Terpopuler 24 Jam Terakhir
1
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
Umum
14 jam yang lalu
Langkah-langkah Mudah Klaim Asuransi Mobil All Risk, Auto Diterima!
2
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
Olahraga
12 jam yang lalu
Shin Tae-yong: Masih Ada Kesempatan Indonesia Lolos ke Paris
3
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
Olahraga
11 jam yang lalu
Promosi dan Degradasi di Timnas U-16 Selama TC di Yogyakarta
4
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
Pemerintahan
11 jam yang lalu
PT Pembangunan Jaya Ancol Bukukan Pendapatan Rp 255,6 Miliar
5
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
Pemerintahan
10 jam yang lalu
Sekda DKI Kukuhkan 171 Petugas Penyelenggara Ibadah Haji
6
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Olahraga
12 jam yang lalu
Ketum PSSI Bangga dengan Perjuangan Garuda Muda
Home  /  Berita  /  Ekonomi

76 Tahun Usia PLN, Jangan Gara-gara Pohon Sengon Tumbang, Masih Ada Black-out Listrik se-pulau Jawa

76 Tahun Usia PLN, Jangan Gara-gara Pohon Sengon Tumbang, Masih Ada Black-out Listrik se-pulau Jawa
Ilustrasi pohon sengon tumbang menimpa kabel PLN. (Foto: Istimewa)
Selasa, 26 Oktober 2021 13:40 WIB
Penulis: Muslikhin Effendy

JAKARTA - Menyambut hari ulang tahun PLN yang ke-76, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta agar perusahaan plat merah ini dapat menyediakan listrik secara cukup, andal dan efisien. 

Dia berharap PLN tidak jatuh pada lubang yang sama yaitu mengulang pengalaman pahit dan kesalahan pada tahun-tahun sebelumnya. "Permintaan saya sekaligus harapan masyarakat kepada PLN adalah agar tarif listrik murah terjaga dan tidak byar-pet. Jangan hanya disebabkan karena pohon sengon, terjadi black-out listrik se-pulau Jawa," kata Mulyanto dalam menyambut ulang tahun PLN ke-76, Senin 26 Oktober 2021.

Mulyanto menyatakan posisi PLN sangat strategis. PLN diberi kewenangan negara untuk mengelola ketenagalistrikan mulai dari produksi hingga distribusi, single buyer and seller. Karena itu Mulyanto berharap kondisi PLN bisa lebih baik setiap tahunnya.

Dari sisi tarif, kata Mulyanto, listrik PLN memang lebih murah dibanding Singapura, Thailand, Filipina, bahkan Kamboja. Namun kalau dibandingkan dengan Malaysia, Vietnam atau bahkan Laos, listrik PLN masih jauh lebih mahal.  Bahkan harga listrik di Malaysia hampir setengah dari harga listrik PLN. 

"Berbeda dengan Indonesia, Malaysia selain menerapkan tarif listrik progresif, mereka juga menerapkan kebijakan dimana tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga lebih murah dibandingkan dengan harga listrik untuk bisnis. Di kita terbalik, tarif listrik untuk pelanggan rumah tangga lebih mahal dibandingkan tarif listrik untuk bisnis," jelas Mulyanto.

Karena itu kata Mulyanto, di usia yang semakin matang ini, PLN harus benar-benar dapat menarik hikmah dari pengalaman-pengalaman sebelumnya. Jangan sampai terulang kesalahan yang serupa.

"Sebelumnya, karena Pemerintah salah menetapkan asumsi pertumbuhan permintaan listrik (over estimated), maka PLN menjadi korban. Sampai hari ini, dampaknya masih terasa berat. Melalui program Fast Track tahap I (sebesar 10 GW), Fast Track tahap II (sebesar 18 GW), serta program pembangkit 35 GW, penyediaan listrik kita  menjadi surplus hampir mencapai 50% untuk pulau Jawa dan Sumatera. Namun, karena klausul TOP (take or pay) dalam kontrak listrik di atas, PLN tetap harus membayar kepada produsen listrik sawsta (IPP), meski listrik tersebut tidak dibutuhkannya," jelas Mulyanto.

"Naasnya, untuk keperluan investasi tersebut, utang PLN membengkak mencapai Rp 500 triliun.  Di samping menyisakan 34 proyek mangkrak, dengan total kapasitas sebesar 627,8 MW yang merupakan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU). Akibatnya, hari ini keuangan PLN tertekan dan kesulitan untuk pendanaan investasi bisnisnya," lanjut Mulyanto.

Karenanya, terkait Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang baru disahkan Pemerintah, Mulyanto mengingatkan PLN agar lebih cermat dalam melaksakannya.

Dalam RUPTL itu Pemerintah berencana menambah kapasitas baru sebesar 40.575 MW dalam rentang waktu 10 tahun.  Porsi listrik dari sumber EBT sebesar 52 persen dan dari sumber fosil sebesar 48 persen.  Sementara itu kontribusi IPP sebesar 65 persen, sedang sisanya 35 persen dibangun oleh PLN.

Mulyanto minta dalam implementasi RUPTL 2021-2030 nanti, PLN tidak lagi mengulangi kesalahan di masa lalu. Jangan sampai tambahan porsi listrik dari sumber EBT yang mencapai 52 persen dan kontribusi IPP sebesar 65 persen ini menyebabkan harga listrik menjadi mahal dan subsidi membengkak. Apalagi kalau tarif listrik jadi dikendalikan oleh pembangkit swasta.

"Jangan sampai rencana usaha ini, muncul karena terpaksa atau didikte Pemerintah atau sekedar gagah-gagahan berlabel green, namun tidak implementatif dan efisien," tukasnya. 

Krisis energi di Inggris, India dan China baru-baru ini menurutnya adalah pengalaman yang berharga. Di tengah melambungnya harga gas dan BBM, negara-negara ini, yang menyatakan siap untuk green energi, ternyata kembali membuka tambang batu bara dan menyalakan PLTU mereka.

Mulyanto menegaskan, bagi masyarakat kita, yang penting adalah tarif listrik yang murah dan tidak byar-pet.  "Syukur-syukur bersih. Karenanya, meski menggenjot listrik EBT, Pemerintah diminta tidak mengorbankan rakyat dengan harga listrik yang mahal," pungkasnya.***

wwwwwwhttps://143.198.234.52/sonic77https://159.223.193.153/https://64.23.207.118/http://152.42.220.57/