Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
Olahraga
21 jam yang lalu
Indonesia Gagal Juara Piala Uber 2024, Ester Sudah Tunjukkan Perlawanan Maksimal
2
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
Olahraga
20 jam yang lalu
Jalani Sosialisasi VAR, Skuat Pesut Etam Antusias
3
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
Olahraga
20 jam yang lalu
Antusiasme Alberto Rodriguez Jajal Championship Series Lawan Bali United
4
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
Olahraga
20 jam yang lalu
Ciro Alves dan Pengorbanan Untuk Persib Bandung Catat Statistik Apik
5
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
Olahraga
18 jam yang lalu
Ginting Tak Mampu Lepas dari Tekanan, Indonesia Tertinggal 0-1 dari China
6
Kalahkan Li Shi Feng, Joko Jaga Peluang Indonesia Rebut Piala Thomas 2024
Olahraga
14 jam yang lalu
Kalahkan Li Shi Feng, Joko Jaga Peluang Indonesia Rebut Piala Thomas 2024
Home  /  Berita  /  GoNews Group

Minta Pemerintah Tuntaskan RUU PDP, DPR: Era Digital Kejahatan Siber Sasar Data Pribadi

Minta Pemerintah Tuntaskan RUU PDP, DPR: Era Digital Kejahatan Siber Sasar Data Pribadi
Selasa, 02 Juli 2019 17:35 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy
JAKARTA - Era digital saat ini, kejahatan via online yang menyasar data-data pribadi warga negara sangat rentan. Untuk itu, Pemerintah didesak segera menuntaskan Rancangan Undang-undang Perlindungan Data pribadi (RUU PDP).

Hal ini diungkapkan Anggota Komisi I DPR RI (NasDem), Mayjen (Purn) Supiadin Aries Saputra dalam forum legislasi yang mengambil tema''Keamanan Privasi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi" bersama anggota Komisi I DPR RI FPKS Sukamta di Kompleks Parlemen, Senayan Jakarta, Selasa (2/7/2019).

"Kami minta, pemerintah dalam hal ini Kemenkominfo RI dan Kemenkumham RI untuk segera menuntaskan Rancangan Undang-Undang (RUU) keamanan privasi dalam RUU Perlindungan Data Pribadi (PDP), karena bersifat mendesak,"ujarnya.

Hal ini kata dia, karena pengaruh media sosial (Medsos) dan keamanan di handphone masyarakat tidak ada yang bisa menjamin kemanannya.

"Kadang kita juga kesel, di HP kita tiba-tiba ada pesan singkat (SMS) pinjaman, penawaran, penjualan obat, Whatsaap (WA), telpon dan lain-lain yang tidak bisa dipertanggungjawabkan. Mereka ini dapat data dari mana? Kan itu yang harus ditegaskan dalam UU kita, supaya tidak semua layanan pinjaman atau yang lain bisa seenaknya menyebar data kita," tegasnya.

Karena jika tidak terkontrol kata dia, akibatnya akan muncul berbagai jenis kejahatan seperti perbankan, dan kriminalitas lainnya dengan menggunakan data pribadi orang lain. Baik KTP, KK, Pasport, nomor hp dan transaksi ekonomi lainnya.

"Pembahasan RUU itu butuh waktu yang lama, dan RUU PDP ini inisiatif pemerintah, yang belum diterima oleh Komisi I DPR. Jadi, RUU ini sangat mendasar, namun prosedurnya dari Komenkominfo RI ke Kemenkumham RI dan ke DPR. Di DPR pun meski sudah rampung, juga belum tentu bisa disahkan,” pungkasnya.

Sementara itu, Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi PKS, Sukamta, menilai, saat ini penerapan sistem informasi di Indonesia belaum maksimal. Terlebih lagi, informasi publik justru diharamkan untuk disebarluaskan. Namun informasi yang bersifat pribadi, justru bisa diakses seenaknya.

“Jadi misalnya soal NIK KTP. Inikan identitas yang sangat berharga. Tetapi tidak semua menyadari. Terkadang ada warga yang punya KTP dan KTP itu bisa digunakan untuk berbagai macam keperluan misalkan pinjaman ke Bank atau, melamar seseorang, untuk segala macam, semuanya butuh identitas pribadi dan dengan mudahnya data pribadi itu diakses,” kata Sukamta.

Sementara data yang justru harusnya wajib diketahui publik, malah tidak boleh diketahui masyarakat. Sebaliknya data publik data impor beras, data impor garam, dianggap data privat. Publik tidak boleh punya akses.

"Saya pernah mendapat informasi, bahwa kita pernah ditawari beras dari negara Vietnam yang harganya hanya dua ribu lima ratus rupiah per kilogram. Sementara harga beras di dalam negeri saat ini sudah dua belas ribu rupiah perkilo,” katanya.

Namun anehnya, kata dia, pemerintah justru menutup informasi yang seharusnya bisa dan memang harus diketahui oleh publik. “Ini kan namanya terbalik-balik. Yang private bisa mudah diakses, tapi yang publik justru dilarang diketahui oleh masyarakat,” tandasnya.

“Jadi seharusnya data pribadi itu terkait dengan milik pribadi.Itu hak warga negara untuk dilindungi keberadaannya dari siapapun di negara pun tidak seluruh petugas negara,”.

Penyelenggara negara menurutnya, tidak boleh punya akses terhadap data pribadi. “Sekarang ini yang menyimpan data pribadi yang data NIK, kependudukan misalnya Kementerian Dalam Negeri, Paspor Kemenkumham atau imigrasi," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/