Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
Olahraga
11 jam yang lalu
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
2
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
11 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
3
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
11 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
4
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
Olahraga
23 jam yang lalu
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
5
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
Olahraga
23 jam yang lalu
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
6
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
5 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Gerakan Reformasi Membawa Perubahan Pada MPR

Gerakan Reformasi Membawa Perubahan Pada MPR
Sabtu, 13 Oktober 2018 23:57 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Anggota MPR dari Fraksi PKB, Mohammad Toha,  mengatakan, sebelum UUD Tahun 1945 diamandemen, MPR memiliki kewenangan yang mutlak. Salah satu kewenangan yang dimililki itu adalah dapat memberhentikan Presiden.

"Tahun 2002, Presiden Abdurrahman Wahid diberhentikan oleh MPR", ujarnya saat menjadi narasumber Sosialisasi Empat Pilar MPR dengan metode training of trainer (TOT) bagi kalangan perwira menengah TNI AL, di Surabaya, Jawa Timur, 2018.

Proses pemberhentian Presiden menurut mantan Wakil Bupati Sukoharjo, Jawa Tengah, itu sekarang tak seperti dahulu. Melewati proses DPR, MK, dan MPR. Prosesnya berbelit dan panjang.

"Sehingga pasca amandemen mustahil untuk bisa memberhentikan Presiden", paparnya. 

Diungkapkan banyak perubahan dalam UUD Tahun 1945 pasca amandemen. Disebut dulu anggota MPR di antaranya terdiri dari utusan daerah dan golongan. Sekarang anggota MPR dipilih oleh rakyat lewat Pemilu yang memilih anggota DPR dan DPD.

"Dengan demikian sekarang MPR lebih mencerminkan kemauan rakyat", ujar alumni UNS, Surakarta, Jawa Tengah, itu. 

Diceritakan, dulu Soeharto bisa menjadi presiden berkali-kali sebab dalam UUD Tahun 1945, tidak ada batasan bagi seseorang untuk menjadi dan menjabat sebagai Presiden. Menurut Mohammad Toha hal demikian sekarang tak bisa terjadi lagi.

"Konstitusi membatasi masa jabatan Presiden selama dua kali," paparnya.

Pembatasan ini dilakukan untuk mencegah munculnya pemerintahan yang otoriter.

Perubahan yang terjadi dalam UUD membuat sistem tata negara Indonesia menganut sistem saling mengawasi. "Dari vertikal hierarkhis menjadi horizontal fungsional," ujarnya.

Perubahan yang terjadi di MPR dan sistem tata negara lainnya, menurut Mohammad Toha karena adanya gerakan reformasi oleh mahasiswa di tahun 1998. Gerakan reformasi itu di antaranya menuntut supremasi hukum dan kebebasan press.

Apa yang dikatakan oleh Mohammad Toha diperkuat oleh anggota Lemkaji MPR Prof. Syamsul Bahri yang saat itu juga menjadi narasumber TOT.

Guru Besar Universitas Brawijaya itu menuturkan perubahan yang terjadi di MPR sebab anggota lembaga negara itu sendiri yang mengamputasi kewenangannya yang dimiliki.

Sekarang dirasakan adanya amputasi yang tidak tepat sehingga membuat perjalanan bangsa dan negara ini tidak sesuai dengan apa yang diharapkan.

Diungkapkan tak punya kewenangan lagi dari MPR untuk membuat haluan negara, GBHN, membuat pembangunan yang dilakukan mengacu pada visi dan misi Presiden. Akibat yang demikian membuat arah pembangunan berganti ketika Presidennya diganti.

Syamsul Bahri bersyukur sekarang ada keinginan dari MPR untuk melakukan amandemen yang bertujuan untuk mengembalikan MPR mempunyai kewenangan membuat GBHN. "Dalam Sidang Tahunan MPR 2018 sudah diusulkan melakukan amandemen demi haluan negara," ungkapnya.

Dirinya optimis bila ada haluan negara membuat arah pembangunan bangsa ini tak ke mana-mana. Rancangan pembangunan bangsa hingga lima puluh tahun ke depan dianggap hal yang penting. Dirinya membandingkan China yang merancang pembangunan hingga 150 tahun ke depan.

Agar haluan negara itu tak kaku dan bisa menyesuaikan perkembangan jaman, dirinya mengusulkan agar haluan negara yang ada tidak terlalu teknokratis dan teknis.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/