Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
Olahraga
12 jam yang lalu
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
2
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
12 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
3
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
12 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
4
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
Olahraga
24 jam yang lalu
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
5
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
6 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
6
Kembali Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
Olahraga
6 jam yang lalu
Kembali Unjuk Kebolehan, Aditya Kalahkan Pecatur Kawakan GM Thien Hai Dao
Home  /  Berita  /  Umum

Aryos Nivada Nilai Pernyataan BNN Tendensius dan Memojokkan Aceh

Aryos Nivada Nilai Pernyataan BNN Tendensius dan Memojokkan Aceh
Aryos Nivada
Selasa, 17 Oktober 2017 09:03 WIB
Penulis: Hafiz Erzansyah
BANDA ACEH - Menyikapi statemen Kasubdit I Masyarakat Pedesaan Badan Narkotika Nasional (BNN), Hendrajid Putut Wigdado, yang mengatakan 90 persen masyarakat Aceh tidak bisa dipisahkan oleh gaja karena merupakan akar budaya Aceh, dibantah oleh pakar politik dan keamanan Aceh, Aryos Nivada, Senin (16/10/2017).

Aryos mengatakan, statemen tersebut cenderung tendensius dan memojokan rakyat Aceh. Padahal, hingga saat ini belum ada data akurat yang mengatakan hal demikian. "Statemen BNN tersebut sangat tendensius dan terkesan memojokan rakyat Aceh. Kita tidak tahu sejauhmana akurasi data yang didapatkan oleh BNN bahwa 90 persen masyarakat Aceh tidak bisa pisah dari ganja," ujarnya.
 
Menurutnya, aabila benar demikian, maka ada sekitar 4 juta lebih rakyat Aceh penikmat ganja, termasuk kalangan lansia dan anak anak dan itu merupakan jumlah yang fantastis.
 
"Kita mempertanyakan darimana data 90 persen itu diperoleh BNN? Apakah berdasar riset atau pengamatan di lapangan? Seharusnya BNN dalam hal ini menunjukan data dan fakta yang kuat atau metodologi yang valid," tegas alumnus Fisipol Universitas Gadjah Mada ini.
 
Aryos juga mengatakan, pernyataan tersebut selain dapat mendiskreditkan Aceh juga membawa penyesatan informasi kepada pihak luar. Seolah peredaran dan budidaya ganja di Aceh sudah luar biasa masif.

"Statemen tersebut saya kira sangat berbahaya apabila tidak didukung data konkrit dan akurat. Sebab, pernyataan bahwa 90 persen masyarakat Aceh tidak bisa lepas dari ganja mengindikasikan masyarakat Aceh buta hukum dan tidak tahu menahu terhadap bahaya narkoba seperti ganja," katanya.

Hal ini tentu membawa penilaian tidak baik bagi Aceh, sehingga warga lain luar Aceh akan menilai orang Aceh identik dengan ganja. Menurutnya, ini tentu merupakan penyesatan informasi. "Padahal gencarnya pemberantasan tanaman ganja yang dilakukan BNN sendiri membuat ladang tanaman tersebut berkurang di Aceh," ucapnya.

Operasi pemberantasan yang dilakukan, lanjut Aryos, dari tahun 2011 dengan menyita ladang ganja seluas 309 hektare, kemudian di tahun 2012 menurun menjadi 89,5 hektare. Serta tahun 2013 menurun menjadi 66 hektare. Jumlah total area tanaman ganja di Aceh kini mengalami penurunan signifikan.

"Hal ini menunjukkan kesadaran masyarakat petani di pedesaan untuk tidak menanam ganja lagi telah meningkat. Tentu saja ini aneh, sebab di satu sisi BNN mengatakan ladang ganja berkurang di Aceh akibat gencarnya operasi. Namun disisi lain menyatakan bahwa 90 persen masyarakat Aceh tidak bisa lepas dari ganja. Logikanya di mana?," tutur peneliti Jaringan Survei Inisiatif (JSI) ini.
 
Aryos meminta pihak BNN untuk tidak mengambil keuntungan dari Aceh atas nama institusi dan sebaliknya justru BNN dalam hal ini selayaknya berperan dalam mewujudkan perdamaian di Aceh dengan mencitrakan nilai-nilai positif Aceh di mata pihak luar.‎
 
"Kita paham BNN merupakan institusi legal di negeri ini yang diamanahi UU untuk memberantas peredaran narkoba, namun jangan lantas kemudian Aceh dijadikan lahan pengeruk keuntungan oleh BNN sendiri," kata Aryos.

Dengan mencitrakan mayoritas masyarakat Aceh sebagai penikmat ganja karena budaya, maka publik membaca seolah sinyal BNN kepada pemerintah pusat agar dana operasi semakin deras mengucur di Aceh. Padahal disatu sisi, lahan ganja setiap tahun semakin berkurang di Aceh. Ini merupakan mispersepsi dan kesalahan fatal, selayaknya di era perdamaian Aceh kini. 

"BNN jangan semakin memperuncing konflik antara Aceh dan Pusat. BNN harusnya mendukung upaya iklim perdamaian Aceh yang kini terajut dengan langkah turut memberikan citra positif terhadap Aceh. Bukan malah mengkampanyekan Aceh sebagai ladang ganja di setiap sudut rumah warga, karena berpotensi memberikan efek tidak baik bagi Aceh sendiri, terutama di sektor pariwisata," tambahnya.

Editor:Kamal Usandi
Kategori:Aceh, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/