Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
19 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
2
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
21 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
17 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
17 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
17 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
18 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  Nasional

Nama-Nama Peringkat Rendah Moncer, Pengamat Singgung soal Pembohongan Publik

Nama-Nama Peringkat Rendah Moncer, Pengamat Singgung soal Pembohongan Publik
Ilustrasi. (gambar: ist./pngtree)
Sabtu, 17 April 2021 18:25 WIB
JAKARTA - Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Esa Unggul, Jamiluddin Ritonga mempertanyakan kualitas hasil survey elektabilitas tokoh publik yang terpotret tak konsisten. Kredibilitas lembaga survei harus dijaga.

Ia mencermati, hasil elektabilitas calon presiden 2024 yang relatif konsisten sebelumnya meliputi nama-nama; Prabowo Subianto, Anies Baawedan, Ganjar Pranowo, Ridwan Kamil, Sandiaga Uno, dan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY). Namun seminggu terakhir, muncul nama baru yang elektabilitasnya tinggi di luar enam nama tersebut padahal selama ini elektabilitas mereka sangat rendah bahkan tidak muncul.

"Tentu saja moncernya nama-nama tersebut menimbulkan tanda tanya. Sebab, dalam periode itu tidak ada gebrakan dari mereka yang menonjol sehingga dapat mengerek elektabilitasnya menjadi sangat tinggi," kata Jamil tertulis, sebagaimana dikutip GoNEWS.co pada Sabtu (17/4/2021).

Berdasar pantauannya, Jamil mengungkapkan, ada juga survey tokoh wanita yang dianggap layak dipilih bila Pilpres (Pemilihan Presiden) digelar hari ini. Beberapa nama tokoh perempuan muncul. Pertanyaannya, beberapa nama tersebut sebelumnya adalah sosok dengan elektabilitas sangat rendah tiba-tiba menjadi perempuan yang paling layak dipilih pada Pilpres.

"Kasus tersebut mengindikasikan, hasil survey dapat digunakan untuk menggalang pendapat umum. Kalau hasilnya valid, tentu tidak masalah, karena survey pendapat umum sudah menjadi instrumen demokrasi. Tapi, sungguh tidak beretika, bila hasil survey invalid tetap digunakan untuk menggiring masyarakat memilih sosok tertentu. Ini namanya pembohongan publik," tegas pengajar ilmu Metode Penelitian Komunikasi itu.

Untuk mencegah hal itu, menurut Jamil, sebaiknya semua lembaga survey bersama-sama membuat kode etik yang menjadi acuan bagi semua lembaga survey sebagai acuan sanksi bagi yang melanggar.***

Editor:Muhammad Dzulfiqar
Kategori:DKI Jakarta, Nasional, Politik
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/