Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
14 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
2
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
12 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
10 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
10 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
10 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
11 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  Politik

Perang Baliho Politikus di Era Digital, Masih Efektif Kah?

Perang Baliho Politikus di Era Digital, Masih Efektif Kah?
Ilustrasi Baliho tokoh politik nasional. (Foto: Istimewa)
Jum'at, 06 Agustus 2021 12:25 WIB

JAKARTA - Belakangan sejumlah partai politik seperti PDIP, Golkar, PKB hingga Partai Demokrat mulai berbondong-bondong memasang baliho Ketum hingga kadernya untuk proyeksi Pilpres 2024.

Baliho masih menjadi pilihan partai politik di Indonesia untuk memperkenalkan para elite hingga kader partai. Lantas masih efektifkah baliho yang dipasang tersebut di tengah kondisi Indonesia yang sudah mulai masuk era digital?

Hal tersebut dijelaskan oleh Pakar politik dari CSIS, Arya Fernandes. Awalnya Arya menjelaskan terkait penetrasi digital secara nasional di Indonesia yang masih berada pada kisaran 35-40 persen.

"Penetrasi digital itu secara nasional itu masih di kisaran 35-40% orang yang punya akases ke digital, itu maksudnya terkoneksi dengan internet. Di tingkat populasi akses publik terhadap digital atau terhadap internet belum tinggi, masih di kisaran 35-40%," kata Arya saat dihubungi, Kamis (5/8/2021).

Arya menjelaskan 35-40 persen pengguna digital atau internet itu juga hanya pada masyarakat yang berada di kota-kota urban. Selain itu, kata dia, yang mendominasi populasi 35-40 persen itu juga merupakan kaum milenial atau generasi Z.

"35-40% itu umumnya terkonsentrasi di kota-kota urban ya, kota-kota ya, di daerah daerah lural atau pedesaan yang karakter pedesaaan itu sebagian besar orang belum terkoneksi internet dan digital. Selanjutnya populasi sekitar 30-40% populasi yang tekroneksi interet umumnya juga didominasi dengan kalangan muda, anak anak milenial atau generasi Z," ucapnya.

Atas dasar kondisi itulah, Arya menyebut partai politik akhirnya masih mengandalkan baliho sebagai alat peraga kampanye. Dia menyebut baliho mampu menjangkau hingga ke daerah-derah yang masyarakatnya belum terjamah oleh internet.

"Nah situasi digital seperti itu yang mebuat akhirnya partai masih memilih cara tradisional, cara lama, yaitu mempopulerkan diri atau memperkenalkan diri ke masyarakat lewat baliho. Kenapa baliho? Karena dapat menjangkau daerah-daerah lural dan populasi yang orangnya nggak punya akses internet gitu," ujarnya.

Namun yang menjadi pertanyaan efektifkah baliho? Arya menjelaskan efektiftas baliho bergantung pada pihak yang memasang. Dia menyebut memang tidak cukup hanya dengan memasang baliho lalu masyarakat akan memilih.

"Nah sekarang pertanyaannya tadi, apakah masih efektif? Nah orang ketika lihat baliho itu mereka belum tentu akan memilih, jadi ada beberapa yang harus disiapkan oleh partai, kader partai, atau capres untuk dapatkan mafnaat supaya baihonya efektif gitu ya," jelasnya.

Dia menyebut efektif baliho bergantung pada pesan yang berada pada baliho. Selain itu, target baliho hingga cara mengemas sampai penempatan baliho juga akan memengaruhi efektivitas baliho.

"Efektivitas baliho dalam hal mempengaruhi pemilih ditentukan oleh apa pesan yang ingin disampaikan, apakah pesan menarik bagi publik? jadi isu di publik apa enggak? Apa jadi concern publik atau nggak? Jadi kebutuhan publik atau nggak? Itu narasinya pesannya. Kedua siapa segmennnya yang igin disasar, apa anak muda? Petani? Nelayan? Buruh? Pedagang? Ketiga gimana mengemasnya? Packaging juga penting, design mungkin, penempatan mungkin," sebutnya.

Namun demikian, Arya menyebut kampanye dengan menggunakan media sosial juga tetap penting dilakukan. Selain berbiaya murah, menurutnya, kampanye di media sosial mampu menjangkau masyarakat hingga ke seluruh Indonesia.

"Dalam kompetisi yang ketat, misal kandidat A dan kandidat B ketat nih, itu sosial media, internet jadi penting. Dan kampanye digital itu berbiaya murah juga dibandingkan baliho, kalau baliho orang harus biaya cetak, biaya pasangnya, biaya jaganya supaya nggak diturunin orang. Kalau internet orang anytime, kapanpun dimanapun dia mau beriklan atau berkampanye di medsos gratis gitu dan coveragenya juga lebih luas Se-Indonesia, makanya kampanye di masa depan kalau koneksi sudah meningkat, kampanye masa depan itu ya kampanye digital," ungkapnya.***

Editor:Muslikhin Effendy
Kategori:DKI Jakarta, Politik, Pemerintahan, Peristiwa
wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/