Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
Olahraga
12 jam yang lalu
Manager Timnas Putra dan Timnas Wanita Indonesia Terisi
2
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
Olahraga
11 jam yang lalu
Veddriq Juara di Shanghai, Panjat Tebing Selangkah Lagi Tambah Tiket Ke Olimpiade 2024 Paris
3
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
Umum
10 jam yang lalu
Lestarikan Warisan Budaya Batak Lewat Konser Musik Anak Ni Raja
4
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
Olahraga
12 jam yang lalu
Bambang Asdianto Bicara Kesiapan Pemain Timnas Basket Indonesia Jelang SEABA U-18 Women’s di Thailand
5
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Olahraga
10 jam yang lalu
Rakor PON XXI di Medan, Menpora Dito Sebut Kesiapan Sumatera Utara Sudah Matang
Home  /  Berita  /  Sumatera Utara

Etnis Tamil Kampung Madras Masuk Peradaban India di Nusantara

Etnis Tamil Kampung Madras Masuk Peradaban India di Nusantara
Minggu, 10 September 2017 14:02 WIB

MEDAN-Kampung Madras dulunya disebut Kampung Keling boleh dibilang little town India di Kota Medan. Tepatnya Tamil Nadu yang beribukota Chennai. Tamil Nadu adalah sebuah negara bagian di kawasan selatan India. Chennai disebut juga Madras. Seiring perkembangan masyarakat Tamil Nadu tidak hanya orang-orang Madras, sehingga kemudian nama itu diganti menjadi Chennai.

Kampung Madras (Keling) diperkirakan telah ada sejak tahun 1884. Sesuai tahun pembangunan kuil Shri Mariamman Kuil, di Jalan Zainul Arifin, Medan. Kawasan masyarakat Tamil lain yang ada di Kota Medan berada di Kecamatan Medan Petisah, Medan Baru dan Kampung Anggerung, Medan Polonia.

Sejarah kedatangan masyarakat etnis Tamil di Medan tercatat dalam banyak literatur. Temuan-temuan arekologis di Sumatera maupun di Jawa mulai dari abad ke-7 M hingga abad ke-14 memperlihatkan kesinambungan kehadiran peradaban India di Kepulauan Nusantara.

Secara khusus di Sumatera Utara orang-orang India sudah terekam dalam sebuah prasasti bertarikh 1010 Saka atau 1088 M tentang perkumpulan pedagang Tamil di Barus yang ditemukan pada 1873 di situs Lobu Tua (Barus), sebuah kota purba di pinggir pantai Samudera Hindia.

Menurut antropolog Tamil, Selwa Kumar, orang India di Medan secara garis besar ada dua etnis, yaitu Punjabi dan Tamil. Tetapi dari segi jumlah etnis Tamil lebih banyak dan menyebar di berbagai daerah di Sumatera Utara.

“Orang Tamil banyak menyebar di sejumlah daerah di Sumatera Utara. Paling banyak di Kampung Madras, Binjai, Langkat, Medan, Lubuk Pakam, Tebing Tinggi, dan Pematang Siantar,” katanya.

Etnis Tamil masuk dalam bangsa Dravida. Ciri-ciri fisiknya kulit yang berwarna hitam atau gelap, dengan jambang atau bulu dada, di samping memiliki gigi yang putih bersih dan juga hidung mancung, berkumis lebat merupakan ciri khas etnis Tamil.

Sedangkan perempuan Tamil ada ciri-ciri lain yaitu adanya potte (tanda bulat yang diletakkan di dahinya dengan warna seperti kuning, merah, hitam, biru dan lain-lain). Pemakaian Wallewi (gelang plastik berwarna merah, hijau, biru atau kuning tercampur warna emas), pemakaian sari dan manggal sutra (Manjakaure atau Thalli), tanda kawin yang telah menikah.

Disebutkannya, awalnya etnik Tamil bekerja sebagai buruh dan kuli angkut atau sais kereta lembu di perkebunan. Seiring waktu, sebagian orang Tamil itu kemudian beralih profesi menjadi pedagang dan peternak lembu.

Kata pria yang pernah kuliah di Fakultas Sastra USU ini, mengutip penelitian Tengku Lukman Sinar, kedatangan orang-orang India dalam jumlah besar dan hingga sekarang menetap dan membentuk suatu komunitas di berbagai bagian wilayah Sumatera Timur dan khususnya Medan baru terjadi sejak pertengahan abad ke-19, yaitu sejak dibukanya industri perkebunan di Tanah Deli.

Tenaga Perkebunan
Menurut catatan T Lukman Sinar (2001), pada tahun 1874 sudah dibuka 22 perkebunan dengan memakai kuli bangsa China 4.476 orang, Tamil 459 orang dan orang Jawa 316 orang. Perkembangan jumlah kuli semakin meningkat pada tahun-tahun berikutnya, yang terbanyak adalah kuli China (53.806 orang pada 1890 dan 58.516 orang pada 1900) dan kuli Jawa (14.847 orang pada 1890 dan 25.224 orang pada 1900); sementara kuli Tamil bertambah menjadi 2.460 orang pada 1890 dan 3.270 orang pada 1900.

Penelitian yang sama juga dilakukan Prof KA Nilakanta Sastri, yang menemukan fakta sejarah berdasarkan temuan prasasti yang ditemukannya di Lobu Tua. Orang Tamil adalah para pedagang yang sampai ke Barus pada abad 18.

Terlepas dari itu, masyarakat Tamil di Medan memang tak jauh beda dari nenek moyang mereka di Tamil Nadu. Di negeri asal nenek moyang mereka ini ada ditemukan sebuah simbol yang mirip dengan bindumatoga yang dalam budaya Batak Toba berarti delapan mata angin. Simbol itu ditemukan di satu perkampungan di Desa Yellagiri.

Yellagiri sendiri satu kawasan dataran tinggi yang jaraknya kurang lebih 10 jam perjalanan dengan bus dari Kota Chennai. Simbol itu digambar dengan kapur di sebuah halaman milik warga.

Di Medan komunitas masyarakat Tamil di Medan pada awal abad 19 itu, tidak lagi semua beragama Hindu. Namun juga sudah ada yang beragama Katolik dan Islam. Komunitas Katolik Tamil biasa beribadah di Gereja Katedral, Jalan Pemuda Medan. Bahkan mereka juga mendirikan Gereja Katolik Hayam Wuruk, yang ada di Jalan Hayam Wuruk, Medan.

Editor:Wen
Sumber:medanbisnis
Kategori:Umum, Sumatera Utara
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/