Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
Olahraga
9 jam yang lalu
Rohmalia Pecahkan Rekor Dunia Cricket di Seri Bali Bash International
2
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
Olahraga
10 jam yang lalu
Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23, STY Sebut Meningkat Kepercayaan Timnas U 23 Indonesia
3
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
Olahraga
9 jam yang lalu
Timnas Cricket Putri Indonesia Kalahkan Mongolia di Bali Bash Internasional
4
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
Olahraga
22 jam yang lalu
Penuhi Target ke Semifinal Piala Asia U 23, Timnas Indonesia Selangkah Lagi Raih Tiket ke Paris
5
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
Olahraga
21 jam yang lalu
Cetak Sejarah Baru, Timnas U 23 Indonesia Melaju ke Semifinal Piala Asia U 23
6
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Olahraga
4 jam yang lalu
Seleksi Lokakarya Wasit dan Asisten Wasit Liga 3 Tahun 2023/2024 Bergulir
Home  /  Berita  /  Ekonomi

Ekonomi Digital Butuh Dukungan, Senator Teras Desak Pengesahan RUU PDP

Ekonomi Digital Butuh Dukungan, Senator Teras Desak Pengesahan RUU PDP
Ilustrasi perlindungan data pribadi. (gambar: ist./shuterstock)
Sabtu, 27 Februari 2021 22:12 WIB
Penulis: Muhammad Dzulfiqar
JAKARTA - Senator atau Anggota DPD (Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia) dari dapil (daerah pemilihan) Kalimantan Tengah, Teras Narang, mendesak DPR RI (Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia) untuk segera mensahkan RUU PDP (Rancangan Undang-Undang Perlindungan Data Pribadi).

Ini adalah RUU yang dalam catatan GoNews.co, telah mengalami 10 kali rapat di DPR. 2 rapat pendahuluan, 6 rapat kerja Komisi I DPR RI, dan 4 rapat panja (panitia kerja).

Rilis resmi DPD RI menjelaskan, salah satu alasan dari desakan tersebut yakni adanya kebutuhan terhadap regulasi yang mendukung digitalisasi ekonomi di Indonesia yang tengah berlangsung di tengah belum adanya UU (Undang-Undang) khusus yang mengatur soal Perlindungan Data Pribadi.

Menurut Teras, tujuan pembangunan ekonomi digital Indonesia berpotensi mengalami masalah bila pelindungan data pribadi ini tidak dihadirkan oleh negara. Di dunia setidaknya 132 negara yang telah memiliki payung hukum mengenai pelindungan data pribadi. Di kawasan ASEAN, Malaysia serta Singapura termasuk Filipina dan Thailand juga sudah memiliki UU sejenis.

Ia tak menampik bahwa definisi 'data pribadi' mengalami kompleksitas dalam konteks RUU PDP. Ada juga persoalan kualifikasi, keamanan, penggunaan data, dimensi Hak Asasi Manusia, kepentingan daerah, hingga sinkronisasi dan harmonisasi sekitar 31 Undang-undang yang terkait degan RUU PDP ini, perlu dikawal secara tri patrit (pemerintah, DPR, DPD).

"Saya berharap kolega di DPR RI dapat mengatur dinamika internal mereka dan memberi atensi khusus pada RUU PDP ini. Kami di DPD RI siap berkolaborasi untuk kepentingan rakyat," ujar mantan Ketua Komisi II dan III DPR RI tersebut, sebagaimana dikutip GoNews.co, Sabtu (27/2/2021).

Sejauh ini, terdapat 338,2 juta koneksi ponsel di seluruh Indonesia. Pengguna internet pada awal 2021 mencapai 202,6 juta jiwa dari total 274,9 juta penduduk, menurut data terkini Kompas. Pengguna sosmed (sosial media), tercatat mencapai 160 juta jiwa, dan UMKM (Usaha Mikro Kecil Menengah) yang terkoneksi dengan dunia digital mencapai 26 juta.

"Selain itu juga hingga 2030 mendatang disebut akan ada kebutuhan sekitar 9 juta digital talents untuk mendukung ekosistem ruang digital kita menjadi semakin produktif," kata Teras.

Sementara berdasarkan data dari YLKI (Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia) ada 5 sektor yang banyak dikeluhkan konsumen berkaitan dengan data pribadi. Di antaranya adalah perbankan, pinjaman daring atau fintech, perumahan, aplikasi belanja daring dan leasing.

Selain itu, dalam konteks percaturan global menurutnya, arus data dengan kepercayaan serta arus data lintas negara sudah menjadi isu penting. Dalam konteks pertukaran data antar negara ini, menjadi penting untuk adanya payung hukum yang memenuhi prinsip keadilan, keabsahan, kemanfaatan, dan keterbukaan.

"Pemerintah melalui Menkominfo sudah menyatakan bahwa perkembangan pembahasan RUU PDP ini juga menjadi perhatian negara-negara sahabat. Ini perlu jadi catatan juga," katanya.

Peta Ekonomi Digital

Percepatan digitalisasi berbagai bidang, termasuk ekonomi, memang terjadi sebagai konsekuensi dari pendemi Covid-19. Kementerian Komunikasi dan Informatika mengupayakan percepatan transformasi digital melalui empat kebijakan. Pertama, pembangunan infrastruktur telekomunikasi dan informatika yang merata dan berkualitas. Kedua, pengembangan teknologi pendukung mempercepat transformasi digital. Ketiga, pemberdayaan SDM dengan jumlah dan kualitas yang baik dan berkelanjutan. Keempat, penuntasan legislasi primer dan penguatan kerjasama internasional.

Mengutip data vutura.io per pertengahan 2020 lalu, Kemenkeu akan memastikan digitalisasi menjadi pendorong baru aktivitas ekonomi. Kemenkeu telah merancang model ekosistem ekonomi digital yang melibatkan platform, logistik, sistem pembayaran, dan data untuk mendorong aktivitas industri digital.

Penggunaan uang elektronik terus tumbuh ditunjukkan dengan peningkatan jumlah uang elektronik beredar dan volume juga nominal transaksi uang elektronik. Per April 2020, jumlah uang elektronik beredar mencapai Rp412 juta, naik dari Rp292 juta pada keseluruhan tahun 2019. Sementara jumlah transaksinya secara nominal per 2019 yakni Rp145 triliun dengan volume 5 miliar.

Dari sisi perkembangan niaga daring, nilai transaksi penjualan e-commerce ritel Indonesia sudah mencapai 10,4 miliar dolar AS pada 2019. Penjualan e-commerce ritel diproyeksi akan tumbuh 133,5 persen menjadi 16,5 miliar dolar AS atau sekitar Rp219 triliun pada 2022 dari posisi 2017.

Pemerintah akan memberikan dukungan dalam beberapa hal. Seperti melalui kebijakan, regulasi, penyediaan infrastruktur, dukungan pembiayaan, mendigitalkan UMKM, perlindungan konsumen, hingga pengembangan sumber daya manusia.

Di Kementerian Keuangan sendiri, sejumlah program pendukung ekonomi digital diantaranya review peraturan perundang-undangan, penyaluran bantuan sosial secara non-tunai, pengembangan SIKP (Sistem Informasi Kredit Program), pembiayaan Ultra Mikro, hingga penjualan Surat Berharga Negara secara online.

Sentralisasi Daya Ekonomi

Pandemi tidak hanya mendesak percepatan digitalisasi, tapi secara lebih prinsip, menurut sebuah analisa, juga mendorong negara untuk mensentralisasi kekuatan agar Republik Indonesia bisa bertahan. UU Cipta Kerja menjadi salah satu instrumen yang digunakan.

Tak heran, UU model omnibuslaw itu beserta PP (Peraturan Pemerintah)-nya ternyata juga sudah mengatur mengenai OTT (Over The Top) yang beroperasi di Indonesia, menurut Anggota Komisi I DPR RI fraksi PDIP, Tb Hasanuddin. OTT itu, mengacu kepada perusahaan yang menyediakan layanan jasa konten seperti media sosial Facebook, YouTube, Twitter dan lain-lain.

Penelusuran GoNews.co, aturan tentang OTT terdapat pada PP 46/2021 tentang Pos, Telekomunikasi dan Penyiaran sebagai aturan turunan dari UU Ciptaker. PP (Peraturan Pemerintah) ini ditetapkan Presiden Joko Widodo pada 2 Februari 2021.

Terkait dengan dunia usaha, ada juga PP 5/2021 tentang penyelenggaraan perizinan berbasis risiko yang juga diteken presiden pada 2 Februari 2021. Bagian ke-15 dalam PP tersebut mengatur salah satunya tentang Sistem dan Transaksi Elektronik termasuk mengenai blockchain, tapi sejauh mana perlindungannya terhadap data pribadi belum ditemukan pengaturan yang eksplisit. ***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/