Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
Olahraga
22 jam yang lalu
Okto Jadi Saksi Sejarah Indonesia Kalahkan Australia di Piala AFC U-23
2
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
Olahraga
22 jam yang lalu
Kalahkan Australia di Piala Asia U 23, Erick Thohir: Luar Biasa Penampilan Indonesia
3
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
Olahraga
17 jam yang lalu
Hadapi Red Sparks, Agustin Wulandari: Kami Akan Berikan Penampilan Terbaik
4
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
Olahraga
18 jam yang lalu
HUT ke-94, PSSI Berbagi Kebahagian dengan Legenda Timnas Indonesia
5
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
Pemerintahan
19 jam yang lalu
Uruguay Jajaki Kerja Sama Jaminan Produk Halal dengan Indonesia
6
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru 'Hit Me Hard and Soft'
Umum
16 jam yang lalu
Billie Eilish Unjuk Kedalaman Emosional di Album Terbaru Hit Me Hard and Soft
Home  /  Berita  /  Nasional

Vaksin Nusantara dan Rumor Calon Dubes, Kemana Langkah Terawan?

Vaksin Nusantara dan Rumor Calon Dubes, Kemana Langkah Terawan?
Terawan Agus Putranto dalam suatu kesempatan saat masih menjabat Menteri Kesehatan RI. (foto: dok. ist./liputan6.com)
Minggu, 21 Februari 2021 16:42 WIB
JAKARTA - Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono berpandangan, vaksin Nusantara sebaiknya tidak didanai oleh pemerintah dan dihentikan oleh BPOM (Badan Pengawas Obat dan Makanan) bila ada ketidaksesuaian dengan aturan.

Pandu menjelaskan, vaksin Nusantara mengandung sel dentritik. Sel yang menjadi bagian dari darah putih yang memiliki fungsi utama sebagai sel penyaji antigen dan menghubungkan sistem imun bawaan dengan sistem imun adaptif. Terapi sel dentritik umumnya digunakan secara personal untuk terapi kanker, tapi belum tentu tepat digunakan seperti pada vaksin Nusantara saat ini.

Dalam terapi kanker, kata Pandu sebagaimana dilansir kompas.com, sel dendritik ditambahkan antigen tumor atau kankernya, dan diisolasi dari darah pasien untuk kemudian disuntikkan kembali kepada pasien tersebut. Inilah sifat personalnya, "Sementara pada vaksin, sel dentritik ditambahkan antigen virus (meski sel ini juga bersifat personal, red),".

Terkait vaksin Nusantara ini, Ketua Satuan Tugas Covid-19 yang juga Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), Zubairi Djoerban, ber-statement tegas melalui Twitter pada 18 Februari. Kata dia, "Jangan membuat publik bingung,".

Ia menegaskan dirinya mendukung upaya eradikasi seperti vaksin, tapi datanya harus terbuka kepada publik, apalagi jika vaksin Nusantara diklaim menciptakan antibodi seumur hidup.

"Dus, saya tak tahu motif klaim vaksin Nusantara itu. Ada yang tahu?" ujar Zubairi di laman Twitter sebagaimana dilihat GoNews.co, Minggu (21/2/2021).

Sebelumnya, muncul vaksin Nusantara yang diprakarsai oleh mantan Menteri Kesehatan, Terawan Agus Putranto. Vaksin ini dikembangkan tim peneliti dari PT. Rama Emerald Multi Sukses (Rama Pharma) bersama AIVITA Biomedical asal Amerika Serikat, dan FK Undip (Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro). Tahapan uji klinis dilakukan di Rumah Sakit Umum Pusat dr. Kariadi, Kota Semarang, Jawa Tengah.

Peneliti Undip, Yetty Movieta Nency dalam lansiran republika.com menjelaskan, bahwa proses vaksin Nusantara ialah; subjek diambil darahnya dan sel dendritiknya, kemudian sel tersebut dikenalkan dengan recombinan dari virus SARS CoV-2.

"Jadi kita kenalkan, kemudian setelah itu sel dendritiknya menjadi pintar bisa mengenali, sudah tahu bagaimana mengantisipasi virus, kemudian dia kita suntikkan kembali (ke subjek, red)," kata Yetty.

Dalam lansiran tempo.co, Yetty mengatakan, jika nantinya vaksin Nusantara dijual, maka harga vaksin ini bisa berkisar US$ 10. Harga tersebut karena kebutuhan anggaran penyimpanan, distribusi, dan penambahan, bisa diminimalisir.

Saat ini, setidaknya per Kamis (18/2/2021) vaksin Nusantara tengah dalam proses evaluasi oleh BPOM. BPOM telah menerima data hasil uji klinis fase 1 yang diserahkan oleh peneliti antivirus terkait. Adapun uji klinis fase 2 masih berlangsung pada Februari.

Mengutip muatan dialog Analis Politik yang juga pernah terinfeksi Covid-19, Bossman Mardigu Wowiek Prasantyo dengan mantan Menteri Perdagangan RI, Gita Wirjawan, pengobatan yang menggunakan pendekatan personal melalui pemanfaatan darah memang bisa disinyalir mengganggu para pebisnis vaksin.

Sebagai mantan pasien Covid-19, Bossman telah tertolong dengan penggunaan plasma darah pasien Covid-19 lainya yang sudah sembuh. Setelah Bossman sembuh, Ia juga mendonorkan plasma darahnya setiap dua pekan. Ia punya kesempatan untuk mendonor selama 6 bulan karena pada rentang waktu itu antibodinya dalam keadaan baik.

"Sebenarnya, Covid-19 ini kalau dilawan pakai plasma, itu satu orang itu hanya butuh 2 bungkus plasma lah kira-kira," kata Bossman Wowiek menuturkan pernyataan salah satu dokter yang menangani dirinya.

Bossman menjelaskan, jika ada 400.000 orang yang sudah sembuh, ada 500.000 orang terpapar, lalu 50.000 yang sudah sembuh tadi menyumbangkan plasmanya, "Selesai Covid-19 di Indonesia,".

"Masalahnya, yang punya bisnis vaksin teriak," kata Bossman dikutip GoNews.co dari video yang diunggah di akun YouTube Gita Wirjawan pada 17 Februari lalu.

Keberadaan vaksin Nusantara yang kini masih menjadi polemik, rupanya juga menjadi atensi tersendiri bagi mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara), AM Hendropriyono. Hendro mendorong perlindungan terhadap vaksin temuan Terawan itu.

"Hasil karyanya (Terawan, red) memerlukan perlindungan agar bebas dari bayang-bayang feodalisme intelektual dan manipulasi bisnis para kapitalis domestik dan mancanegara," kata Hendro, Sabtu (20/2/2021) dini hari.

Sementara vaksin temuannya tengah jadi perhatian, mantan Kepala RSPAD (Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat) Gatot Subroto itu belakangan dikabarkan akan ditunjuk menjadi Duta Besar Indonesia untuk Spanyol. Kabar ini, sudah masuk secara informal ke Senayan.

"Kami dapat dari WA (WhatsApp) group tadi. Kalau surat resminya belum sampai Komisi I DPR," kata Anggota Komisi Luar Negeri Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia, Sukamta, dikutip dari liputan6.com, Jumat (19/2/2021).***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, GoNews Group, Kesehatan, Nasional, Politik, Umum
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/