bekerja,” ungkapnya.
Dia menyebutkan, untuk satu mobil pikap ukuran kecil harga pasir atau kerikil sebesar Rp50 ribu. Namun jumlah sebesar itu tidak seluruhnya mereka terima, karena ada pemotongan sebesar Rp5.000 untuk retribusi yang menjadi pendapatan asli gampong setempat.
Editor | : | Zainal Bakri |
Kategori | : | Umum |