Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
Olahraga
16 jam yang lalu
Kemenangan Penting Persija dari RANS Nusantara
2
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
Olahraga
16 jam yang lalu
Arema FC Fokus Recovery Hadapi Laga Terakhir
3
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
Olahraga
15 jam yang lalu
Persebaya Ingin Menang dengan Kebanggaan di Laga Terakhir
4
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
Olahraga
15 jam yang lalu
Beri Kesempatan Pemain Minim Bermain, Marcelo Rospide Fokus Strategi Hadapi Persebaya
5
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
Olahraga
16 jam yang lalu
PSIS Semarang Terus Jaga Asa Tembus 4 Besar
6
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Olahraga
12 jam yang lalu
Aditya dan Novendra Melejit, Temur Kuybakarov Terlempar dari Klasemen Sementara
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Kisah Kopi Gambut Meranti Riau yang Sangat Diminati Warga Malaysia, Rasanya Bisa Manis, Coklat dan Nangka

Kisah Kopi Gambut Meranti Riau yang Sangat Diminati Warga Malaysia, Rasanya Bisa Manis, Coklat dan Nangka
Jum'at, 26 Oktober 2018 13:50 WIB
PEKANBARU - Solahuddin sudah berada di kebun kopi tua milik keluarga saban pagi. tunas pohon yang menjulang ia pangkas, menebas rimbun ilalang yang tumbuh disela pohon kopi. Merambah tumbuhan liar sudah menjadi rutinitas warga Desa Kedaburapat, Kecamatan Rangsang Barat, Kabupaten Kepulauan Meranti itu saat berada di kebun.

Wajar saja, kebun kopi milik keluarganya itu berada di atas lahan gambut, mudah bagi ilalang tumbuh dan menyebar. Ilalang, rumput liar yang sudah ditarah bersamaan dengan daun-daun pohon kopi yang gugur itu dibiarkan menumpuk sampai membusuk. "Biar sekalian jadi pupuk," kata pria yang akrab disapa Soleh itu, kepada Tempo beberapa waktu lalu.

Kebun kopi milik keluarga Soleh sudah berusia lebih dari 40 tahun. Namun masih mampu menghasilkan buah kopi segar sebanyak 2 ton dalam satu bulan. Hasil panen sebanyak itu cukup memuaskan untuk seukuran kebun tua. Namun sebenarnya hasil sebanyak itu baru dirasakan Soleh sejak dua tahun belakangan ini. Setelah masyarakat tahu bahwa kopi yang tumbuh di atas lahan gambut bukan kopi biasa.

Menurut Soleh, tanaman kopi sebenarnya sudah dikembangkan masyarakat daerah itu sejak tahun 1942. Namun tidak begitu diperhatikan lantaran hanya dijadikan sebagai tanaman sela bersamaan dengan kelapa dan pinang. Hasil buah kopi tidak begitu diharapkan lantaran jumlahnya sedikit. Masyarakat lebih menggantungkan hidupnya dari hasil perkebunan lain seperti sagu, pinang dan kelapa. "Saat itu kopi kalah dari hasil panen pinang dan kelapa.”

Masyarakat tidak mengetahui jenis kopi yang mereka tanam. Pada tahun 1980, kopi daerah itu mulai dilirik para tengkulak yang menampung kopi masyarakat dari rumah ke rumah. Masyarakat menjual hasil kopinya kepada tengkulak yang datang dengan harga yang cukup murah. Padahal, kopi tersebut dibawa para tengkulak ke Malaysia.

Biji kopi milik masyarakat sangat diminati di Malaysia. Selama 37 tahun kopi masyarakat Kepulauan Meranti itu memenuhi permintaan pasar Malaysia. Namun para tengkulak membeli kopi dari tangan petani dengan harga yang sangat murah. Tidak cukup membantu perekonomian masyarakat pada masa itu.

Namun pada akhirnya masyarakat tersadar dari ketidakpahamannya selama berpuluh tahun setelah balai penelitian tanaman industri dan penyegar (Balitrri) Bogor melakukan penelitian kopi masyarakat kecamatan Rangsang Barat pada 2010 lalu. Balitrri mengidentifikasi bahwa kopi yang tumbuh di lahan gambut itu berjenis liberoid atau Liberika. Jenis kopi yang berasal dari Negara Liberia di Afrika Barat, merupakan jenis kopi terbaik bahkan kwalitasnya disebut lebih baik dari arabika dan robusta.

Hasil penelitian Balitrri membuka asa petani kopi di Kepulauan Meranti. Tidak lama setelah hasil penelitian itu disampaikan, kopi liberika khas Kepulauan Meranti mulai naik daun. Masyarakat yang dulunya menjual kopi dengan harga murah karena ketidakpahamannya kini bisa bernegosiasi menyesuaikan dengan harga pasar.

Harga kopi pun melambung tinggi. Sebelumnya masyarakat menjual buah kopi segar kepada tengkulak dengan harga Rp 2000 perkilogram, kini harga buah kopi segar ditawari Rp 3000 hingga Rp 3500 perkilogram.

Para petani mulai sadar tanaman kopi mampu memberikan nilai tambah untuk perekonomian rumah tangga. Kebun kopi yang berusia tua saat ini perlahan dirawat dengan baik. Petani Kopi lainnya Al Amin menyebutkan, tidak ada perlakuan khusus untuk perawatan kopi liberika dibanding dengan kopi lainnya.

Kebun kopi sebaiknya dibersihkan setiap saat dengan membersihkan lahan dari gangguan ilalang dan rumput liar. “Jangan biarkan kebun dipenuhi semak,” katanya.

Tunas kopi juga harus dipangkas setiap saat apabila mulai meninggi agar sari-sari makanan pada tumbuhan tidak banyak diserap oleh tunas, dengan demikian buah kopi akan banyak bermunculan di batang.

“Tunas dan cabang-cabang yang banyak itu dibuang,” katanya.

Menurutnya, pohon kopi sebaiknya dijauhkan dengan pohon lainnya yang memiliki buah tingkat keasaman tinggi. Karena kata dia, pohon kopi liberika yang ada di Meranti dipercaya bisa menyerap sari-sari makanan pohon yang ada disekitarnya. Hal ini akan mempengaruhi rasa dari kopi itu sendiri.

Keunikan pohon itu pula yang membuat kopi liberika Meranti mempunyai cita rasa yang khas dari kopi lainnya. Kopi liberika Meranti memiliki banyak rasa yang tidak dimiliki jenis kopi lain. Terkadang kopi terasa manis, saat diseduh tidak butuh gula yang banyak. Kopi liberika Meranti juga memiliki rasa nangka dan coklat.

''Bagi penikmat kopi mereka akan tahu bahwa kopi kita itu ada rasa-rasa cokelat dan nangka.'' katanya. ***

Editor:Hermanto Ansam
Sumber:tempo.co
Kategori:Ekonomi, Riau, Umum, GoNews Group
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/