Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Raih Tiket Final Piala Thomas 2024, Jojo: Fajar/Rian Penentu
Olahraga
22 jam yang lalu
Indonesia Raih Tiket Final Piala Thomas 2024, Jojo: Fajar/Rian Penentu
2
Meski Cerai, Ria Ricis dan Teuku Ryan Tetap Jaga Hubungan Baik
Umum
24 jam yang lalu
Meski Cerai, Ria Ricis dan Teuku Ryan Tetap Jaga Hubungan Baik
3
Lawan Chinese Taipei, Fajar/Rian Tambah Keunggulan Indonesia 2-0
Olahraga
23 jam yang lalu
Lawan Chinese Taipei, Fajar/Rian Tambah Keunggulan Indonesia 2-0
4
Ed Sheeran Pilih Fokus Tur, Belum Mau Rilis Lagu Baru Tahun Ini
Umum
24 jam yang lalu
Ed Sheeran Pilih Fokus Tur, Belum Mau Rilis Lagu Baru Tahun Ini
5
Brad Pitt Kepergok Jalan Bareng Ines De Ramon di Pantai Santa Barbara
Umum
24 jam yang lalu
Brad Pitt Kepergok Jalan Bareng Ines De Ramon di Pantai Santa Barbara
6
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
9 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Home  /  Berita  /  Riau

Ancaman Perubahan Iklim Makin Terasa, Universitas Disarankan Menyudahi Wacana Pembangunan Berkelanjutan

Ancaman Perubahan Iklim Makin Terasa, Universitas Disarankan Menyudahi Wacana Pembangunan Berkelanjutan
DR Elviriadi MSi
Rabu, 20 Juni 2018 15:08 WIB
Penulis: Safrizal
SELATPANJANG - Anomali (labil) iklim dan cuaca di Indonesia khususnya Pulau Sumatera makin terasa mengganggu kenyamanan publik. Gejala itu, menurut pakar lingkungan DR Elviriadi MSi, akibat dari menipisnya lapisan ozon akibat gas rumah kaca seperti CO2 yang terkurung di bumi.

Kata Elviriadi, selain lepasnya CO2, gas-gas yang bersifat rumah kaca (mengikat panas sinar matahari) seperti belerang dioksida, nitrogen oksida dan metana, dewasa ini sering muncul. Hal tersebut merupakan akibat dari aktivitas pertambangan batu bara, penarikan energi panas bumi (geothermal), peluluh lantakan rawa gambut, pemberangusan tutupan hutan, termasuk polutan cerobong asap pabrik.

"Semua itu memerangkap panas sinar matahari sehingga suhu bumi naik 1-5 derjat celsius, maka saksikan beramai-ramai es di Kutub Selatan mencair," kata Kepala Departemen Perubahan Iklim Majelis Nasional KAHMI itu saat berbincang-bincang dengan GoRiau, Rabu (20/6/2018).

Karena suhu bumi naik, kata Elviriadi lagi, curah hujan bisa tak menentu. Kalau dulu hujan terjadi setiap bulan September - Oktober, sekarang malah Januari - Februari hujan di tengah hari.

"Perubahan iklim yang ekstrim itu disebabkan pemerintahan masa lalu meyakini ide pembangunan berkelanjutan. Yang latah, diamini ilmuan di universitas-universitas," ujar Elviriadi.

Kepada pihak universitas dan rektor, Elviriari mengimbau agar menyudahi wacana pembangunan berkelanjutan. Karena gara-gara ide imperialis-kapitalis ini orde baru harus memberangus ekosistem, membunuh jutaan satwa, dan konflik agraria selalu rakyat yang menderita.

Secara epistemologi, konsep pembangunan berkelanjutan sudah mansukh (batal). Perubahan iklim yang akan menenggelamkan pulau Padang dan Rangsang di Kabupaten Meranti akibat ide pembangunan berkelanjutan itulah. "Saya minta ilmuan bangunlah dari mengigau dan tegaklah bersama kejujuran akademis," kritik aktivis 98 ini.

Sebagai solusi, tambah dosen pertanian UIN Suska Riau, tema seminar universitas diganti dengan membeberkan fakta kerusakan sistemik ekologis di lapangan. Marilah untuk tidak mensinkronkan wacana akademik dengan kekuasaan dan kepentingan pasar. Karena harapan mercusuar moral tersisa di tangan ilmuan pejuang demi mitigasi perubahan iklim dan kemashlahatan bumi. ***

Kategori:Umum, Riau
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/