Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Rosan: Olimpiade Paris Diharap jadi Penentu Sukses 3 Target Utama Angkat Besi
Olahraga
21 jam yang lalu
Rosan: Olimpiade Paris Diharap jadi Penentu Sukses 3 Target Utama Angkat Besi
2
Milly Alcock Siap Beraksi dalam Film Baru Supergirl
Umum
21 jam yang lalu
Milly Alcock Siap Beraksi dalam Film Baru Supergirl
3
Sarwendah Layangkan Somasi, Geram Difitnah Punya Hubungan Khusus dengan Bertrand Peto
Umum
20 jam yang lalu
Sarwendah Layangkan Somasi, Geram Difitnah Punya Hubungan Khusus dengan Bertrand Peto
4
Ariel NOAH Berbagi Cerita Menjaga Keharmonisan Band
Umum
21 jam yang lalu
Ariel NOAH Berbagi Cerita Menjaga Keharmonisan Band
5
Dinas Kebudayaan DKI Luncurkan Aplikasi SI-GAYA
Pemerintahan
23 jam yang lalu
Dinas Kebudayaan DKI Luncurkan Aplikasi SI-GAYA
6
Sekda DKI Jakarta Buka Bimtek Antikorupsi Bagi ASN
Pemerintahan
5 jam yang lalu
Sekda DKI Jakarta Buka Bimtek Antikorupsi Bagi ASN
Home  /  Berita  /  Sumatera Utara

Ketua DPRD Sumut Setuju KDh Kembali Dipilih DPRD Tanpa Pemilihan Langsung

Ketua DPRD Sumut Setuju KDh Kembali Dipilih DPRD Tanpa Pemilihan Langsung
Senin, 26 Februari 2018 20:03 WIB

MEDAN - Menanggapi usulan Ketua DPR RI Bambang Soesatyo agar kepala daerah dipilih melalui DPR/DPRD. Ketua DPRD Sumatera Utara (Sumut), Wagirin Arman menyetujui usulan agar kepala daerah (KDh) kembali dipilih DPRD tanpa pemilihan langsung hal itu diungkapkannya, Senin (26/2/2018) di ruangannya.

Wagirin bahkan menyebutkan Ketua DPR RI mendapat hidayah dari Allah SWT atas usulannya tersebut. "Kita punya Pilkada langsung, OTT terjadi dimana-mana. Itu hanya sebagian kecil kasus yang terjadi akibat sistem ini. Peraturan itu menimbulkan deal-deal pilitik dan kepentingan yang bermuara pada buruknya kinerja kepala daerah," ujarnya.

Ia mengatakan, pilkada langsung selama ini menimbulkan deal politik yang mengakibatkan buruknya kinerja kepala daerah hingga mengajarkan pragmatisme ke tengah masyarakat.

Politisi senior Partai Golkar ini mencontohkan seorang pengusaha mendekati calon gubernur yang berpotensi menang namun membutuhkan dana pemenangan. Terjadi deal-deal politik yang seharusnya tidak dibenarkan. Sistem tersebut membuat cost pencalonan gubernur tinggi dan menggunakan uang rakyat untuk kepentingan penyelenggaraan Pilkada.

"Bayangkan, kita punya 34 provinsi, setiap provinsi pasti mengangarkan untuk penyelenggaraan pemilu. Sumut saja menggelontorkan Rp 1,2 triliun. Itu digunakan untuk membangun demokrasi katanya. Dalam proses ini, sejak adanya pilkada langsung menimbulkan budaya baru, budaya pragmatis di masyarakat seolah pilkada menjadi pesta kecil. Siapa yang membawa beras, membawa uang, tidak peduli orang itu baik atau tidak," kata Wagirin.

Menurutnya, membangun demokrasi tidak bisa hanya mengandalkan sistem yang ada saat ini, melainkan dengan memberikan pendidikan politik yang benar kepada masyarakat. Itu harusnya menjadi tugas pemerintah. Tapi pada praktiknya, lanjut Wagirin, masyarakat justru teracuni pragmatisme.

Ia mengaku tidak hanya mendukung usulan tersebut, tapi juga selalu mendoakan agar Allah membangunkan sistem yang baru di Indonesia, yang tidak merusak bangsa Indonesia. Anggaran yang sangat besar dengan dalih membangun demokrasi seharusnya bisa dimanfaatkan dengan membangun rumah sakit, sekolah dan infrasturkur.

"Di Sumut, Rp 1,2 triliun untuk Pilgubsu saja. Berarti tiap tahun kita harus sisihkan Rp 200 miliar. Pemimpin yang kita hasilkan yang mana? Buahnya apa? Dua Gubernur yang Sumut punya melalui Pilkada langsung. Saya bukan hanya mendukung usulan itu, tapi juga menganggap itu hidayah. Kalau mau selamat jangan hanya berdalil demokrasi tapi merusak. Saya juga pernah mengusulkan itu di depan KPK seminggu yang lalu," tambahnya.

Editor:wen
Sumber:medanbisnis
Kategori:Sumatera Utara, Pemerintahan
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/