Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
Olahraga
21 jam yang lalu
Witan Sulaeman: Kami Hadapi Lawan Bagus
2
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
Umum
20 jam yang lalu
Zendaya Buka Peluang Kembali ke Dunia Musik dengan Lagu Baru
3
Komisi B DPRD DKI Jakarta Soroti Kinerja Tahun 2023 OPD dan BUMD
Pemerintahan
12 jam yang lalu
Komisi B DPRD DKI Jakarta Soroti Kinerja Tahun 2023 OPD dan BUMD
4
Shin Tae-yong: Gaya Meyerang dan Bertahan Uzbekistan Sama Baiknya
Olahraga
21 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Gaya Meyerang dan Bertahan Uzbekistan Sama Baiknya
5
Salma Hayek Gabung Madonna Hadirkan Budaya Meksiko dalam Tour Terakhir
Umum
20 jam yang lalu
Salma Hayek Gabung Madonna Hadirkan Budaya Meksiko dalam Tour Terakhir
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Jelang Tahun Politik, Ferry Mursyidan Baldan: Kader HMI Boleh Beda Pilihan, Tapi Ingat Jangan Saling Ganggu

Jelang Tahun Politik, Ferry Mursyidan Baldan: Kader HMI Boleh Beda Pilihan, Tapi Ingat Jangan Saling Ganggu
Minggu, 22 Juli 2018 17:46 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Mantan Menteri Agraria dan Tata Ruang, serta mantan Kepala Badan Pertanahan Nasional yang menjabat dari 27 Oktober 2014 hingga 27 Juli 2016 pada Kabinet Kerja Presiden Joko Widodo, Ferry Mursyidan Baldan kembali mengingatkan, agar para kader dan alumni HMI menjadi penyejuk dan juru damai menjelang pemilu dan pilpres 2019.

Hal ini diungkapkan Ferry Mursyidan Baldan dalam sambutanya di acara Halal Bihalal Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) se-Jawa Barat, Minggu (22/7/2018), di Masjid Sunda Kelapa Jakarta.

Pemilu sebagai ajang kontestasi kata dia, tentunya akan menghadirkan ruang kompetisi bagi para peserta pemilu, yang di dalamnya juga terlibat para kader serta alumni HMI.

"Dalam kontestasi para pendukung peserta pemilu, termasuk juga Alumni HMI yang tentu memiliki pilihan yang berbeda. Dalam kaitan dengan topik yang disampaikan para inisiatif acara silaturahmi ini, ada pesan kuat untuk mengukuhkan kadar dan kualitas silaturahmi Pasca HMI yang seharusnya terus meningkat. Tantangan itu hadir di tengah putaran dan riuh rendah tahun Politik 2019," tandasnya.

Pokok persoalan sesungguhnya kata dia, bukan semata pada Pasca HMI nya, tapi justru terjadi ketika ada ruang kebebasan untuk melakukan pilihan, sekaligus ruang bebas dalam mengekspresikan pilihan masing-masing melalui Sosmed yang memang tersedia.

"Sehingga tidaklah aneh jika berbagai sosmed yang berisi Alumni HMi begitu semarak. Sebagai Ruang ekspresi kebebasan, maka tidaklah mengejutkan, jika terjadi perdebatan Alumni HMI dengan berbagai perbedaan pilihan terjadi di SosMed. Tantangan dan 'godaan' pada tahun politik, khususnya dalam Pemilu Presiden (Pilpres) terhadap Silaturahmi Alumni HMI Harus dimaknai sebagai ujian terhadap kadar relasi Alumni," urainya.

Ia juga mengimbau agar perbedaan pilihan tidak sampai mencederai silaturahmi apalagi sampai merusak bahkan menghancurkan 'bangunan' yang telah berdiri puluhan tahun.

"Catatan diatas hanya sekedar rambu yang mengingatkan kita untuk menjaga dan mengembangkan silaturahmi, yang tidak boleh terganggu oleh sebuah perhelatan Politik. Bukankah Alumni HMI adalah sosok yang terbiasa dan memilki kesadaran tinggi akan sebuah perbedaan," tanya dia

Secara struktural, HMI kata dia, sudah mengajarkan pada arti sebuah perbedaan, adanya struktur komisatiat sampai PB, atmosfir Konpetcab dengan pengelompokkan keanggotaan berdasarkan program studi atau atmosfir Kongres dengan pengelompokkan anggota berdasarkan Cabang, yang terus terasah dalam sebuah Kolaborasi Pengurus Cabang, Badko dan PB HMI.

"Keragaman Profesi Alumni merupakan suatu yang given dalam interaksi Pasca HMI, yang justru menantang kita untuk membangun kolaborasi dan sinergi dalam suatu Jaringan menyeluruh, yang saling menguatkan, saling mensupport, saling menguatkan dan Saling menjaga jaringan Alumni, denga prinsip dasar, jika tidak dapat membantu, minimal tidak mengganggu," tuturnya.

Kesadaran untuk terus menjaga silaturahmi, lanjutnya, adalah fitrah 'ke-alumni-an' bagi setiap kader HMi Pasca berakhirnya status keanggotaan seorang kader. "Kesadaran ini dalam kesehariannya sering terlontar melalui kalimat simbolik himpunan, alumni, hijau hitam, yakusa, untuk menanyakan seseorang di dalam lingkungan Profesi atau suatu instansi," tukasnya. 

Mantan anggota Komisi II DPR RI, periode 2004-2009 sekaligus Ketua Pansus Rancangan Undang-Undang Pemilu itu juga mengatakan, potret realita tentang silaturahmi Pasca HMI yang dilakukan oleh Para alumni, sangat terlihat kesungguhan untuk mengokohkannya dalam suatu jejaring sinergi dan potensi yang hendak dikolaborasikan, dalam mengisi ruang pengabdian.

"Modal dasar Komitmen tersebut terasa agak tereduksi saat kita berupaya berkolaborasi dalam jejaring dalam Konteks Pilkada dan Pilpres, tetapi relatif tidak terjadi saat Pemilu Legislatif," tandasnya.

Melihat kondisi tersebut, kata dia, ada tiga hal yang dapat dilakukan Alumni dalam Bersilaturahmi dalam Konteks Politik:

Pertama. Dalam Konteks Pemilu Legislatif relatif tingkat perbedaan pilihannya tidaklah terlalu tajam, maka segenap jaringan dan potensi Alumni Non Institusional (KAHMI) bisa bergerak secara kolaboratif untuk mendukung para Caleg dari Alumni atau Caleg di wilayahnya yang dinilai memiliki kualifikasi mampu mengoptimalkan nilai representatif sekaligus yang dapat menggerakkan fungsi-fungsi Dewan.

Kedua. Dalam membangun Demokrasi yang kuat dan menghadirkan pejabat publik yang amanah, maka potensi dan jaringan silaturahmi Alumni bisa menjadi energi untuk menghadirkan Kepala Desa (karena melalui mekamisme Pemilihan) untuk menjadi Navigator Memajukan masyarakat sekaligus mempercepat pendidikan politik masyarakat di Desa.

"Meningkatnya kesadaran Politik masyarakat di desa tentang arti Hak Suara mereka dalam pemilihan pejabat publik, dapat mencegah meluasnya pragmatisme Pemilu," urainya.

Dan yang ketiga kata dia, dalam melakukan peran dan kiprah pada kontestasi figur (seperti Pilkada dan Pilpres) harus ditumbuhkan kesadaran untuk hadirnya moralitas politik dalam melakukan pilihan bagi dirinya dan etika dalam memandang pilihan orang lain (khususnya sesama Alumni).

"Moralitas politik dalam melakukan pilihan adalah nilai dan basis argumen dalam melakukan pilihan sebagai bagian dari Mission HMI. Sedangkan etika politik dalam melihat pilihan Alumni lain yang berbeda adalah dengan menghormati pilihan yang berbeda tersebut," pintanya.

"Kita harus bisa menerima tanpa memberi penilaian terhadap pilihan yang berbeda dan Kita juga tidak menjelekkan (Black Campaign) terhadap figur yang tidak menjadi pilihan kita. Justru ruang interaksi dengan pilihan figur yang berbeda harus diisi dengan berlomba menampilkan sisi baik figur pilihan masing-masing tanpa memberi penilaian," urainya.

Pada sisi ini kata dia, sebagai Alumni HMI, maka silaturahmi Pasca HMI justru akan menjadi ruang politik yang Sehat dan mencerdaskan, bukan justru menjadi ruang politik yang sekedar mengekspresikan 'Like and Dislike' semata.

"Pada intinya, silahkan berbeda tapi tetap dalam satu kesatuan, dan tidak saling menganggu," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/