Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Tampil di Kandang, Borneo FC Lebih Percaya Diri Hadapi Madura United FC
Olahraga
23 jam yang lalu
Tampil di Kandang, Borneo FC Lebih Percaya Diri Hadapi Madura United FC
2
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
Umum
23 jam yang lalu
Srikandi PLN Mengajar, Mahasiswa LP3I Jakarta Gali Lebih Dalam Peran Humas di Era Digital
3
Srikandi PLN dan Bhayangkari, Berbagi Cahaya Pengetahuan Listrik untuk Masyarakat
Pemerintahan
22 jam yang lalu
Srikandi PLN dan Bhayangkari, Berbagi Cahaya Pengetahuan Listrik untuk Masyarakat
4
Senator Dailami Ingin Pemprov DKI Segera Bangun RSUD Tipe B di Kepulauan Seribu
DPD RI
22 jam yang lalu
Senator Dailami Ingin Pemprov DKI Segera Bangun RSUD Tipe B di Kepulauan Seribu
5
Hadapi Borneo FC di Leg Kedua Semifinal, Rakhmat Basuki: Ada Energi Positif
Olahraga
23 jam yang lalu
Hadapi Borneo FC di Leg Kedua Semifinal, Rakhmat Basuki: Ada Energi Positif
6
Cleberson Siap Jalankan Instruksi Demi Tiket Final
Olahraga
22 jam yang lalu
Cleberson Siap Jalankan Instruksi Demi Tiket Final
Home  /  Berita  /  Politik

PKB: Bahas Amendemen UUD 1945 saat Pandemi Tak Bijaksana

PKB: Bahas Amendemen UUD 1945 saat Pandemi Tak Bijaksana
Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid saat Sosialisasi 4 Pilar MPR di Baang, Jawa Tengah. (Foto. Dok GoNews.co)
Rabu, 25 Agustus 2021 13:28 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Wakil Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Jazilul Fawaid menyebut bahas rencana amendemen Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 di tengah pandemi virus corona (Covid-19) tidak bijaksana.

Jazilul fawaid yang akrab disapa Gus Jazil itu mengatakan, partainya menunggu perkembangan penanganan Covid-19 terlebih dahulu sebelum bicara masalah amendemen UU 1945.

"PKB menunggu perkembangan penanganan Covid, baru kalau mau bicara soal amendemen. Kalau covid belum selesai, menurut saya enggak bijaksana kalau kita bicara soal amandemen," kata Gus Jazil, Rabu (25/8/2021).

Meski begitu, Ia tak menjelaskan sikap PKB terhadap wacana penambahan wewenang MPR untuk merumuskan PPHN dalam amendemen kali ini. Ia juga tak menjawab gamblang soal isu penambahan masa jabatan presiden lewat amandemen.

Wakil Ketua MPR RI itu bilang PKB masih fokus membantu penanganan pandemi Covid-19. Dengan begitu, mereka belum membicarakan sikap terhadap dua hal tersebut.

"Belum ada sikap. Amendemen juga belum ada sikap resmi, apalagi perpanjangan. Jangankan sikap, dibicarakan saja enggak," ujarnya.

Sementara itu, Ketua Fraksi Partai Golkar MPR RI Idris Laena menilai amendemen UUD NRI 1945 tidak mendesak untuk dilakukan karena Indonesia sedang berjuang mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional.

"Fraksi Golkar berpendapat tidak mendesak dilakukan amendemen UUD NRI 1945. Pemerintah saat ini sedang fokus mengatasi pandemi COVID-19 dan pemulihan ekonomi nasional," kata Idris Laena di Jakarta, Rabu (25/8/2021).

Dia menilai lebih baik MPR RI fokus membantu pemerintah dalam mengatasi pandemi COVID-19 daripada melakukan amendemen UUD NRI 1945.

Idris menegaskan bahwa wacana amendemen UUD NRI 1945 yang disampaikan Pimpinan MPR RI belum merupakan representasi sikap lembaga MPR.

"Terkait wacana amendemen yang disampaikan Pimpinan MPR RI, itu belum merupakan representasi dari lembaga MPR," ujarnya.

Dia mengatakan, Pimpinan MPR belum mengadakan Rapat Gabungan dengan Pimpinan Fraksi-Fraksi yang menjadi forum menyampaikan sikap resmi fraksi-fraksi dan kelompok DPD RI.

Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo kembali menggulirkan wacana amendemen UUD 1945. Hal itu ia sampaikan pada Sidang Tahunan MPR RI Tahun 2021.

Bamsoet, sapaan akrabnya, menyebut amendemen dilakukan untuk menambah wewenang MPR merumuskan PPHN. Menurutnya, PPHN diperlukan sebagai acuan pembangunan jangka panjang.

Rencana itu mendapat penolakan dari banyak pihak. Salah satu alasannya adalah PPHN mirip GBHN di era Orde Baru yang menempatkan presiden hanya sebagai mandataris MPR. Selain itu, beredar isu perpanjangan masa jabatan presiden.

"Bagi saya kita setback pada model yang lama, model pemerintahan yang lama. Setback kita karena sebenarnya sudah ada mekanisme UU RPJP (Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Tahun 2005-2025) pengganti GBHN, tidak perlu lagi," kata pakar hukum tata negara Hamdan Zoelva.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/