Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
Olahraga
20 jam yang lalu
Aditya Bagus Arfan Tuntaskan Misi di Pertamina Indonesian Grand Master Tournament 2024
2
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
Umum
16 jam yang lalu
Digosipkan Pacari Putri Zulkifli Hasan, Venna Melinda Dukung Verrel Bramasta
3
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
Umum
17 jam yang lalu
Tom Holland dan Zendaya Rahasiakan Persiapkan Pernikahan
4
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
Pemerintahan
20 jam yang lalu
Kadis Nakertransgi: Pemprov DKI Berkomitmen Tingkatkan Kesejahteraan Pekerja
5
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor 'Temurun' Jadi Ajang Fun Run
Umum
16 jam yang lalu
Prilly Latuconsina Bikin Film Horor Temurun Jadi Ajang Fun Run
6
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Pemerintahan
48 menit yang lalu
Tumpukan Sampah di Pesisir Marunda Kepu Dibersihkan
Home  /  Berita  /  GoNews Group
Berita Khusus Kampanye Pemilihan Gubernur Riau 2018

Kunjungi Benteng Tujuh Lapis di Rohul, Cawagub Riau Nomor 1 Edy Nasution: Ini Sejarah Indonesia Melawan Belanda

Kunjungi Benteng Tujuh Lapis di Rohul, Cawagub Riau Nomor 1 Edy Nasution: Ini Sejarah Indonesia Melawan Belanda
Calon Wakil Gubernur Riau Edy Nasution saat melihat bukti sejarah perlawanan Indonesia terhadap Belanda di Benteng Tujuh Lapis yang terletak di Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu.
Rabu, 14 Maret 2018 15:31 WIB
Penulis: Friedrich Edward Lumy
ROKANHULU - Keberadaan Benteng Tujuh Lapis di tepian Sungai Batang Sosah, Kelurahan Tambusai Tengah, Kecamatan Tambusai, Kabupaten Rokan Hulu (Rohul), merupakan peninggalan sejarah perjuangan Indonesia terhadap Belanda pada masa Tuanku Tambusai.

Calon Wakil Gubernur (Cawagub) Riau, Edy Nasution saat melakukan kampanye di Rohul, Rabu (14/3/2018), menyempatkan diri melihat cagar budaya alam yang dibuat tahun 1934 oleh pengikut Tuanku Tambusai.

Saat mengunjungi lokasi yang memiliki sejarah perjuangan masa silam itu, Edy Nasution juga mendengarkan aspirasi dari masyarakat yang ingin Benteng Tujuh Lapis menjadi destinasi wisata lokal dan international.

"Kalau cagar budaya dan alam ini ingin diperbaiki atau ditingkatkan lagi infrastrukturnya, jangan menyalahi aturan. Karena contohnya sudah ada di Riau. Saya pun tidak mau berjanji untuk hal yang tidak bisa saya lakukan. Tapi hal ini akan kita kaji terlebih dahulu, bagaimana memajukan pariwisata Benteng Tujuh Lapis ini," kata Edy Nasution.

Benteng Tujuh Lapis terbuat dari tembok tanah yang sangat kokoh setinggi 11 meter dan dikelilingi parit sedalam 10 meter. Sebagai pelapis terluar ditanami rumpun Aur Berduri (sejenis bambu berduri, red). Benteng ini merupakan simbol kegigihan semangat patriotisme bangsa Indonesia, yang terlihat juga dari sosok Edy Nasution untuk membuat Riau lebih baik.

"Dengan dijaganya dan dilestarikan peninggalan sejarah ini tentunya akan memperkaya khazanah kebudayaan bangsa Indonesia, khususnya di Rohul. Benteng Tujuh Lapis hika dikelola dengan baik dan benar, akan menambah pendapatan daerah, karena sebagai objek wisata. Ini bukti sejarah perlawanan Indonesia terhadap Belanda," ujar Edy Nasution.

Selain jadi objek wisata, menurut Edy Nasution, akan berdampak secara langsung pada ekonomi masyarakat sekitar Benteng Tujuh Lapis. Seperti rumah makan, penginapan dan juga toko cinderamata.

"Jika banyak wisatawan mau datang ke Benteng Tujuh Lapis ini, tentunya ekonomi masyarakat sekitar akan meningkat. Asalkan yang berjualan benar-benar daro Rohul, bukan dari luar Riau," jelas Edy Nasution.

Tuanku Tambusai di kampung kelahirannya lebih dikenal dengan nama Muhammad Saleh atau Pakih Saleh. Ia dilahirkan di Negeri Lama Dalu-dalu pada 5 November 1784 silam, dari pasangan Imam Khadi atau dipanggil Maulana Khadi dengan Munah.

Dalam perang paderi, Tuanku Tambusai merupakan sosok pemimpin terkemuka. Kehadirannya selalu diterima oleh penduduk di daerah yang dikunjunginya. Hal itu tercermin dari sejumlah gelar yang disandangnya, seperti Ompu Bangun, Ompu Cangangna, Ompu Sidoguran dan Ompu Baleo.

Ketika pemimpin Fort Amerongen menawarkan perdamaian padanya, ajakan itu ditolaknya mentah-mentah. Hal tersebut menunjukkan keteguhannya dalam menjaga prinsip. Hal serupa juga terjadi pada tahun 1832, saat itu Letkol Elout mengajaknya berdamai di Padang Matinggo, Rao. Dengan tegas ia berpesan pada Elout agar tidak mencampuri urusan dalam negeri orang lain.Mendengar hal itu, Elout membalasnya dengan mengatakan bahwa di mana ada Belanda di sana ia membuat kuburan. Dengan lantang Tuanku Tambusai menjawab "Jika begitu sediakan bedil!"

Pada awal tahun 1838, pasukan Belanda menyerang Dalu-dalu dari dua arah, yakni Pasir Pengarayan dan dari Tapanuli Selatan. Serangan itu gagal karena Tuanku Tambusai sudah mendirikan benteng berlapis-lapis. Serangan berikutnya dilancarkan Belanda pada Mei 1838. Beberapa benteng dapat mereka rebut, namun Belanda memerlukan waktu beberapa bulan lagi sebelum perlawanan Tuanku Tambusai dapat mereka akhiri. Pada 28 Desember 1838, benteng pertahanan terakhir di Dalu-dalu jatuh ke tangan Belanda. Namun ia berhasil meloloskan diri dari kepungan Belanda dan para sekutu-sekutunya lewat pintu rahasia.

Di sungai Rokan ditemukan sampan kecil milik Tuanku Tambusai bersamaan dengan barang-barang miliknya seperti cincin stempel, Al-Quran, serta beberapa buah buku yang dibawanya dari Makkah.

Di usianya yang telah cukup renta, 98 tahun, ia kemudian mengungsi ke Seremban, Malaysia. Ia meninggal dunia pada 12 November 1882 di Negeri Sembilan, Malaysia.

Atas jasa-jasanya pada negara, Tuanku Tambusai diberi gelar Pahlawan Nasional berdasarkan SK Presiden Republik Indonesia No. 071/TK/Tahun 1995, tanggal 7 Agustus 1995. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/