Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
Olahraga
4 jam yang lalu
Dua Klub Pastikan Lolos Ke Babak Final Championship Series BRI Liga 1 2023/24
2
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
Olahraga
4 jam yang lalu
Tak Ada Insiden Saat Madura United FC Kembali Ke Hotel
3
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
Olahraga
3 jam yang lalu
Borneo FC Kecewa Gagal Ke Final, Akui Permainan Tak Sesuai Harapan
4
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
Pemerintahan
3 jam yang lalu
Sebagai PSN Pembangunan LRT Jakarta Fase 1B Harus Didukung
5
Pelatih Madura United Senang Strateginya Berjalan Baik
Olahraga
3 jam yang lalu
6
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
Umum
3 jam yang lalu
Jakpro Helat TIM Art Festival Mulai 30 Mei 2024
Home  /  Berita  /  Sumatera Utara

Naga Padoha Ni Aji Sang Penunggu Danau Toba

Naga Padoha Ni Aji Sang Penunggu Danau Toba
Minggu, 25 Februari 2018 14:07 WIB

MEDAN - Dalam foklore atau cerita rakyat orang Batak Toba, disebut-sebut Danau Toba dan Tanah Batak ditopang oleh sosok naga yang dikenal dengan sebutan Naga Padoha Ni Aji atau Raja Padoha. Dikisahkan, karena kelakuannya, naga itu diikat di dalam tanah oleh Deak Parujar berkat bantuan Mulajadi Nabolon (Pencipta).

Cerita itu bemula ketika Sang Naga mengganggu Deak Parujar (putri Mulajadi Nabolon) yang tengah menempah daratan di atas Danau Toba. Deak Parujar bermaksud untuk tinggal di daratan itu, setelah memutuskan tidak lagi menjadi warga khayangan (Banua Ginjang).

Namun upaya itu diganggu oleh Sang Naga yang sebenarnya tak lain adalah suruhan Mulajadi Nabolon. Dia ditugaskan untuk menggagalkan niat Deak Parujar tinggal di bumi (Banua Tonga).

Setiap kali Deak Parujar menimbun danau itu, Sang Naga mengibaskan ekornya sehingga tanah itu berguguran dan larut ke dalam air danau. Mendapati upayanya yang selalu gagal, Deak Parujar sedih. Lalu menghadap Mulajadi Nabolon.

Melihat niat Deak Parujar yang bersungguh-sungguh, ingin menempah kehidupan di bumi, Mulajadi Nabolon pun akhirnya luluh.Ia kemudian mengajarkan cara serta memberikan senjata pamungkas untuk mengatasi naga itu. Namun ada syaratnya, bila nanti "proyek" itu selesai ia harus kembali lagi naik ke Banua Ginjang untuk kembali menjadi warga khayangan.

Dengan senjata itulah akhirnya Deak Parujar berhasil mengikat naga itu dan menempatkannya ke dasar danau di dalam tanah. Mulajadi Nabolon kemudian berpesan kepada Sang Naga itu, bahwa sejak itu ia ditugaskan untuk menjaga kehidupan bumi dari kerajaannya di dalam tanah (Banua Toru). Itu bukanlah hukuman, namun sebuah tanggung jawab.

Lama kelamaan usaha Deak Parujar itu berhasil. Ia telah sukses menciptakan sebuah daratan di atas danau yang kemudian kita sebut sebagai Pulau Samosir, yang dianggap menjadi asal muasal seluruh orang Batak.

Untuk menyempurnakan "ciptaan" Deak Parujar itu, Mulajadi Nabolon kembali mengutus seorang pemuda dari khayangan bernama Raja Odap-Odap untuk menjadi suaminya.

Singkatnya keduanya pun menikah dan memiliki sepasang anak bernama Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia. Mereka inilah nenek moyang pertama orang Batak yang masih mempunyai hubungan genealogis dengan penghuni khayangan.

Deak Parujar pun tak lupa janjinya. Setelah Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia dewasa, Deak Parujar dan Raja Odap-Odap, suaminya, berniat kembali ke khayangan. Keduanya pun pergi ke puncak tertinggi daratan itu yang kemudian kita kenal dengan nama Gunung Pusuk Buhit. Dari sana mereka menanti rombongan penghuni khayangan yang akan menjemput mereka.

Benarlah, tak lama rombongan itu datang beserta Mulajadi Nabolon. Mulajadi Nabolon membawa dua bilah laklak (pustaha / kitab Batak Toba) yang berisi ajaran-ajaran untuk menuntun kehidupan keturunannya itu di bumi. Pustaka itu diterima oleh Raja Ihat Manisia dan Boru Ihat Manisia untuk dijadikan panduan dan pedoman hidup mereka.

Sementara Naga Padoha yang terikat itu diminta untuk tetap mengawasi kehidupan mereka di bumi. Sekaligus mengingatkan jangan sampai keduanya dan keturunan mereka menyimpang dari ajaran itu. Bila hal itu terjadi, Sang Naga akan menggeliat dan mengibaskan ekornya.

Begitulah setiap kali Sang Naga menggeliat dan mengibaskan ekornya, sekitar kawasan itu akan bergetar dan mengalami guncangan. Nenek orang Batak Toba menyebutnya "suhul" yang dalam bahasa modern disebut gempa bumi. Bila itu terjadi mereka akan berkumpul untuk mencari tahu siapa di antara mereka yang telah melakukan kesalahan.

Editor:wen
Sumber:medanbisnis
Kategori:Sumatera Utara, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/