Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
Olahraga
17 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-2 dari China, Fadia/Ribka: Hasilnya Belum Sesuai
2
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
Olahraga
17 jam yang lalu
Indonesia Tertinggal 0-1 dari China, Gregoria Sampaikan Permohonan Maaf
3
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
12 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
4
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
11 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
5
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
11 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
6
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
11 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Soal Honorer, Komarudin Watubun: Segera Angkat jadi ASN, Jangan Digantung Hak Mereka

Soal Honorer, Komarudin Watubun: Segera Angkat jadi ASN, Jangan Digantung Hak Mereka
Rabu, 25 Juli 2018 19:11 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, meminta pemerintah dalam hal ini Presiden Joko Widodo untuk segera menyelesaikan persoalan lama tentang tenaga honor.

"Jangan digantung-gantung hak mereka, selesaikan jangan di wariskan ke pemimpin berikutnya," ujarnya saat berbincang dengan GoNews.co, Rabu (25/7/2018) di Jakarta.

Saat ini kata dia, jangankan diangkat menjadi ASN atau PNS, gaji saja yang mereka (Honorer, red) terima, masih belum kategori wajar. "Ini kan zalim, sudah gaji hanya 400-500 ribu kadang berbulan-bulan juga nyampainya. Jangankan diangkat jadi pegawai negeri," ujarnya.

Kasus ini kata dia, adalah penyakit yang diwarisian dari rezim ke rezim. Yang akhirnya, jadi menumpuk. "10 tahun sudah masalah honorer tak selesai, bahkan dari zaman SBY dan diwariskan ke Jokowi. Saya berharap, mudah-mudahan Jokowi bisa menyelesaikannya. Jangan diwariskan lagi," pinta politisi PDI- P ini.

Menumpuknya persoalan tenaga honorer kata dia, berawal dari tidak adanya komando yang jelas. "Jadi mereka ini diangkat suka-suka oleh kepala daerah. Tidak ada kejelasan berapa pegawai yang sesuai dengan kebutuhan," papar politisi asal Papua itu.

Harusnya kata dia, para kepala daerah juga harus tau, Idealnya berapa orang yang dibutuhkan negara dan daerah. "Jadi saya melihat, penyakit ini karena ada kepentingan segelintir keluarga atau bahkan timses kepala daerah," urainya.

Yang pada akhirnya kata Komarudin, jumlah tenaga honor tidak bisa dikendaikan. "Menurut Informasi, yang dulu saya dapat dari Menteri Yuddy kepada kami di Komisi II, memang indikasinya sebagian itu. Waktu itu kami sudah meminta selesaikan, tapi tidak selesai. Nah, kenapa angkanya begitu besar? Karena di daerah itu Bupati, Gubernur seenaknya saja angkat mereka," bebernya.

Masalah lainya lanjutnya, adalah tenaga honorer kebanyakan di rekrut tanpa kompetisi yang jelas."Jadi ketika mereka nantinya diangkat menjadi ASN, ya ketrampilannya ngasal. Hanya modal karena tugas sudah lama, dan hanya mengikuti seleksi secara administrasi, kan jadi dilema juga. Kalau tak diangkat ya kasihan juga kan," paparnya.

"Jadi saya minta kepada Presiden Jokowi, yang memiliki sisa jabatan setahun ini, tolonglah selesaikan. Minimal fokus kepada tenaga pendidikan dan medis," pintanya.

Apa pun alasannya imbuh dia, masalah K2 harus diselesaikan. "Ini hak hidup warga negara. Ini amanat konstitusi untuk hak hidup warga negara. Mereka sudah mengabdi kepada negara. Jadi jangan digantung-gantung hak mereka itu," tandasnya.

Masih kata Watubun, pihak Komisi II DPR juga mendorong pemerintah, agar menggunakan hak inisiatif, guna mengubah UU ASN. "Supaya ada ruang penyelesaian masalah warisan ini. Dalam pengajuan hak inisiatif DPR, pemerintah belum mengajukan DIM. Pemerintah harus menugaskan Kementeriat terkait guna melakukan tugas ini," desaknya.

"Dalam revisi UU ASN mereka dilakukan lewat seleksi. Ini misalnya kuota 30 persen dengan formasi katakan 100 ribu, artinya yang diangkat hanya 30 ribu. Tidak bisa diangkat serta merta, tapi harus di tes, diuji, sesuai spesialisasi," bebernya.

"Jadi sekali lagi, negara wajib selesaikan ini. Jangan sampai diwariskan ke pemerintahan berikutnya," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/