Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Jelang Hadapi Uzbekistan, Ini Pesan Iwan Bule Kepada Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
21 jam yang lalu
Jelang Hadapi Uzbekistan, Ini Pesan Iwan Bule Kepada Timnas U 23 Indonesia
2
Sejarah Baru Perjalanan Sepakbola Indonesia Diawali Keputusan Iwan Bule Pilih Shin Tae-yong
Olahraga
22 jam yang lalu
Sejarah Baru Perjalanan Sepakbola Indonesia Diawali Keputusan Iwan Bule Pilih Shin Tae-yong
3
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
8 jam yang lalu
Kemenpora dan MNC Group Gelar Nobar Timnas U 23 Indonesia
4
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
Pemerintahan
8 jam yang lalu
Kemenpora Dorong Pemuda Eksplorasi Minat dan Hobi Lewat Pesta Prestasi 2024
5
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
Olahraga
6 jam yang lalu
Lalu Mara Ingatkan Lobi Iwan Bule Bikin Shin Tae-yong Berani Ambil Resiko
6
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Olahraga
6 jam yang lalu
Hadapi Uzbekistan di Semifinal Piala Asia U 23, Shin Tae-Yong Berikan Kepercayaan Kepada Pemain Timnas Indonesia
Home  /  Berita  /  GoNews Group
Hasil Survei Terbaru INES

Ekonomi Kian Buruk dan Pengangguran Merajalela, Elektabilitas Jokowi Melorot Tajam

Ekonomi Kian Buruk dan Pengangguran Merajalela, Elektabilitas Jokowi Melorot Tajam
Istimewa.
Selasa, 12 Desember 2017 16:23 WIB
JAKARTA - Kondisi ekonomi masyarakat yang kian buruk dan terpuruk, serta naiknya tingkat pengangguran di Indonesia, membuat elektabilitas Jokowi melorot di survei terbaru Indonesia Network Election Survei (INES).

Keadaan ekonomi diera Pemerintahan Joko Widodo -JK dalam 3 tahun terakhir dalam temuan survei sebanyak 68,3% responden mengatakan, bahwa mereka kekurangan, pendapatan yang dihasilkan tidak cukup untuk membiayai kebutuhan hidup sehari-hari. Malahan ada juga kebutuhan-kebutuhan yang harus dikurangi bahkan terpaksa diabaikan.

"Misalnya pakaian dan kebutuhan lauk pauk yang disediakan. Sementara 27,8% mengatakan cukup, tidak ada sisa pendapatan yang bisa disimpan. Dan sisanya sebanyak 3,9% menyatakan ada peningkatan pendapatan," ujar Widodo Edi Sektianto selaku Direktur Eksekutive INES melalui keterangan tertulisnya, Selasa (12/12/2017).

Dari survei tersebut, INES juga menemukan keluhan soal lapangan kerja. Bahkan 71,7% responden menyatakan selama 3 (tiga) tahun terakhir sangat sulit mencari pekerjaan.Sementara 26,7% mengatakan ada lapangan kerja tapi banyak yang tidak sesuai dengan tingkat pendidikan ataupun keahlian yang dimiliki masyarakat. Dan sebanyak 1,6% menyatakan tersedia lapangan kerja (Banyak).

Dengan fakta tersebut, INES pun membuat survei terkait tingkat Elektabilitas tokoh, dengan pertanyaan siapa sosok yang akan dipilih jika Pilpres digelar hari ini? Maka munculah 12 nama yakni Jokowi yang meraih 27, 2 persen, Prabowo mendapat nilai tertinggi yakni 41,8 persen, Gatoto Nurmantyo 7,8 persen, Anies Basweden 1,1 persen, Sri Mulyani 1,1 persen, Puan Maharani 5,7 persen, Agus Yidhoyono 1,1 persen, Harry tanoe 0,7 persen, Zulkifli Hasan, 2,1 persen, Cak Imin 1,7 persen, Rizal Ramli 1,6 persen, Tito Karnavian 1,7 persen. Sementara tidak memilih nama 6,4 persen.

Sedangkan untuk pertanyaan yang sama dengan dikerucutkan menjadi 8 tokoh. Maka Prabowo meraih suara 43,2 persen disusul Jokowi 29,6 persen.

"Tokoh lainnya, yakni Gatot Nurmantyo 6,6 persen, Puan Maharani, 5,1 persen, Zulkifli Hasan, 2,1 persen, Cak Imin 1,7 persen, Sri Mulyani 6,2 persen, AHY 1,1 persen dan tidak memilih 4,4 persen," tukasnya.

Dan ketika dikerucutkan kembali menjadi tiga nama paling tinggi dari tokoh diatas, maka Prabowo mendapat suara terbanyak 52,1 persen disusul Jokowi 31,1 persen dan Gatot Nurmantyo 16,7 persen.

"Dari hasil tersebut dapat disimpulkan, mayoritas responden telah mengetahui akan adanya pemilu serentak pada bulan April 2019. Pengetahuan ini mereka dapatkan lebih banyak melalui media sosial. Hal ini tentu saja sangat rawan bagi kesuksesan hajatan demokrasi kita, dikarena masyarakat bisa menginterprestasikan sendiri pengetahuan yang mereka dapat sehingga bisa terjadi kesalahan-kesalahan yang akan merugikan bagi pelaksanaan pemilu itu sendiri," tandasnya.

Untuk itu kata dia, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus lebih giat lagi melakukan sosialisasi akan pelaksanaan pemilu serentak ini. Memberikan pengetahuan sampai pada hal-hal teknis di lapangan karena banyaknya tingkatan yang harus di pilih oleh masyarakat. "Misalanya dengan melakukan simulasi-simulasi dan sejenisnya," paparnya.

Sementara itu, dalam pandangan responden soal Pancasila dan UUD 45 hasilnya adalah barang final, sudah tidak bisa diganggu-gugat. Hanya saja permasalahannya menurut responden adalah, undang-undang atau peraturan-peraturan turunannya lebih banyak bertentangan dengan Pancasila dan UUD 45 itu sendiri.

"Semisal pelaksanaan dari pasal 33 UUD 1945, dimana perekonomian lebih banyak dikuasai oleh pihak swasta dan asing. Slogan “Saya Pancasila” hanya sebatas jargon, karena dikehidupan sehari-hari praktek Pancasila itu masih jauh dari nilai-nilai luhurnya. Masyarakat terlalu disibukan oleh kebutuhan sehari-hari yang terus melambung tinggi sehingga masyarakat cenderung pragmatis dan mementingkan diri sendiri," tandasnya lagi.

Dirinya juga mengatakan, dari hasil survei tersebut, Pemerintahan Jokowi-JK dianggap gagal. Tak ada satupun janji kampanye Jokowi-JK dilaksanakan dalam 3 (tiga) tahun ini. Mulai dari janji menolak hutang luar negeri sampai swasembada pangan.

"Yang terjadi justru sebaliknya, hutang luar negeri terus bertambah dan ketersediaan pangan kita justru dipasok oleh impor. Tak ada perbaikan terhadap fasilitas pendidikan dan kesehatan, masyarakat umum masih saja mendapatkan kesulitan dikarenakan biaya yang tinggi untuk mengakses kedua hal tersebut," tandasnya lagi.

Pembangunan infrastruktur yang menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-JK, kata dia, walau sebagian besar responden setuju akan hal ini tapi disisi lain menimbulkan masalah baru. Dimana pembangunan infrastruktur ini tidak menyerap tenaga kerja baru dimana angkatan kerja setiap tahunnya terus bertambah.

"Melesatnya Gerinda dan Prabowo Subianto merupakan dua sisi mata uang yang tak bisa dipisahkan. Gerindra adalah Prabowo dan Prabowo adalah Gerindra. Tanpa bermaksud mengecilkan pihak lain, tapi itulah pandangan responden," terangnya.

Banyak hal dalam pandangan responden terkait Gerindra. Hal yang sangat dominan adalah sikap Prabowo Subianto yang menunjukan sikap kenegerawanan yang tidak di miliki oleh politisi lain.

Prabowo dianggap tegas mendisplinkan kader-kadernya yang berkasus. Tidak ada toleransi bagi kader-kadernya yang melanggar hukum. Gerindra juga di anggap partai yang kadernya paling sedikit terlibat kasus korupsi. Baik terkena Operasi Tangkap Tangan (OTT) KPK maupun kasus-kasus korupsi lainnya. Berbeda dengan PDIP dan Golkar dimana kader-kadernya banyak terkena OTT KPK.

"Prabowo dianggap tak memiliki dendam politik walau dikhianati oleh kawan sekutunya. Bahkan Golkar sebagai salah satu partai tertua saat ini sedang dalam kondisi terparah sepanjang sejarahnya dari tingkat elektabilitas. Selain karena basis massa Golkar yang menjadi bancakan banyak partai-partai senapas, seperti Nasdem, Demokrat, PKPI dll juga dikarenakan banyaknya kasus korupsi yang membelitnya," bebernya.

Apalagi katanya lagi, kasus Setya Novanto lah yang membuat elektabilitas Golkar terjun bebas. Senada dengan Golkar, Partai Persatuan Pembangunan (PPP) yang terus tergerus basis massanya dan konflik internal yang tak selesai-selesai dapat membuat salah satu partai tertua ini hilang dari percaturan politik tanah air jika tak segera membenahi diri.

“Reborn Demokrat” dianggap cukup berhasil menampilkan wajah baru Demokrat dengan memunculkan Agus H Yudhoyono (AHY) sebagai pigure baru partai. Karena dalam pandangan responden mereka memilih partai karena pigure dari partai tersebut.

Kesimpulan Tingkat Elektabilitas Tokoh Jika Pemilihan Presiden digelar Hari Ini

Turunnya daya beli masyarakat. Responden yang mayoritas berbisnis sangat merasakan pengurangan omset mereka. Ancaman PHK terhadap buruh atau karyawan terus menghantui, karena ketidakpastian dunia usaha apalagi sebentar lagi akan memasuki tahun politik yang relatif panjang.

Apalagi bagi buruh yang bersatus kerja kontrak, mereka harus berpikir untuk mendapatkan penghasilan lain jika sewaktu-waktu di PHK karena tidak adanya pesangon yang akan didapatkannya.

Dimana aspek hukumpun dalam pandangan responden masih tumpul ke atas dan tajam ke bawah. Ini tentunya akan menimbulkan ketidakpuasan di masyarakat. Pemerintah Jokowi-JK harus betul-betul mengantisipasi hal ini.

"Yang menyelamatkan pemerintahan Jokowi-JK hanya aspek ketertiban dan keamanan, termasuk di dalamnya masalah pencegahan terorisme dan radikalisme. Dimana sebagian besar responden cukup puas," paparnya.

Menurutnya, ada korelasi yang kuat antara kinerja Pemerintah Joko Widodo dengan dampak perekonomian masyarakat khususnya keadaan ekonomi keluarga masyarakat yang 68,3 persen keadaan ekonomi keluarga menurun ,serta sebanyak 71,7% responden menyatakan selama 3 (tiga) tahun terakhir sangat sulit mencari pekerjaan. Dengan tingkat keterpilihan Joko Widodo pada Pilpres 2019 yang dipilih oleh sebanyak 27,2 persen responden dengan simulasi 12 tokoh yang diuji dalam survey ini dan Prabowo Subianto menjadi tokoh yang paling dipilih dengan keadaan ekonomi masyarakat yang sangat menurun pendapatannya selama dipimpin Joko Widodo, sedangkan tokoh baru yang punya elektabilitas diatas 5 persen hanya Puan Maharani dengan 5,7 persen dan Gatot Nurmantyo 7,8 persen tokoh lainnya.

Seperti yang telah diprediksi oleh banyak pihak, sosok Gatot Nurmantyo memiliki daya tarik sendiri. Bahkan beberapa partai, seperti Nasdem bersedia mengusung Gatot sebagai Cawapresnya Jokowi pada pemilu 2019.

Elektabilitas Gatot yang tinggi tidak terlepas dari kinerja beliau sebagai panglima TNI yang dianggap mampu menjembatani antara pemerintah dengan gerakan umat Islam yang saat ini sedang bangkit karena adanya momentum politik yang mempersatukannya.

Sedangkan tokoh-tokoh lain tidak memiliki daya tarik yang tinggi bagi masyarakat sehingga mereka cenderung memposisikan diri hanya sebagai Cawapres. Karena pada realitanya pertarungan Capres 2019 pengulangan dari Pilpres 2014. Hanya Jokowi versus Prabowo," terangnya.

Untuk diketahui, survei ini INES mengunakan metode penelitian yang berlokasi di 33 (tiga puluh tiga) provinsi di Indoensia.

Pelaksanan survei pada 22 November -1 Desember 2017. Dengan jumlah responden sebanyak 2180 orang. Para responden pada penelitian ini tersebar secara proposional di 178 kabupaten/kota. Data berasal dari laki-laki dan perempuan yang bekerja di sektor domestik atau publik, dengan aneka profesi dengan ragam pendidikan dan ragam umur. "Untuk Margin of error ± 2,1% pada tingkat kepercayaan 95%," pungkasnya. ***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:GoNews Group, Peristiwa, Pemerintahan, Politik, DKI Jakarta
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/