KPK: Gubernur Aceh Perlu Perjelaskan Status Pesawat
MEULABOH - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, Gubernur Aceh, Irwandi Yusuf, perlu menjelaskan status pesawat yang ia gunakan saat mendarat darurat di kawasan Peukan Bada, Aceh Besar beberapa waktu lalu. Diketahui, pesawat tersebut milik seorang pengusaha bernama Lukman CM.
Hal tersebut disampaikan Pejabat Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar-Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Johnson R Ginting, saat ditanyai wartawan usai menjadi pemateri dalam acara di Universitas Teuku Umar (UTU) Meulaboh, Aceh Barat, Rabu (28/2/2018).
“Pesawat yang digunakan Gubernur Aceh itu perlu dikaji dulu, yakni dalam bentuk apa ketika Gubernur Aceh itu gunakan, apa dalam bentuk pemberian tertentu atau pinjam atau dalam bentuk lainnya? Maka perlu dikaji. Tentu dalam hal ini Gubernur perlu menyampaikan penggunaan pesawat tersebut,” kata Johnson.
Apabila pesawat tersebut berstatus pemberian, maka Gubernur harus melaporkannya kepada KPK sehingga tidak terjadi perbuatan gratifikasi. “Yang diberikan, apapun, harus dilaporkan ke KPK. Itu dalam bentuk apapun,” pungkas Jhonson.
Terkait status pesawat yang digunakan Irwandi, Johnson R Ginting juga menyinggung peran DPRA dalam hal pengawasan. Dia katakan, DPRA perlu proaktif memastikan status pesawatyang digunakan tersebut, apakah menyalahi aturan atau tidak.
“Ya proaktif DPRA lah. Pastikan dulu soal pesawat itu,” ucap Pejabat Fungsional Direktorat PJKAKI KPK ini.
Jhonson hadir ke Aceh untuk mengisi acara ‘Road Show Open Data Platform ke Universitas di Aceh’ yang diselengarakan Gerakan Antikorupsi (GeRAK) Aceh, didukung The Asia Foundation (TAF) Program SETAPAK. Untuk Aceh, road show dimulai dari UTU Meulaboh, dan selanjutnya direncanakan diselenggarakan di wilayah tengah dan utara Aceh.
Koordinator GeRAK Aceh, Edy Syah Putra, mengungkapkan road show tersebut dalam rangka memperkenalkan open data kepada mahasiswa di lingkungan kampus, serta mempublikasikan data melalui portal GeRAK Aceh. “Diharapkan dapat mendorong peningkatan tata kelola melalui transparansi open data platform sekaligus partisipasi publik dalam pembangunan di kampus, termasuk di Aceh Barat,” katanya.
Hal senada juga disampaikan Jhonson. Dia meminta kabupaten/kota dan Pemerintah Aceh, termasuk juga universitas, agar mendukung keterbukaan informasi publik.
Keterbukaan ini diharapkan dapat membangun transparansi, sehingga terhindar dari praktik perbuatan korupsi dan kejahatan lainnya. “Kita dorong pemerintah daerah dan lembaga universitas agar membuka informasi kepada masyarakat,” harapnya.
Pejabat Fungsional Direktorat Pembinaan Jaringan Kerja Antar Komisi dan Instansi (PJKAKI) KPK, Johnson R Ginting, juga mengatakan akan mengecek kembali laporan soal dana mantan kombatan GAM sebesar Rp 650 miliar.
“Akan kita cek dulu, apakah benar ada masuk laporan ke kita (KPK),” katanya menjawab pertanyaan wartawan.
Seperti diketahui kasus dana Rp 650 miliar kini dalam tahap pengusutan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Kasus itu, selain pernah dilaporkan GeRAK Aceh ke Kejati Aceh, juga telah dilaporkan ke KPK. “Tentu dalam setiap pengusutan kita akan awasi,” tukas Jhonson.
Ia menambahkan KPK telah menerima sejumlah laporan dari Aceh. Tentu informasi dan laporan yang masuk akan dikaji dan bila ditemukan tindakan pidana korupsi, akan diusut termasuk kegiatan operasi tangkap tangan (OTT).
“Ada. Tapi ya tidak kita sampaikan terbuka. Nanti bisa bocor. Macam-macam lah laporan masuk,” ujarnya.