Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
Pemerintahan
21 jam yang lalu
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
2
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
Olahraga
22 jam yang lalu
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
3
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
Umum
22 jam yang lalu
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
4
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
Olahraga
22 jam yang lalu
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
5
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
Olahraga
22 jam yang lalu
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
6
Arema FC Evaluasi Pemain Asing Dan Pulangkan Pemain Muda
Olahraga
22 jam yang lalu
Arema FC Evaluasi Pemain Asing Dan Pulangkan Pemain Muda
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Mengejutkan, Setnov Menang Pra Perdilan, Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sah

Mengejutkan, Setnov Menang Pra Perdilan, Penetapan Tersangka oleh KPK Tidak Sah
Istimewa.
Jum'at, 29 September 2017 17:45 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Hakim Tunggal Cepi Iskandar memutuskan untuk mengabulkan gugatan praperadilan yang diajukan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Setya Novanto atas penetapannya sebagai tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi. Dengan demikian, status Setnov sebagai tersangka pun gugur.

"Menimbang, penetapan pemohon tidak berdasar prosedur sesuai UU KPK dan SOP KPK, maka penetapan tersangka Setya Novanto tidak sah," kata Cepi saat membacakan amar putusan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/9). Sidang praperadilan ini digelar pada pukul 16.05 WIB.

Sebelumnya Tim Kuasa Hukum Setnov menyampaikan, proses penetapan tersangka kepada kliennya dinilai cacat hukum karena tidak melalui prosedur yang berlaku. Menurut mereka, penetapan tersangka seharusnya dilakukan setelah penyidikan, sedangkan KPK menetapkan di awal penyidikan.

Karena itu, sebelum pembacaan putusan hari ini, pihak Setnov yakin permohonan praperadilan dikabulkan oleh hakim. Menurut Agus, pihaknya berhasil membuktikan dasar dan alasan permohonan.

Selama persidangan berlangsung, kuasa hukum Setnov membawa Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) terhadap KPK pada 2009-2011, sebagai bukti. Bukti itu pernah dipakai tersangka korupsi Hadi Poernomo dalam praperadilan yang berujung kemenangan.

Kuasa hukum Setnov, Ketut Mulya Arsana menjelaskan dalam LHP itu ada standar operasional prosedur (SOP) penyidikan KPK. Ia ingin menjadikan LHP sebagai alat bukti karena menilai selama ini masyarakat belum mengetahui SOP KPK.

Selain itu, mereka juga menhadirkan tiga saksi ahli. Mereka adalah pakar hukum pidana Romli Atmasasmita, pakar hukum pidana Chairul Huda dan pakar hukum tata negara dan administrasi I Gde Pantja Astawa.

Sementara di pihak lain, Kepala Biro Hukum KPK Setiadi menyampaikan, pihaknya menetapkan Setnov sebagai tersangka korupsi e-KTP telah sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Sejumlah kelengkapan yang menjadi dasar hukum juga telah dipegang KPK.

Menurut Setiadi, KPK telah mengumpulkan fakta hukum, bukti permulaan yang cukup, dan didukung sekitar 270 dokumen, surat, rekaman, dan keterangan ahli.

Namun pihaknya menyayangkan saat Hakim Cepi menolak mengizinkan pemutaran rekaman saat sidang Rabu lalu. Menurut Setiadi, rekaman pada 2012 itu dinilai bisa menunjukkan pihak-pihak yang sejak awal ikut merancang korupsi e-KTP.

KPK menetapkan Setya Novanto sebagai tersangka kasus korupsi e-KTP pada 17 Juli lalu. Beberapa waktu kemudian, pada 4 September, Setnov mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Gugatan itu terdaftar dalam nomor 97/Pid.Prap/2017/PN Jak.Sel.

Setnov disangka melanggar Pasal 3 atau Pasal 2 ayat 1 Undang-Undang Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP. 

KPK menduga, sewaktu menjabat Ketua Fraksi Partai Golkar Setnov ikut mengatur agar anggota DPR menyetujui anggaran proyek e-KTP senilai RP5,9 triliun. Dia juga disangka mengondisikan pemenang lelang dalam proyek menyebabkan kerugian negara Rp2,3 triliun.

Atas perbuatannya, KPK menduga Ketua Umum Partai Golkar itu telah menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi dan menyalahgunakan kewenangan dan jabatan pada proyek pengadaan e-KTP. ***

Sumber:CNNIndonesia.com
Kategori:DKI Jakarta, Politik, Hukum, Peristiwa, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/